AJARAN WAHIDIYAH

LILLAH Artinya : segala perbuatan apa saja lahir maupun batin, baik yang berhububungan dengan langsung kepada Alloh wa Rosulihi SAW maupun berhubungan dengan sesama makhluq, baik kedudukan hukumnya wajib, sunnah, atau mubah, asal bukan perbuatanyang merugikan yang tidak di ridloi Alloh, bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakanya supaya disertai niat beribadah mengabdikan diri kepada Alloh dengn ikhlas tanpa pamrih ! LILLAH TA’ALA baik pamri ukhrowi, lebih – lebih pamri duniawi

BILLAH : merasa dan menyadari bahwa segalanya termasuk gerak gerik kita, lahir batin, tenaga, pikiran dll adalah ciptaan ALLOH MAHA PENCIPTA !. yakni ''laa haula walaa quwwata illaa billaah '' tiada daya kekuatan melainkan karena Alloh SWT.

LIRROSUL Di samping niat Lillah seperti di muka, supaya juga di sertai dengan niat LIRROSUL, yaitu niat mengikuti tuntunan Rosulullooh SAW

BIRROSUL Penerapannya seperti BILLAH keterangan di muka, akan tetapi tidak mutlak. Dan menyeluruh seperti BILLAH, melainkan terbatas dalam soal – soal yang tidak dilarang oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Jadi dalam segala hal apapun, segala gerak – gerik kita lahir batin, asal bukan hal yang dilarang, oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Disamping sadar Billah kita supaya merasa bahwa semuanya itu mendapat jasa dari Rosulullooh SAW ( BIRROSUL )

YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH

Memenuhi segala macam kewajiban yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya tanpa menuntut hak .mengutamakan kewajiban dari pada menuntut hak .contoh ;suami harus memenuhi kewajibannya terhadap sang isteri ,tanpa menuntut haknya dari sang isteri .dan isteri harus memenuhi kewajibannya terhadap suami,tanpa menuntut haknya dari sang suami .anak harus memenuhi kewajibannya kepada orang tua , tanpa menuntut haknya dari orang tua .dan orang tua supaya memenuhi kewaqjibannya terhadap anak, tanpa menuntut haknya dari si anak .dan sebagainya .sudah barang tentu jika kewajiban di penuhi dengan baik, maka apa yang menjadi haknya akan datang dengan sendirinya tanpa di minta .

TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFAH’ FAL ANFA’

Mendahulukan yang paling penting , kemudian yang paling besar manfaatnya . jika ada dua macam kewajiban atau lebih dalam waktu yang bersamaan dimana kita tidak mungkin dapat mengerjakannya ,bersama sama ,maka harus kita pilih yang paling aham ,paling penting kita kerjakan lebih dahulu . jika sama sama pentingnya ,kita ,pilih yang lebih besar manfaatnya

Minggu, 16 Desember 2012

ikhlas - oleh muallif sholawat wahidiyah

“Ikhlas” itu bermacam-macam “ Fa Ikhlassul “Ubaad” ............... “Ubaad” itu kata jamak dari : abid-orang yang mengabdikan diri. Tapi kalu “ibaad” kata jamak dari “abdu” – hamba. “ibadah” adalah bahasa daerah yaitu tunduk dan menyerah, manut miturut apa saja yan dikehendaki oleh yang ditunduki atau ibadahi. Yaitu Alooh SWT. “Abdulloh” berarti hamba Alloh. Dia harus tunduk dan menyerah bulat-bulat kepada Alloh soal apa saja!. Tanpa syarat. apapun yang diperintahkan Alloh padanya dikerjakan penuh kesadaran . tanpa syarat. Apapun yang diperintahkan Alloh padanya dikerjakan dengan penuh kesadaran tanpa ada rasa terpaksa dan sebagainya. Baik lahiriyah maupun batiniyah.
Begitu juga “Abdun-Nafsi” artinya orang yang selalu menyerah kepada nafsu. Hamba nafsu yang selalu menyerah kepada kehendak nafsu atau jiwa. Dan jiwa itu punya kehendak karena adanya pengaruh dari jiwa itu sendiri. Pengaruh dari fisik misalnya lapar atau haus membutuhkan makanan atau minuman. Pengaruh dari jiwa itu sendiri misalnya ingin dihormati atau ditakuti. Lalu usaha bagaimana supaya bisa dihormati atau ditakuti.

ARAB 70
Ikhlas “Ubbaad” atau ‘abiid orang yang ahli beribadah biasanya yang dimaksud adalah ibadah lahiriyah seperti sembahyang, baca qur’an, Mujahadah dan lain-lain. Ibadah lahiriyah itu menurut syaratnya yang paling utama-paling afdlol adalah sembahyang. Ibadahnya orang yang ahli ibadah atau ‘abid itu ikhlasnya diukur pada selamatnya amal mereka dari riya.
Baik riya’ yang samar-samar maupun yang terang-terangan. Dan pada umumnya masih disertai pamrih. Pamrih nafsu. Ya betul ibadah mereka sudah ikhlas Lillahi Ta’ala, tapi diikuti tau didorong oleh pamri. Pamrih selamat atau bahagia dunia akhirot. Dan disamping itu dia masih merasa punya kemapuan beramal. Dia menjagakan pada amalnya. Kalau aku tidaj giat ibadah, aku tidak akan memperoleh syurga atau tak akan selamat dari neraka, atau tak akan bahagia dunia akhirot dan sebagainya. Itulah ikhlasnya orang ‘ubbad-orang ahli ibadah.

ARAB 71
Ikhlasnya orang yang mahabbah yang cinta kepada Alloh, yaitu mereka yang beramal ibdah semata-mata Lillahi Ta’ala, mengagungkan, memuliakan dan menghormat kepada Alloh SWT, karena memang Alloh SWT, seharusnya dihormati, diagungkan. Sebab Tuhan yang Maha Agung. Seharusnya diagungkan. Maha Mulia, seharusnya du Muliakan.
Bukan didorong oleh keingina syurga atau pahala aau selamat dari neraka. Alloh Maha Agung, Maha Sempurna. Pen. Harus di Angungkan. Alloh Maha Agung, lalu orang tidak mau mengagungkan Tuhan, itu namanya dholim. Dholim, mendudukan sesuatu tidak pada tempat yang semestinya. Orang-orang muhibbin-orang-orang yang sungguh-sungguh cinta kepad Alloh, ibadah mereka didadarkan atas takdzim mengagungkan. Istilah “ takdzim” sudah mengandung dua hal yaitu cinta dan takut. Rasa cinta dan takut berkumpul menjadi satu itulah takdzim – mengagungkan, contoh ibadah muhibbin antara lain munajat Siti Robi’ah al’Adawiyah :
ARAB 72

Yaa Tuhan, tiadakah ibadahku kepada-MU karena takut dari neraka siksa-MU dan tidak pula karena mengharapkan masuk kedalam surga-MU

Disini ibadah Takdzimah sudah tepat, tapi ada negatifnya yaitu “Fanasabatil ibadah ilaiha”. Beliau masih menyandarkan ibadahnya kepada dirinya. Yaa .............. sudah betul mengagungkan tapi masih ada pengakuan. Ini negatifnya. Tapi sudah lebih baik dari bentuk ikhlas yang pertama tadi.
Kata “muhubbin”- orang-orang cinta kepada Alloh SWT. Dasar cinta itu ada tiga macam :
1. Mahabbah Fi’liyyah-cinta perbuatan. Misalnya memberi. Orang yang dicinta kerana diberi. Seperti anak kecil, kalau sring diberi sesuatu, sekalipun yang memberi it tetangganya atau orang lan, dia menjadi lulut, manut, cinta kepada yang memberi. Ayam atau kucing umpamanya, kalau sering diberi makanan, dia selalu mengikuti yang biasanya memberi makan. Sekalipun pada waktu memberi makan. Sudah manjung cinta atau lulut istilah binatang, cinta perbuatan-mahabbah Fi’liyyah.
2. Mahabbah Sifatiyyah-cinta karena sifat dari yang dicintai sekalipun tidak memberi, tapi ada sifat-sifat yang menjadikan dicintai. Ada orang yang dicintai karenah gagah, karena kecantikanya, karena rupawan, karena kepandaianya, karena kedermawaanya, kerana kesupelannya dalam pergaulan, karena banyak sifat-sifat kebaikan yang menjadi sebabnyaseseorang yang dicintai. Itu baru sesama manusia. Lebih-lebih Tuhan Alloh SWT, Maha sempurna tak terhitung banyaknyasifat-sifat Tuhan yang mengerakan untuk mencintai.
3. Mahabbah Dzatiyyah-cinta ya karena adanya yang dicintai itu./ bukan karena af’alnyaatau sifat-sifatnya, tapi ya karena wujudnya yang di cintai itu. Apa adanya si yang dicintai itu.

Mahabbah Fi’liyyah-cinta kerana adanya perbuatan yang dicintai, mamberi misalnya, ini kalau perbuatan memberi itu sudah tidak ada, hilang atau luntur pula cintanya. Begitu juga Mahabbah Sifatiyyah-cinta karena sifat-sifat yang dicinta. Kalu sifat-sifat itu tidak terdapat lagi pada yang dicintai, maka cintanya menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Mahabbah Dzatiyyah-cinta apa adanya selama dzat yang dicintai itu masih ada. Tetap cinta itu tidak berubah. Maka cinta yang paling kuat ialah yang ketiga tadi. Yaitu Mahabbah Dzatiyyah, tapi yang lebih kuat lagi yaitu kumpulan tiga macam mahabbah tadi. Ya Mahabbah Fi’liyyah, ya Mahabbah Sifatiyyah, ya Mahabbah Dzatiyyah. Yang paling ringkih sekali, artinya cinta yang mudah luntur yaitu Mahabbah Fi’liyyah, kemudia nomer duanya Mahabbah Sifatiyyah dan yang paling kuat paling tahan yaitu Mahabbah Dzatiyyah.
Cinta pada Tuhan, ini memenuhi sepenuhnya kepada ketiga macam cinta tersebut diatas. Mahabbah Fi’liyyah. Tuhan memenuhi syarat-syarat yang lengkap lebih dari cukup. Dicintai karena perbuatanya. Mengapa tidak ? karena Tuahan senantiasa memberi. Memberi pada hambanya. Terhadap manusia umpamanya, karena Tuhan Mencipta manusia dengan ciptaan yang paling baik sendiri. Seharusnya dicintai. Tuhan mencipta makhluq diperuntukkan manusia, ini seharusnya dicintai. Tuhan senantiasa memberi dalam segala bidang baik lahiriyah maupun batiniyah. Memberi soal-soal yang sangat dibutuhkan sekali oleh manusia.Bahkan kalau pemberian itu di putus sedikit saja, menjadi sinar atau hancur.Harus dicintai Tuhan!. Siapa yang tidak mencintai Tuhan,dia orang yang dungu, dholim, sombong. Mereka seperti binatang, bahkan lebih sesat dari pada binatang. Perbuatan Tuhan senantiasa memberi. Memberi hidup. Memberi pendengaran, memeberi penglihatan, memberi,memberi, memberi, tak terhitung pemberian Tuhan, dan terus-menerus tidak ada henti-hentinya, kontinyu, memberi hawa, memberi angin, pokoknya makhluk terus berputar untuk manusia. Mataharinya, bulan bintangnya, tanahnya, lautnya, gunung-gunung, tumbuh-tumbuhan, batu-batuan semua itu diwujudkan oleh Tuhan demi kelangsungan hidup manusia. kurang apa lagi ?.... jadi perbuatan Tuan jauh lebih dari pada cukup untuk memenuhi syarat-syarat cinta yang berdasarkan perbuatan.
Cinta berdasarkan sifat-sifat Tuhan, juga sudah jauh dari pada cukup untuk menjadi alasan mencintai T uhan berdasarkan sirat-sifat Tuhan. Tuhan Maha Agung, Maha Mulia, Maha Kaya, Maha Cantik. Bahkan tidak ada yang mulia kecuali Tuhan. tidak ada yang cantik kecuali Tuhan. Tidak ada yang Agung kecuali Tuhan. Adapun yang selain Tuhan dikatakan Agung, Mulia, kaya ataui cantik itu, karena menadapatkan sototan dari Tuhan. Dari sifat-sifat Tuhan. Dari kecantikan Tuhan, dari keangungan Tuhan, dari kekayaan Tuhan, dan sebagainya dan sebagainya !. jadi sudah lebih dari cukup syarat-syarat Tuhan dicintai dilihat dari sifat- sifat Tuhan.
Cinta berdasarkan Dzat, Mahabbah Dzatiyah. Tuhan adalah kekal abadi. Tidak berubah dan tidak akan berubah. Jadi Mahabbah Dzatiyah ini akan terus, lebih tahan tidak terpengaruh oleh hal-hal seperti pada Mahabbah Fi’liyyah atau mahabbah Sifatiyah.
Jadi cinta kepada Tuhan adalahsatu-satunya cinta yang kekal, tahan uji. Baik cinta Fi’liyya, cinta Sifatiyah, lebih-lebih cinta Dzatiyah. Sebab Tuhan kekal abadi. Tidak ada perubahan sama sekali. Baik fi’liyyah, sifatiyah lebih-lebih Dzat Tuhan. Kekal abadi. Lain halnya dengan cinta kepada sesama manusia, atau terhadap jenis makhluq yang lain. Baik fi’liyyah atau perbuatan, maupun sifatiyah atau sifat-sifat yang di cintai, Atau dzatiyah, keadaan dzat yang di cintai itu, karena hanya makhluq tentu akan terjadi suatau ketika lenyap atau musnah. Maka mencintai makhluq atau sesama manusia akan hilang bersama-sama dengan hilangnya syarat-syarat yang menyebabkan cinta itu. Bahkan mrungkin terjadi bahwa cinta kepada sesama manusia akan berbalk menjadi kebencian. Yaitu apabila syarat-syarat yang menjadi sebab dicinta berubah karena sesuatu hal. Ini mungkin terjadi.
Cinta Dzat. Barang kali dalam bahasa jawa boleh di artikan “tresno”. Biar dia yang di cintai pincang, cacat tapi kalau memang tresno ya tetap tresno. Biar jelek, tua bangka, sudah perot kempong, tapi ya tetap tresno. Selama masih ada yang di cintai atau yang di tresnani itu.
Mahabbah atau cinta kepada Alloh SWT harus memenuhi ketiga syarat cinta tersebut di atas. Cinta fi’liyyah atau perbuatan, cinta sifatiyah, dancinta Dzatiyah. Kalau belum memenuhi ketiga-tiganya belum wajar namanya. Belum semestinya, belum normal. Sebab, kesatu, Alloh senantiasa memberi. Orang yang tidak ada perhatian kepada si pemberi itu namanya orang yang tidak normal. Coba bayangkan, ayam atau binatang saja kalau diberi mau mengerti dan malah lulut kepada si pemberi. Lha apa lagi manusia yang mempunyai akal !. Sudah di beri kok tidak ada sambutan, itu namanya :

         
( Mereka itu tidak lain seperti binatang, bahkan lebih jelek lebih sesat dari pada binatang ).
Nah saya ceritakan. Dulu ada orang namanya pak Munajat dari Desa Mbetik. Ketika dia mondok di Ringin Agung Pare, terkenal dengan sebutan Keling, suatu ketika dia pernah menolong anak Harimau yang kejegur sungai lalu di entaskan. Malam hari yang lain dia sedang menanak nasi dipondok lalu mendengar suara gedebug seperti suara kelapa jatuh setelah dilihat ternyata kijang. Dan diatas pohon kelihatan seekor induk harimau. Rupanya si induk harimau itu membalas budi atau terima kasih kepada pak Munajat. Lha itu macan, anaknya yang di tolong, dia tahu terima kasih, balas jasa dengan kirim seekor kijang. Terima kasih suatu tanda dari cinta. Itu macan. Lha lebih-lebih kita para hadirin hadirot, kita mannusia seharusnya lebih-lebih mengisi bidang mahabbah fi’liyyah dan sifatiyyah itu terhadap Tuhan dengan sepenuh mungkin. Diberi sekali semestinya paling sedikit terima kasihnya sekali. Malah menurut ajaran Qur’an :
  •       •      • 
( Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah dengan penghormatan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah dengan penghormatan yang serupa, sesungguhnya Alloh selalu membuat perhitungan atas tiap-tiap sesuatu ).

Lha padahal Alloh senantiasa memberi kepada kita dalam segala bidang mestinya harus juga lengkap imbal balik kita. Dan sesungguhnya kirta tidak mungkin bisa memadahi. Maka disamping usaha, harus selalu mengaku bahwa kita senantiasa bedosa. Bersalah tidak tepat cinta kita dalam suatu bidang fi’liyyah saja misalnya. Begitu juga mengenai mahabbah sifatiyah. Disamping usaha memperbaiki kita harus mengakui bahwa kita selalu tidak bisa tepat cinta kepada Tahan dalam segi sifatiyah ini.
Fi’liyyah dan sifatiyyah Tuhan jauh diatas fi’liyyah dan sifatiyyah makhluq. Maka mestinya cinta kepada Tuhan juga harus begitu, Jauh lebih kuat, lebih sempurna daripada cinta kepada sesama makhluq. Oleh kerana itu mari kita senantiasa berusaha, disamping mengedoki kesalahan kita. Atau usaha mengurangi atau menurunkan kesalahan kita. Menurut perhitungan, kita tidak mungkin sama sekali bersih dari kesalahan-kesalahan, paling-paling yang mengurangi, itu bisa. Mengurangi kesalahan. Atau memperbaiki,. Begitu juga hubunmgan Mahabbah Dzatiyyah. Tuhan adalah selaluu ada, dan kekal abadi. Malah segala sesuatu selain Tuhan akan musnah.

ARAB 77

Kembali soal diatas. Dus jangan didasarkan atas mengrap soal pahala atautakut siksa. Lebih-lebih soal dunia, jangan!. Kalau ibadahnya karena ingin selamat bahagia dunia akhirat, itu bukan namanya ibadah kepada Tuhan, tapi ibadah untuk kepentingan nafsunya. Atau istilah Wahidiyah LINAFSI-BINAFSI !.sifat nafsu yaitu ingin enak-kepenak, ingin puas, ingin selamat dunia akhirat. Kalau sudah dapat apa yang diinginni makin menjadi-jadi keinginanya. Kurang ini kurang itu, ingin begini ingin begitu dan sebagainya. Kita sebagai manusia memang wajar ingin begini ingin begitu apa yang kita butuhkan, baiksoal moril atau soal materiil, soal dunia ataupun soal akhirat, tapi kesemuanya itu harus kita sadari semata-mata melaksanakan perintah, LILLAH dengan kesdaran BILLAH.
Jadi orang yang beribadah karena dorongan surga, karena surga tempat yang enak, berarti mencari nafsu LINAFSI-BINAFSI!. Kecuali didalam takut neraka atau ingin surga itu didasari LILLAH-BILLAH, itu memang seharusnya. Jadi untuk kepentingan nafsu semata-mata, tapi karena Alloh dan untuk mengabdikan diri kepada Alloh. Kita harus kepada neraka, karena Tuhan menakut-nakuti kita atau menyuruh kita supaya takut kepada neraka.

• •   ••     
( Maka peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir).

Kita harus takut. Tapi takut kita harus kita dasari LILLAH-BILLAH!. Kalau kita dasari LILLAH, ini namanya tidak berarti takut pada neraka begitu saja. Adanya takut itu karena Alloh. Tegasnya ya takut kepada Tuhan. Kita ingin surga bukan karena disurga itu banyak hal-hal yang menyenangkan begitu saja tapi kita ingin surga karena diperintah supaya ingin dan usaha kesitu. LILLAH !. Jadi kalau begitu, sesungguhnya surga atau neraka itu tidak menjadi objek tujuan, tapi Tuhanlah yang kita jadikan acara yang pokok !. Begitu juga keadan di dunia ingin selamat, ingin bahagia dan ingin selamat, dan sebagainya, itu semua supaya didasari menurut perintah LILLAH !.
Jadi sekali lagi, soal takut neraka atau mengharapkan surga atau takut sengsara dan ingin bahagia,....itu ya sudah baik, tapi masih belum yukti kulladzi haqqin haqqoh. Belum mengisi bidang-bidang lain yang seharusnya di isi. Yang lebih baik dan seharusnya, yaitu aku takut neraka karena diperintah. Aku ingin surga karena diperintah. Aku kuatir sengsara karena diperintah. Aku ingin dan berusaha supaya bahagia karena diperintah. Dan seterusnya. Karena diperintah Tuhan. Atau karena Tuhan. Andai kata tidak diperintah Tuhan saya takut dan tidak ingin.
Tapi juga tidak boleh di jujug saja. Sudah, aku tak takut selain Tuhan. Neraka tidak takut. Tidak boleh begitu !.Itu namanya tidak yukti kulladzi haqqin haqqoh. Tidak mengisi bidang-bidang yang seharusnya di isi. Jadi masih menyalahi. Menyalahi bidang syariat. Tauhidnya memang tidak keliru, tapi kurang pengisian bidang syariat.
Pada kesempatan pengajian minggu lain pernah saya utarakan

ARAB 78

Ada seorang wali yang sadar atau fanak kepada Tuhan, dia tidak tau selain Tuhan. Ini orang sedang fanak fanak artinya hancur atau lebur. Hanya Tuhan yang menjadi acara di dalam dirinya lain-lain tidak menjadi acara tidak menjadi acara sama sekali. Biar dirinya sendiripun tidak menjadi acara dalam angan-angan wahidiyah orang yang fanak seprti itu tadi yaitu lagi keadaanya. Di dalam wahidiyah orang yang fanak seprti itu tadi yaitu ketika “ISTIGHROQ”. Istighroq AHADIYAH hanya Alloh tok!. Kalau billah, itu juga Istighroq, tapi Istighroq WAHIDIYAH namanya. Sekalipun hanya bayangan masih ada acara pada selain Alloh. Termasuk dirinya sendiri.

ARAB 79


Dan ada seseorang wali yang bago’. Maka dia melihat Alloh didalam tiap-tiap sesuatu. Jadi masih punya acara dengan makhluq. Termasuk dirinya sendiri. Dan ini “Atammu” ini yang lebih sempurna. Lebih sempurna sebab lalu bisa mengisi bidang-bidang yang seharusnya di isi BILLAH istilah Wahidiyah. Ini lebih sempurna dari yang pertama, yang hanya beracara Alloh tadi. Tapi sesungguhnya ya memang hanya Alloh!. Dengan rasa, bukan dalam bicara!.
Arab 79
Ikhlasnya orang yang “Arifin”, orang yang ma’rifat, orang sadar pada Alloh SWT. Definisi ma’rifat, atau sadar kepada Alloh SWT, seperti disebutkan dalam buku kuliah Wahidiyah. Sudah tidak asing lagi. Orang tahu dan mengerti rasanya gula itu manis, dan ketika itu dia juga sedang makan atau ngemut gula, merasakan manisnya gula seperti apa yang dia ketahui, itu disebut ma’rifat kepada manisnya gula. Hanya tau atau yakin terhadap manisnya gula tapi dia diwaktu itu tidak merasakan manisnya gula, seperti apa yang dia ngerteni itu belum dapat disebut ma’rifat kepada manisnya gula. Jadi ada bedanya bahkan jauh bedanya dengan yang pertama tadi. Begitu juga ma’rifat kepada Tuhan. Begitu juga pengertiannya.
Tahu dan yakin bahwa Tuhan Maha Satu, tidak ada yang menyamai, dan Maha Kuasa, tidak ada yang kuasa selain Tuhan, dan ketika itu dia merasakan ke-ESA an Tuhan dan Maha kuasa Tuhan. Itulah yang disebut ma’rifat kepada Tuhan. Prakteknya yaitu BILLAH. Menurut istilah Wahidiyah.
Ikhlasnya Arifin, disamping LILLAH, seperti diatas tadi, yaitu sadar BILLAH. Senantiasa LILLAH- BILLAH istilah Wahidiyah. Dan ini lebih tingi tingkatanya dari bentuk ikhlas yang sudah di bicarakan terdahulu. Ikhlasul ‘Abidin dan Ikhlasul Muhibbin..
Para hadirin hadirot, kita diberi kemampuan melaksanakan itu. Kita mampu. Mampu, itu sudah nikmat. Harus di syukuri. Punya kemampuan, diberi nikmat kok tidak di syukuri, namanya mengkhufuri. Kalau mengkhufuri harus bertanggung jawab!. Mampu itu nikmat. Syukurnya yaitu harus digunakan kemampuan itu. Kalau kemampuan itu tidak di gunakan, disamping menyadari, menyadari nikmat dari Tuhan.itu namanya mengkhufuri mneyalah gunakan nikmat.
Para hadirin hadirot, mari nikmat kemampuan kita dalam usaha mengetrapkan LILLAH- BILLAH, itu bagaimana, mari kita koreksi!. Sudah kita syukuri atau belum, mari kita koreksi dan terus usaha meningkatkan!. Sesungguhnya Ikhlasul mursalin, kekasih Alloh yang paling sempurna yaitu LILLAH- BILLAH!.
Soal LILLAH, sekalipun di luar Wahidiyah atau sebelum Wahidiya sudah banayak kita ketahui dan kita jadikan acara, misalnya “mari-mari-mari LILLAH saja”, ... tapi terbatas. Pengalaman kita sebelum Wahidiyah LILLAH kita terbatas. Kita terbatas dalam segala bidang. Dalam bidang amalan atau perbuatan dan terbatas nilainya. Mari kita syukuri terutama sesudah Wahidiyah. Begitu juga soal BILLAH, sekalipun kita bisa memjawab pertanyan : siapa yang menciptakan jagat ini? Alloh!. Itu bisa kita jawab. Tapi terbatas hanya lab begitu saja didalam lisan. Tidak sampai atau sedikit sekali dirasa dalam hati atau perasaan. Alhamdulillah sesudah kita terjun didalam perjuangan Fafirruu Ilalloh wa Rosullihi SAW, tidak hanya dalam lisan saja apa itu “ laa haula walaa quwwata illa Billah”, tetapi Alhamdulillah jauh lebih sempurna dari pada sebelum kita terjun dalam perjuangan Fafirruu Ilalloh wa Rosullihi SAW. Mari, ini harus kita syukuri !. Harus kita pelihara dan kita tingkatkan !. Tapi disamping itu kita juga harus mengisi bidang lain. Antara lain haruys senantiasa merasa banyak dosa banyak dzolim, senantiasa menyalah gunakan dan seterusnya. Ini harus senantiasa di isi !. Senantiasa di isi !.
Para hadirin hadirot, ya mudah-mudahan pengajian minggu pagi ini mudah-mudahan diberi manfaat yang sebanyak-banyaknya fiddini waddunya wal akhiroh !. Amin!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar