AJARAN WAHIDIYAH

LILLAH Artinya : segala perbuatan apa saja lahir maupun batin, baik yang berhububungan dengan langsung kepada Alloh wa Rosulihi SAW maupun berhubungan dengan sesama makhluq, baik kedudukan hukumnya wajib, sunnah, atau mubah, asal bukan perbuatanyang merugikan yang tidak di ridloi Alloh, bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakanya supaya disertai niat beribadah mengabdikan diri kepada Alloh dengn ikhlas tanpa pamrih ! LILLAH TA’ALA baik pamri ukhrowi, lebih – lebih pamri duniawi

BILLAH : merasa dan menyadari bahwa segalanya termasuk gerak gerik kita, lahir batin, tenaga, pikiran dll adalah ciptaan ALLOH MAHA PENCIPTA !. yakni ''laa haula walaa quwwata illaa billaah '' tiada daya kekuatan melainkan karena Alloh SWT.

LIRROSUL Di samping niat Lillah seperti di muka, supaya juga di sertai dengan niat LIRROSUL, yaitu niat mengikuti tuntunan Rosulullooh SAW

BIRROSUL Penerapannya seperti BILLAH keterangan di muka, akan tetapi tidak mutlak. Dan menyeluruh seperti BILLAH, melainkan terbatas dalam soal – soal yang tidak dilarang oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Jadi dalam segala hal apapun, segala gerak – gerik kita lahir batin, asal bukan hal yang dilarang, oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Disamping sadar Billah kita supaya merasa bahwa semuanya itu mendapat jasa dari Rosulullooh SAW ( BIRROSUL )

YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH

Memenuhi segala macam kewajiban yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya tanpa menuntut hak .mengutamakan kewajiban dari pada menuntut hak .contoh ;suami harus memenuhi kewajibannya terhadap sang isteri ,tanpa menuntut haknya dari sang isteri .dan isteri harus memenuhi kewajibannya terhadap suami,tanpa menuntut haknya dari sang suami .anak harus memenuhi kewajibannya kepada orang tua , tanpa menuntut haknya dari orang tua .dan orang tua supaya memenuhi kewaqjibannya terhadap anak, tanpa menuntut haknya dari si anak .dan sebagainya .sudah barang tentu jika kewajiban di penuhi dengan baik, maka apa yang menjadi haknya akan datang dengan sendirinya tanpa di minta .

TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFAH’ FAL ANFA’

Mendahulukan yang paling penting , kemudian yang paling besar manfaatnya . jika ada dua macam kewajiban atau lebih dalam waktu yang bersamaan dimana kita tidak mungkin dapat mengerjakannya ,bersama sama ,maka harus kita pilih yang paling aham ,paling penting kita kerjakan lebih dahulu . jika sama sama pentingnya ,kita ,pilih yang lebih besar manfaatnya

Sabtu, 29 Desember 2012

masail wahidiyah - 10. IKHLAS


IKHLAS

Ikhlas arti bahasanya adalah “memurnikan” sehingga tidak ada campuran sedikitpun. Maksudnya, di dalam menja-lankan amal ibadah apa saja disertai dengan niat yang ikhlas tanpa pamrih apapun. Baik pamrih ukhrowi lebih-lebih pamrih duniawi, baik pamrih yang bersifat moral / batin, lebih-lebih pamrih dalam bentuk material.Ibadah apa saja, baik ibadah yang berhubungan langsung kepada Alloh Wa Rosuulihi e, maupun yang berhubungan di dalam kehidupan bermasyarakat, terhadap sesama makhluk pada umumya. Hal ini sudah kita bahas di bab LILLAH di muka.
Ikhlas itu dikategorikan ke dalam tiga tingkatan:
      1.  إِخْـلاَ صُ الْــعَابِـدِيْن      1.IKHLAASHUL-‘AABIDIIN”    
2.   إِخْـلاَ صُ الـزَّاهِدِيـْن      2. “IKHLAASHUZ-ZAAHIDIIN
3.  إِخْـلاَ صُ   الْْعـَارِفِـيْن             3. “IKHLAASHUL-‘AARIFIN

“IKHLAASHUL-‘AABIDIIN”


Yaitu ikhlasnya golongan ahli ibadah. Menjalankan ibadah dengan mengharap imbalan pahala, ingin sorga, takut neraka dan sebagainya. Ibadahnya memang bersemangat, tekun dan rajin, akan tetapi didorong oleh keinginan-keinginan atau pamrih itu tadi. Ya sudah ikhlas tapi minta upah. Seandainya Alloh tidak menjadikan surga dan neraka, lalu apa lagi yang diharapkan dan yang menjadi pendorong semangat beribadah. Apakah lalu tidak melaksanakan ibadah, atau menjadi malas?.

 Di sinilah negatifnya. Bahkan disamping negatif itu ada lagi negatif lain yang lebih berat. Yaitu perasaan dan pengakuan diri mempunyai kemampuan dapat melakukan ibadah. Dengan demikian pasti timbul ‘ujub, riyak, takabur dan sebagainya. Dan ‘ujub, riyak, takabur dan sebagainya itu adalah penyakit hati yang merusak nilai-nilai ibadah, sehingga ibadah tersebut di-tolak, tidak diterima oleh Alloh I. Jangankan mendapat pahalanya, diterima saja tidak, rugi besar. Bahkan disamping ditolak, ibadah yang ditolak itu kelak di akhirat akan dirupakan siksa untuk menyiksa yang bersangkutan. 
Mari kita koreksi keikhlasan diri kita selama ini, dan mari kita tingkatkan kepada ikhlas yang lebih mulus, lebih murni karena AllohI

“IKHLAASHUZ-ZAAHIDIIN”.

Yaitu ikhlasnya ahli zuhud (orang yang bertapa). Ada yang menyebutnya “IKHLAASHUL-MUHIBBIN” yakni ikhlasnya orang-orang ahli mahabbah. Yaitu menjalankan amal ibadah dengan ikhlas tanpa pamrih, tidak karena ingin surga dan tidak karena takut neraka. Sudah benar-benar LILLAH, semata-mata “ibtighoo-an wajhalloh” (mengharap keridloan Alloh).

Ihklas seperti itu ya sudah baik, akan tetapi masih ada bahayanya. Yaitu masih mengaku atau merasa mempunyai kemampuan dapat melakukan ibadah sendiri kalau tidak merasa BILLAH. Pengakuan seperti itu sangat berbahaya sebab otomatis di dalam hatinya lalu tumbuh cendawan-cendawan ‘ujub, riyak, takabur dan lain-lain yang merusak ibadahnya sehingga ditolak /tidak diterima oleh Alloh I, sedangkan ia tidak merasa. Bahkan mungkin malah mengaku ibadahnya sudah baik, paling baik, paling ikhlas, paling mulus semata-mata karena Alloh !

Maka ikhlas seperti ini harus ditingkatkan menjadi ikhlas yang ketiga yaitu:

“IKLAASHUL-‘AARIFIIN”.

Mengerjakan ibadah semata-mata menjalankan perintah Alloh, tidak karena menengok pahala atau ingin surga dan takut neraka. Betul-betul ikhlas LILLAHI TA’ALA tanpa pamprih suatu apapun. Dan di dalam menjalankan ibadah itu dia tidak mengaku dan tidak merasa dapat melakukan sendiri, melainkan merasa BILLAH. Laa Haula Walaa Quwwata Illa Billah. Inilah yang dimaksud kata-kata:
اْلإِ خْـلاَ صُ  تـَرْكُ اْلإِ خْـــلاَ صِ  فِي اْلإِ خْـــلاَ صِ
(Yang dinamakan ikhlas yang benar yaitu tidak merasa ikhlas ( meninggalkan ikhlas ) di dalam keadaan ikhlas).

“Meninggalkan ikhlas” artinya tidak merasa dirinya bisa berbuat ikhlas, melainkan merasa BILLAH.

“Dalam keadaan ikhlas” artinya sungguh-sungguh LILLAH. Tidak karena ingin surga atau takut neraka.

                Dalil Al qur’an yang menyebutkan keharusan ikhlas antara lain:
إِنَّآ أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتاَبَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّيْن.(29 الزمر :3)
Artinya kurang lebih:
ٍSesungguhnya KAMI menurunkan kepadamu Kitab     (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembah-lah (beribadahlah) kepada Alloh dengan memurnikan ketaatan ( ihklas ) kepadaNYA “.( 29-Az- Zumar: 3).
وَمَآ أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ اللَّهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ          ) 98 – البينة 5(
                                                                                
Artinya kurang lebih:
“Pada hal mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka menyembah (beribadah kepada) Alloh dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-NYA” (98- Al-Bayyinah:5).
        Bersabda Rasululah e:  
طُـوْبَى لِلْمُخْلِصِـيْنَ أُولئـِكَ  مَصَا بِيْحُ  الْهُـدَى تَنْجَلِى عَنْهُمْ كُلُّ فِـتـْنَةٍ  ظَلـْمَاءَ          رواه ابو نعيم عن ثو بان

“Berbahagialah orang-orang yang (beramal dengan) ikhlas. Mereka adalah lampu-lampu petunjuk yang segala fitnah yang diserupakan dengan kegelapan menjadi kelihatan jelas dari (karena) mereka “(Riwayat abu Nu’em dari Tsauban).
Ikklas itu besar sekali pengaruhnya terhadap manfaat tidaknya amal-amal ibadah atau perbuatan-perbuatan apa saja. Disebutkan di dalam kitab Al Hikam :
اْلأَ عْـمَالُ صُـوَرٌ قـاَ ئـِمَةٌ  وَأَرْوَا حُـهَا وُجُـوْدُ سِـرِّ اْلإِ خْـلاَ  صِ فِـيْـهَـا  ( الحكم الأول : 11)
“Amal-amal ibadah itu (hanya) sebagai gambar hidup yang berdiri, dan jiwanya adalah wujudnya rahasia ikhlas di dalam amal-amal ibadah itu”(AL-Hikam 1:11).

Kesimpulannya, amal-amal ibadah apa saja jika tidak dijiwai dengan ikhlas berarti tidak hidup, mati bagaikan bangkai. Tidak membawa manfaat sama sekali. Malah, maaf menjijikkan seperti bangkai dan harus segera dikubur.

Syekh Sahal At Tustari berkata:
الـنَّاسُ كُلُّـهُـمْ  هَـلْكَى  إِلاَّ  الْـعَـالـِمُـوْنَ  وَالْـعَـالِــمُـــوْ نَ كُلُّــهُـمْ هَـلْــكَـى إِلاَّ الْـعَـالِــمُـــوْ نَ  وَ الْــعَامِلُــوْنَ  كُلُّــهُـمْ هَـلْــكَـى إِلاَّ  الْـمُخْــلِـصُـــوْنَ  وَ الْـمُخْــلِـصُــوْنَ  عَــلَى خَـــطَـرٍ عَــظِــيْمٍ       ( الإحياء   الا ول)

 (Semua manusia akan hancur, kecuali yang berilmu; dan yang berilmu juga hancur kecuali yang mengamalkan ilmunya; yang berilmu dan sudah mengamalkan ilmunya juga akan hancur, kecuali yang ikhlas di dalam beramal itu; dan yang sudah ikhlaspun masih dalam teka-teki besar).

Masih teka-teki maksudnya masih tanda tanya, termasuk ikhlas yang mana diantara tiga tingkatan ikhlas tersebut di muka.
Jadi mudahnya, jika belum LILLAH BILLAH istilah Wahidayah, belum sempurnalah ikhlas itu. Berarti masih akan mengalami kehancuran seperti dikatakan Syekh Sahal At Tustari tersebut. Yang sudah LILAH BILLAH juga masih bertingkat-tingkat. Sudah betul-betul 100% kah LILLAH BILLAH-nya, atau masih kecampuran LINNAFSI BINNAFSI. Maka oleh sebab itu perlu senantiasa adanya koreksi dan usaha ke arah peningkatan.
Insya Alloh dan Alhamdu Lillah menurut pengalaman, dengan lebih tekun Mujahadah Wahidiyah dan terus menerus melatih LILLAH BILLAH dan seterusnya serta aktif melaksanakan tugas-tugas Perjuangan Fafirruu Ilallohi wa Rosuulihi e menurut bidangnya sendiri-sendiri, akan dikaruniai peningkatan-peningkatan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar