بِسْمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ
الرَّحِيْمِ
{أُصْلُ
كُلِّ مَعْصِيَةٍ وَغَفْلَةٍ وَشَهْوَةٍ الرِّضَا عَنِ النَّفْسِ}
Asal
atau sumbernya segala maksiat, tidak mau menjalankan perintah dari Alloh SWT
dan tidak mau menjauhi apa-apa yang dilarang Alloh, ... “WA GHOFLATIN WA SAHWATIN”
.., dan sumbernya lupa kepada Alloh, tidak sadar kepada Alloh Ta’ala, dan
sumber segala syahwat nafsaniyah, keinginan nafsu, yaitu “ridlo kepada nafsu”.
Tunduk kepada nafsu.
Nafsu,
seperti sering kita bahas kita dengar kita maklumi, yaitu “NAFSU AMMAAROH”,
keinginan yang mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang dikecam oleh Alloh SWT,
dan merugikan kepada masyarakat. Ada
lagi “NAFSU BAHIMIYAH” nafsu rojokoyo. Perhatiannya hanya makan, minum, dan sex
dan. lagi “NAFSU SYATHONIYAH” nafsu syetan, yaitu nafsu yang kesukaannya selalu
ingin menggelincirkan atau merugikan orang lain. Kemudian “NAFSU SABU’IYAH”
nafsu yang keinginannya menerkam, menjatuhkan menjungkirkan orang lain.
Menghancurkan orang lain atau menerkam orang lain. Kemudian lagi “NAFSU RUBUBIYAH”
atau “ANANIYAH” Nafsu ke-Tuhanan, Nafsu ke-akuan atau egoistis. Keinginannya
hanya ingin supaya dihormat, diatas orang lain, ... dan sebagainya. Itu tadi
semua nafsu-nafsu yang terkecam, dan sumbernya segala maksiat, tidak sadar
kepada Alloh Ta`ala, tidak taat setia kepada Alloh Ta'ala, adalah. tunduk
bertekuk lutut kepada nafsunya. Selalu nuruti keinginan-keinginan dari pada
nafsu-nafsu tersebut diatas.
Itu
tadi menurut pendirian secara ijmak dari para Arifin, orang-orang yang sadar kepada Alloh Ta’ala, wa
“arbaabil-quluub” orang orang yang hatinya bersih bercahaya. Alasannya disini
disebutkan : sebab, jika orang menyerah kepada nafsu, atau cinta kepada nafsu,
otomatis menyebabkan tertutupnya negatifnya nafsu. Otomatis, lalu memandang
nafsu atau segala yang bersangkutan dengan nafsu itu baik semua. Ini otomatis,
orang kalau cinta tidak kelihatan olehnya keburukan-keburukan dari yang
dicintai. Segala sesuatunya menurut perkiraannya baik semua. Sekalipun buruk,
tapi karena dia cinta pandangannya tetap baik.
وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ
كُلِّ عَيْبٍ كَلَيْلَةٍ , كَمَا أَنَّ عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِى الْمَسَاوِى
Kalau
orang senang atau ridlo, sekalipun yang disenangi atau diridloi itu salah atau
tidak baik tetap di anggap baik. Keburukan-keburukan tertutup oleh adanya rasa
seneng atau ridlo itu tadi. Sebaliknya jika orang tidak seneng, tidak menyukai
sesuatu, anti atau geting, sekalipun soal benar atau baik, ya tetap dianggap
salah atau tidak baik, lebib-lebih yang sungguh buruk.
Maka
orang yang selalu nuruti keinginan nafsunya, dia tidak melihat adanya
keburukan-keburukan dan kekurangan-kekurangan pada dirinya sendiri. Yang
diketahui hanya kebaikan dan kebenaran yang ada pada dirinya. Malah yang
sesungguhnya burukpun dipandangannya baik dan benar.
Sebaliknya
kalau orang tidak terpengaruh oleh nafsunya tidak di jajah oleh nafsunya,
artinya tidak senantiasa menuruti hawa nafsunya, dengan sendirinya senantiasa
curiga kepada nafsunya. Seperti kata Nabi Yusuf 'alaihissalam :
وَمَا اُبَرِّئُ
نَفْسِىْ اِنَّ النَّفْسَ َلأَمَّارَةٌ بِاسُّوْءٍ {يوسف}
"Saya
tidak memberi kebebasan kepada nafsuku saya tidak segan-segan selalu mencurigai
kepada nafsuku. Oleh karena nafsu itu selalu mengajak kepada kejelekan, kerugian dam
kenegatifan".
Sekalipun
wujudnya baik, tapi sesungguhnya hanya buat kedok saja. Buat kedok terhadap
barang yang tidak baik yang tersembunyi dibelakang perkara baik yang menjadi
kedok itu. Kalau orang dikuasai oleh nafsu, sekalipun dia wujudnya beribadah,
... itu hanya buat topeng saja ! ada maksad-waksud lain yang tersembunyi. Ingin
supaya dihormat, atan tidak dikecam, supaya dipuji, .... Otomatis ada rasa
begitu dibalik dia beribadah.
Para hadirin-hadirot, mari kita koreksi Nabi Yusuf
‘alaihis salam, beliau seorang Nabi yang maksum, dijaga oleh Alloh walau dari
maksiat. Sungguhpun begitu, beliau tidak segan-segan, tidak bosan-bosan
mencurigai nafsunya yang senantiasa mengajak, kepada keburukan. Lalu kita
masing-masing bagaimana apakah kita senantiasa waspada kepada nafsu kita
masing-masingkah atau bagaimana
Seharusnya selalu waspada ! Selalu kontrol ! waspada setiap saat, setiap
gerak dan laku yang kita perbuat ! Kalau kita tidak waspada, otomatis pada saat
tidak waspada itupun kita dikuasai oleh nafsu !. Pada saat-saat kita tidak
mencurigai mau, otomatis disaat yang begitu itu, dia tertipu oleh nafsu.
Atau,
istilah Wahidiyah, apakah kita sudah senantiasa LILLAH BILLAH kalau kita tidak
LILLAH BILLAH berarti dia tidak curiga kepada nafsu. Dan kalau tidak curiga
otomatis diterkam dikuasai oleh nafsu, dan kita tidak merasa !. Menjadi hamba
nafsu ! Linnafsi-binnafsi ! Otomatis.
Itu
tadi perlunya adanya koreksi dan perlu
sekali adanya perbaikan !. Kalau kita lemah dan tidak ada semangat untuk itu
berarti kita dijajah oleh imperialisme nafsu pada saat kita tidak LILLAH
BILLAH, otomatis kita linafsi-binnafsi !.
Dus
kembali lagi, “ASLU KULLI MAKSIYATIN WA GHOFLATIN WA SYAHWATIN AR-RIDLO
'ANIN-NAFSI”. Sumber segala maksiat dan lupa kepada Alloh SWT, tidak sadar
kepada Alloh SWT, ... dan ... menuruti syahwat nafsunya yang
hubungan dengan makan-minum, sex, dan sebagainya soal materi sumber dari
segalanya itu semua adalah ridlo atau puas atau cinta kepada nafsu ! Tekuk
lutut dikuasai nafsu !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar