بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
( لاَعَمَلَ اَرْجَى لِلْقَبُوْلِ مِنْ عَمَلٍ يَغِيْبُ عَنْكَ شُهُوْدُهُ
وَيَحْتَقِرُ عِنْدَكَ وُجُوْدُهُ )
(Tidak ada
amal ibadah yang besar harapan diterima oleh Alloh SWT. Dari pada amal yang
engkau tidak merasa berbuat amal itu dan engkau tidak membanggakannya).
“Engkau tidak merasa berbuat atau beramal”........ Artinya BILLAH istilah
Wahidiyah. Sama sekali tidak merasa bisa beramal. Adanya bisa beramal karena
fadhol dan taufiq dari Alloh SWT. Tanpa fadhol dan taufiq dari Alloh SWT, tidak
mungkin bisa beramal. LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH. “WAYAHTAQIRU 'INDAKA
WUJUUDUHU” artinya tidak menjagakan adanya amal itu. Amal itu sendiri sama
sekali tidak bisa menghasilkan sesuatu apapun juga !. Sama sekali tidak
membekasi!. Tidak menjagakan ibadahnya untuk misalnya sadar kepada Tuhan. Tidak
menjagakan mujahadahnya. Otcmatis kalau merasa BILLAH tidak menjagakan
ibadahnya. Sebab tidak merasa dia bisa beribadah. Bahkan berbuat apa sajapun
tidak merasa bisa berbuat sendiri. Semuanya BILLAH. Jadi otomatis dia tidak
menjagakan usaha atau perbuatannya. Ini meliputi segala bidang, baik soal dunia
maupun soal akhirot.
Tapi mungkin juga kejadian belum merasa BILLAH tapi “wayahtaqiru ‘indaka
wujuuduhu” merasa bahwa amalnya sangat buruk tidak memenuhi syarat-syarat yang
secukupnya, merasa tidak khusyu’, merasa tidak ikhlas, merasa ujub riyak dan
sebagainya. Otomatis kerena dia merasa begitu terhadap amal ibadahnya, maka dia
tidak menjagakan amalnya.
Amal-amal ibadah yang dilakukan menurut cara-cara seperti diatas itulah
yang harapan besar diterima oleh Tuhan.
Tapi dalam bidang “husnudhon” malah “husnul yaqin” seharusnya kepada Tuhan,
harus yakin bahwa amalnya diterima oleh Alloh. Sebab Alloh Maha Murah.
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ
عَبْدِىْ بِىْ (الحديس القدسى)
Dalam hadist
qudsi disebutkan :
“AKU menurut
prasangka atau keyakinan hamba-KU terhadap-KU”. Kalau hamba-KU menyangka
diterima ya AKU terima, kalau menyangka di tolak ya AKU tolak.
Jadi dalam bidang husnudhon, keyakinan, kita harus yakin diterimanya
amal-amal ibadah oleh Alloh SWT. Tapi dalam bidang mawas diri koreksi terhadap
amal-amal ibadahnya, harus seperti diatas tadi. Sama sekali tidak membanggakanamalnya. Amalnya sama sekali tidak membekasi apapun juga. Asal merasa ya
kurang khusyu’, kurang ikhlas, dengan sendirinya tidak menjagakan amalnya,
malahan merasa malu. sebagian ba’dul Arifiin mengatakan: “aku sesudah
sembahyang rasanya seperti gadis yang baru dipingit lalu menyeleweng”,
berbuat serong”. Rasa maluku seperti
itu”.
Jadi seharusnya, orang beramal ibadah kepada Alloh kok hatinya tidakhudlur,
tidak ikhlas, .........ingat sana sini, seharusnya malu kepada Alloh !. Lebih-
lebih ada pamrih ini itu, pamrih akhirot sekalipun, seharusnya malu !. Coba
gambarkan, menghormat atau menolong orang, hatinya tidak betul-betul menghormat
dan malah ada pamrih ini itu begini begitu, kan malu kalau diketahui oleh orang
yang dihormat atau yang ditolong. Padahal Alloh SWT senantiasa tahu gerak gerik
hati si hamba, siapapun juga, biar sekelumit sekalipun, Tuhan senantiasa tahu!.
Jadi seharusnyalah merasa malu jika ibadahnya kurang ikhlas, kurang khusyu’,
kurang hudlur ingat sana sini!.
Itulah maka seperti saya sebutkan tadi, Ba’dul Arifiin atau Ba’dus
Sholihin, atau Ba’dul ‘Ubbaad tiap sehabis mengerjakan sembahyang atau ibadah
apa saja, dia merasa malu luar biasa. Digambarkan seperti seorang gadis yang
dipingit lalu berbuat serong. Saking malunya. Malu karena merasa ibadahnya
tidak sempurna, kurang hudlur, kurang khusyuk, kurang ikhlas.
Lah itu tadi, sekalipun belum merasa BILLAH bisa merasa ringkih seperti tu.
Tapi yang sempurna kita harus mengisi segala bidang. Bidang haqiqot dan bidang
syari’at. Bidang haqiqot, harus merasa BILLAH, tidak boleh mengaku beramal !. Bidang syari’at atau bidang
LILLAH, harus merasa kurang tepat cacahnya, kurang khusyu, kurang ikhlas.
Kurang hudlur, selalu ingat sana sini, selalu ada pamrih, dan sebagainya dan
sebagainya !. Jadi kalau bisa harus dobel!. ya BILLAH ya LILLAH !. Tapi kalau
belum bisa dobel, yang pokoknya dan harus diutamakan adalah BILLAH !. Sebab
kalau tidak begitu, kalau misalnya hanya merasa kurang sempurna begitu saja,
kamaa qoola ba'dul Arifiin :
رُؤْيَةُ التَّقْصِيْرِ
لاَتَخْلُوْ مِنَ الشِّرْكِ فِىْ التَّقْدِيْرِ
Merasa
kekurangan, merasa pepeko, merasa kurang ikhlas, merasa kurang
sempurna ibadahnya, itu tidak lepas dari “syirik”. Tidak ridlo terhadap qodar
Alloh. Itu bahayanya kalau hanya bidang LILLAH saja. Jadi kita harus
menempatkan segala sesuatu ditempatnya masing-masing!. Tempat syari’at, tempat haqiqot!.
Merasa malu, merasa kurang ikhlas
ibadahnya, kurang tepat, kurang,.... kurang, .... kurang ....., ini diperintah
oleh syari’at. Yaitu suatu adab.
Jadi mudahnya, kita harus ingat!. Ini bidang syari’at, saya harus merasa
malu, merasa kurang tepat dan sebagainya. Tapi disamping itu harus usaha sekuat
mungkin sehingga betul-betul ikhlas, betul-betul khusyu’ !. Tapi jangan sanpai
merasa sudah bisa ikhlas, sudah bisa khusyu’!. Harus merasa kurang kuat, dan
malu dan sebagainya tadi!. Tapi harus juga didasari LILLAH BILLAH !.
Jadi kembali lagi, “LAA ‘AMALA ARJA
LILQOBUULI MIN ‘AMALIN YA GHIIBU ‘ANKA SYUHUUDUHU WAYAHTAQIRU ‘INDAKA WUJUUDUHU”.
Tidak ada amal
ibadah yang lebih besar harapan diterima, dari pada amal yang tidak diaku dan
yang tidak diandalkan. “Tidak diaku”, artinya BILLAH. “Tidak diandalkan”, .....
apanya yang diandalkan, sebab tidak merasa punya amal!. Malah disamping itu,
disamping tidak merasa punya amal, dalam bidang syari’atnya merasa amalnya
morat-marit, tidak tepat. Mana boleh jadi barang yang morat-marit kok
diandalkan ?. Diandalkan atau dijagakan untuk wusul kepada Alloh atau sadar
atau untuk menghasilkan......., yah apa saja pokoknya!. Tapi ya itu tadi, dalam
bidang syari’at kita harus usaha sekuat mungkin !. Lebih-lebih soal wusul!.
وَالََّذِيْنَ
جَهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهٌمْ سُبُلََنَا
(Dan
orang-orang yang bersungguh-sungguh didalam menuju kepada-KU bermujahadah,
pasti AKU tunjukkan jalan-KU).
مَنْ لَيْسَ لَهُ
الْمُجَاهَدَةُ لَيْسَ لَهُ الْمُشَاهَدَةُ
(Barang siapa
yang tidak ada usaha yang sungguh-sungguh, tidak mujahadah, dia tidak akan
memperoleh musyahadah, syuhud, sadar kepada Alloh). Jadi dalam bidang syari’at,
kita harus usaha !. Tapi sekalipun bidang syari’at harus di dasari haqiqot!.
BILLAH!.
Dalam satu hal haqiqot itu sendiripun diperintah oleh syari’at. Begitu juga
haqiqot menghendaki adanya syari’at. Jadi saling menguatkan satu sama lain.
Istilah ban, seperti ban luar dan ban dalam. Ban luar saja tidak bisa dipaka
jalan, begitu juga hanya ban dalam saja tidak ada kekuatan.
Para hadirin hadirot, mari kita kembali kepada diri kita masing-masing!.
Ilmiah yang sudah kita miliki harus kita terapkan !. Dan harus terus dipelihara
dibina dan ditingkatkan !.
Ilmiah gampang dipelajari. Tapi jauuh lebih sukar pengetrapannya. Terutama
pengetrapan didalam hati. Pekerjaan hati seolah-olah gampang, tapi justru
sukar. Licin sekali!. Lap ingat sana, lap ingat sini, lap ganti acara ini,
ganti acara itu ......kelihatannya mudah, tapi prakteknya sukar. Tapi asal ada
perhatian, otomatis berbeda dengan yang tidak ada perhatian. Ibarat orang
mencangkul diladang, tentu berbeda hasilnya dengan yang hanya nongkrong saja.
Apa yang kita bahas tadi tidak hanya soal wusul atau kesadaran saja Tapi
segala soal-soal lahiriyah, seperti usaha atau bekerja juga harus begitu.
Lahiriyahnya kita harus giat, tapi batiniyah jangan sampai menjagakan atau
mengandalkan usaha itu!. Usaha dan hasil, itu dua bidang yang berbeda-beda.
Usaha adalah kewajiban kita mengisi bidang syari’at. Adapun hasil, adalah
ketentuan Tuhan. Dalam pandangan TAUHID, sebab dan akibat itu
tidak ada hubungan satu sama lain. Artinya, sebab itu sendiri tidak mutlak bisa
mewujudkan akibat. Sebab dan akibat, masing-masing langsung dicipta oleh
Alloh SWT. وَأَتَيْنَهَ مِنْ
كُلِّ شَْئٍ سَبَبَا ( الكهف ٥٨ )
(Dan AKU
menjadikan segala sesuatu dengan ada sebabnya). Jelas bahwa segala sesuatu
(akibat) dan sebab kedua-duanya adalah dicipta oleh Alloh SWT.
Jadi sebab hanya sebagai pertanda atau alamat akan wujudnya segala
sesuatu (akibat). Jadi sebab itu sendiri bukan sesuatu kekuatan yang
mutlak yang mampu mewujudkan segala sesuatu (akibat). Kedua-duanya sebab
dan akibat sama-sama dicipta oleh Alloh SWT. Jelasnya, Alloh Ta’ala
menciptakan segala sesuatu dengan menciptakan sekali sebabnya. Hasil panenan
padi misalnya. Alloh SWT menciptakan hasil panen yang baik dengan menciptakan
seoab-sebabnya yang baik pula. Tanah yang subur, pengolahan tanah yang baik,
obat yang baik, pupuk yang cukup, pembasmian hama yang merata dan manjur,
iklim yang baik, dan sebagainya dan
sebagainya.
Begitu seharusnya pandangan TAUHID kita !. Segala sesuatu secara langsung
dicipta oleh Alloh SWT, tanpa ada perantara. Oleh karena jika ada perantara
berarti Alloh SWT terhijab oleh perantara itu. Atau, berarti ada dua kekuasaan.
Kekuasaan Alloh Ta’ala dan kekuasaan perantara. atau dalam istilah tadi,
sebab tersebut. Dan ini sama sekali mustahil !. Tidak cocok dengan
kenyataan tauhid. Yah, sekalipun dalam percakapan sehari-hari sering diperkatakan
ini sebab itu, itu sebab ini, kalau tidak begini akibatnya begitu, dan
sebagainya dan sebagainya, tapi sekali lagi dalam pandangan TAUHID kita harus
berkeyakinan seperti diatas !. Yakni, segala sesuatu baik itu sebab maupun itu
akibat semuanya secara langsung berhubungan dengan Alloh Ta’ala tanpa ada
perantara apapun juga. Ini pandagan TAUHID kita harus begitu, artinya menyakini
sesuatu sebab itu yang menciptakan sesuatu, ini menyalahi tauhid, dan
bisa jadi ia keluar dari iman dan Islam tapi dia tidak merasa !. Berbahaya
sekali!.
Kita harus berhati-hati sekali !. Jika kurang perhatian lebih-lebih sama
sekali tidak ada perhatian, mungkin ia
keluar dari TAUHID, keluar dari iman dan Islam
sedangkan yang bersangkutan tidak merasa!. Segala sesuatu baik lahiriyah
batiniyah, semua langsung, langsung dicipta oleh Alloh SWT !. Adapun adanya
perantara baik lahiriyah maupun batiniyah itu, itu hanya sebagai pertanda atau
alamat. Api membakar sesuatu, bensin misalnya kena api, bel, menyala !. ini
hanya penglihatan lahir, pandangan materi. Sedangkan keadaan yang sesungguhnya,
hakekat yang sebenar-benarnya adalah Alloh SWT sendiri yang membuat nyala itu.
Api itu sendiri sama sekali tidak mempunyai daya atau kekuatan membakar. Begitu
hakekat yang sesungguhnya, yang sebenar benarnya !. Apa yang kelihatan lahir
ini hanya bayangan, hanya satu impian. Apa yang disabdakan Rosuulillahi saw:
النَّاسُ نِيَّامٌ
وَاِذَا مَاتُوا انْتَهَبُوا ( الحديث )
(Manusia
semuanya tidur, mimpi. Jika mereka sudah mati, terbangunlah mereka) Artinya
mereka akan tahu, akan melihat keadaan yang sebenar-benarnya. Orang yang
dalam keadaan mimpi, ketika mimpi itu seperti sungguh-sungguh terjadi. Padahal
yang sesungguhnya tidak apa-apa. Setelah bangun dari tidurya baru tahu bahwa
dia tadi hanya mimpi !. begitu juga apa yang kita lihat, kita rasakan hidup
didunia ini. Sesungguhnya ini semua hanyalah impian. Bukan keadaan yang
sesungguh-sungguhnya !. Baru setelah mati nanti, manusia bangun dari tidumya.
Baru tahu, baru melihat, baru merasakan keadaan yang sebenamya!. Jaauuh lebih
jelas lebih terang dari keadaan didalam mimpi diduna ini.
Maka dari itu kita jangan sampai tergelincir oleh “syaithonusy syakki, wa
kufri wasy-syirki”. Jangan sampai terpengaruh, jangan sampai tergelincir
tertipu oleh pengaruh dunia dan materi!.
Biar bagaimanapun seperti sungguh-sungguh
terjadi !. Biaar bagaimanapun tepatnya masuk akal fikiran. Biar
bagaimanapun tepatnya menurut perhitungan !. Kalau sampai tergelincir, kalau
sampai terpengaruh, beeraat sekali
akibatnya yang kita rasakan sesudah bangun dari tidur ini. Beeraat sekali
akibatnya nanti di alam kubur, di alam akhirot terutama para hadirin hadirot!
{ إِنَّمَا أَوْرَدَ
عَلَيْكَ الْوَارِدَ لِتَكُوْنَ بِهِ عَلَيْهِ وَارِدًا }
(Bahwasanya
Alloh Ta’ala mendatangkan kepadamu suatu “waarid”, agar supaya engkau datang
menuju kepada-NYA dengan ”waarid” itu).
WAARID adalah pengalaman-pengalaman batin berupa ilmu-ilmu dan nur cahaya
kesadaran yang datang kedalam hati sehingga hati menjadi bersih jernih dan
cemerlang sehingga dapat melihat yang haq itu haq, yang batil itu batil,
sehingga dapat mengetrapkan ikhlas, dapat ridlo, tawakkal dan sebagainya.
Sekalipun ada ini itu, tapi pandangannya tidak berubah, tetap ”KULLU SYAI - IN
HAALIKUN ILLA WAJHAHU”, WAARID”. Dalam bahasa jawa “krenteg” atau musiking ati.
Dalam bahasa Indonesia “gerak hati”. “INNAMAA AURODA ‘ALAIKAL-WAARIDA LITAKUUNA
BIHI ‘ALAIHI WAARIDAN”.
Setengah dari pada kasih sayangnya Alloh Ta’ala, Maha Lomannya Alloh Ta’ala
kepada hamba-NYA, yaitu hamba-NYA diberi “waarid”, yaitu sesuatu yang datang
kedalam hati. Artinya pemberian Alloh Ta’ala bangsa ruhani, bangsa pengalaman
batin, bangsa keyakinan, sehingga si hamba merasa ridlo, merasa ikhlas, merasa
tawakkal, merasa, merasa ..... Sadar, merasa ...... ini sungguh haq, itu
sungguh batal dan sebagainya. Musiking ati atau gerak hati. Gerak hati untuk
sabar, untuk ridlo, gerak hati merasa banyak dosanya, gerak hati untuk
bermujahadah, untuk ...... yah, amal-amal ibadah lain-lain. Ini semua maksudnya
supaya digunakan oleh sihamba itu untuk sowan menghadap, mendekatkan diri ke
hadirot Alloh SWT.
{أَوْرَدَ
عَلَيْكَ الْوَارِدَ لِيَتَسَلََّمَكَ مِنْ يَدِ اْلأَغْيَارِ وَيُحَرِّرُكَ مِنْ
رِقِّ اْلاءتْثَارِ}
(Alloh Ta’ala
mendatangkan kepadamu “waarid” tidak lain untuk menyelamatkan dirimu dari
cengkeraman pengaruh selainnya Alloh dan untuk membebaskan dirimu dari belenggu
pengaruh keinginan duniawi dan syahwat nafsu) Hanya “waarid” saja, “musiking ati” atau gerak hati saja,
ingin bertobat, ingin beramai ini itu ingin bermujahadah, hanya begitu saja,
tidak ada pelaksanaan dan pembinaan, ini
terkadang hanya sekejap begitu saja, hilang lenyap dari hati tanpa ada
bekas-bekas dan kesan. Tanpa menghasilkan buah dan kemajuan. Ini mungkin saja
terjadi, mungkin disebabkan adanya pengaruh-pengaruh syaithoniyah, pengaruh-pengaruh
nafsu, pengaruh situasi dan kondisi. Baik situasi luar maupun situasi dalam.
Itu adalah sifat Adil Tuhan. “LAA YUS-ALU ‘AMMA YAF’ALU”. Tuhan tidak bisa dituntut. Semua-semua adalah haq
Tuhan secara mutlak. Bebas berbuat apa saja terhadap hamba-NYA. Dalam hubungan
begini kita harus ridlo kepada Alloh SWT!. Kita harus ridlo kepada QODAR !.
Tuhan, adalah Tuhan kita !. Memiliki wewenang dan kekuasaan yang mutlak !. Kita
sebagai hamba yang lemah !. Senantiasa membutuhkan kepada Tuhan !. Membutuhkan
dalam segala bidang lahiriyah dan batiniyah dalam setiap saat. Tapi dalam
bidang ikhtiyar, kita harus usaha sekuat mungkin!. Usaha melaksanakan “waarid”
yang datang kepada kita !. Usaha mengadakan pembinaan sebaik mungkin !. “AURODA
‘ALAIKAL-WAARIDA LIYATASAL LAMAKA MIN YADIIL-AGHYAAR, AYUHARRIROKA MIN
RIQQIL -AATSAAR”.
Jika orang lebih baik, artinya lebih banyak pertolongan Tuhan kepadanya,
pertama digerakkan hatinya oleh Tuhan.
Diberi “waarid”. Digerakkan hatinya untuk berbuat baik , digerakkan hatinya
untuk sadar kepada Alloh, digerakkan hatinya untuk bertobat, untuk sowan
menghadap kehadirot-NYA. Dan selanjutnya pemberian ini terus dipelihara oleh
Tuhan. Terus sadar, tetap tidak terpengaruh oleh bujukan tidak terpengaruh oleh situasi dan Kondisi
yang bagaimanapun juga. Dia tetap dibina
dengan “waarid” sadar, bertobat, ridlo, tawakkal dan sebagainya. Tetap ......,
tetap .... yah, pokoknya tetap FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW!.
Para hadirin hadirot, maka dalam bidang ikhtiyar kita
harus usaha sekuat mungkin agar kita
tetap dibina dipelihara oleh Alloh. Tetap diberi “waarid” dan kemudian
menjalankan atau mengetrapkan apa yang menjadi krenteking ati, apa yang menjadi
hasrat hati. Tergerak hati ingin mujahadah, ingin sembahyang, ingin berpuasa sunnat,
ingin ......dalam bidang ikhtiyar harus kita usahakan untuk melaksanakan
keinginan-keinginan hati yang kedatangan “waarid” itu !. Tetapi kalau memang
situasi dan kondisi tidak memungkinkan .....
yah, kita harus ridho. Ridho kepada
qodlok qodar Alloh SWT !.
Ya mudah-mudahan para hadirin hadirot kita dikaruniai
“waarid” atau pengusikan yang sebanyak-banyaknya !. Pengusikan atau gerak hati
untuk
FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW. Amiin!. Dan mudah-mudahan terus
dipelihara oleh Alloh SWT sehingga kita bisa senantiasa terus FAFIRRUU ILALOHI
WA ROSUULIHI SAW min yauminaa haadha illaa yaumil qiyaamah !. Amiin!. Ada suatu
ucapan:
طُوْبَى لِمَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَكَثُرَ عَمَلُهُ
(Berbahagialah orang umurnya
panjang, dan amalnya banyak). Panjang usianya dan kesadarannya kepada Alloh SWT
banyak !. Ini lebih baik. Yah, apa saja kalau bisa ya yang banyak dan mentes berisi. Tapi kalau tidak bisa begitu,
yah biar sedikit asal mentes berisi. Kalau bisa ya kuwantitas ya kuwalitas.
Tapi kalau tidak bisa, lebih baik kuwantitas !. Ya mudah-mudahan para hadirin
hadirot, kita diberi yang banyak yang mentes semua !. Amiin !. Amiin !. Amiin
!.
“........... LIYATASALLAMAKA MIN YADIL AGHYAAR, WAYUHARRIROKA MIN RIQQIL
AATSAAR”.
.......mendapat usikan atau “waarid” lagi sehingga dia tidak terpengaruh
makhluq, oleh materi !. Oleh moril atau materiil !. Moril yang bejat moril yang
menjauhkan dari Alloh SWT !. Materi yang bejat pula !. Sebab moril dan materiil
itu mungkm ada dua macam. Moril yang bejat, yaitu yang disebut “demoralisasi”.
Moril yang menjauhkan diri dari Alloh SWT. Moril yang mengajak kealam binatang
buas!. Moril yang mengajak kepada alam syaithoniyah, rububiyah. Tapi disamping
itu juga ada moril yang mengajak FAFIRRUU ILALLOHIWA ROSUULIHI SAW !. Ini yang
harus kita usahakan, yang harus kita mohon !. Begitu juga materiil. Ada
materiil yang mengajak ke alam syaithoniyah, ke rububiyah !. Materi yang
mengajak kepada alam binatang !. Hanya nuruti keinginan nafsu !. Nafsu makan,
Nafsu minum, nafsu bekerja, nafsu .... sex dan lain-lain, pokoknya apa saja
yang hanya untuk memuaskan nafsu !. Tapi disamping itu ada juga materi yang
mengajak FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW !. Materi yang mengajak akhlaq baik
!. Ini yang harus kita usahakan !. Dunia ini seisinya, langit bumi seisinya,
semuanya diserahkan bulat-bulat oleh Alloh SWT kepada kita manusia, supaya kita
manusia menggunakanya moril maupun materiil itu untuk FAFIRRUU ILALLOHI WA
ROSUULIHI SAW !. Dan kita diberi kemampuan para hadirin hadirot !. Diberi
kemampuan untuk memilih antara moril dan materiil itu yang mengajak FAFIRRUU
ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW !. Sabda Rosuulillahi saw :
الّدُّنْيَا
مَزْرَعَةُ اْلاَخِرَةِ ( الحديث )
“AD-DUNIA MAZRO’ATUL AKHIROH” Dunia sebagai ladang atau sawah untuk tanaman
akhirot!. Tentunya yang dimaksudkan supaya kita memilih “mazro’ah al-hasanah”,
ladang dengan tanaman yang baik buat diakhirot. Tapi kalau salah urus, salah
trap, salah langkah, bukan “mazro’ah al-hasanah” melainkan “mazro’ah
assayyiah”!. Tanaman dengan hasil yang buruk diakhirot !. Buruk dalam arti
mencelakakan !. Itulah dunia yang disalah gunakan !. Yaitu dunia yang dikecam
didalam Al Qur’an. Dunia yang tidak digunakan untuk FAFIRRUU ILALLOHI WA
ROSUULIHI SAW, tapi untuk ..... yah, untuk nuruti nafsu !. Dikecam !. Sekalipun
hanya satu atom tetap dikecam !. Kita harus menghindari jauh-jauh sekalipun
hanya satu atom !.
Sebaliknya, dunia yang untuk FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW, makin
banyak makin baik !. Jadi tinggal kita manusia ini bagaimana menggunakannya !.
Mari para hadirin hadirot, kita lihat pribadi kita masing-masing !. Apakah
dunia kita ini moril atau materiil kita jadikan alat bunuh dirikah, atau untuk
FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW ?. Kita masing-masing yang menentukan, dan
mampu kita !. Untuk bunuh diri, untuk menjerumus, ..... mampu !.
Malah menjerumus lebih gampang !. Tapi juga mampu menggunakannya untuk FAFIRRUU
ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW!. Sekalipun agak lebih berat dari yang pertama tadi!.
Istilah orang kuno “munggah suwargo” dan “nyemplung nroko”. Istilah “munggah”
(naik) otomatis lebih sukar dari “nyemplung” (jatuh).
حُفَََّتِ
الْجَنَّةُ بِالمْـَكَارِهِ وَخُفَّتِ النَّارُ بِاالشَّهَوَاتِ
Syorga yang dikelilingi oleh soal-soal yang tidak menyenangkan, oleh
soal-soal yang membosankan. Sekalipun sebenarnya enak tapi tidak menyenangkan
dan membosankan. dan neraka dikelilingi
oleh soal-soal yang menyenangkan, soal-soal yang memuaskan bermacam-macam
syahwat kesenangan. Sekalipun mula-mula terasa berat, tapi karena menjadi
kesukaan dan kesenangan menjadi ringan dan senang !.
Jadi sekali lagi soal moril atau materiil harus kita usahakan untuk
FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW !. Dan makin banyak makin baik !. Tapi ya
bisa disalah gunakan, sekalipun hanya sedikit, lebih-lebih banyak .....sangat
mengancam !. Sekalipun seatom, sepeser, jika disalah gunakan terkecam !.
Terkecam !. Tapi jika tidak disalah gunakan, makin banyak makin baik !. Makin
SWT !. Ya mudah-mudahan para hadirin hadirot, kita diridhoi oleh Alloh SWT!.
Mudah-mudahan diberi manfaat yang sebanyak-banyaknya!.
Jadi kalau kita mendapat musiking ati kata
orang jawa, yaitu gerak hati : berbuat atau melakukan hal-hal yang baik,
harus terus usaha kita pelihara dan kita
tingkatkan terus !. Teruus untuk FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW !.
Ada suatu sya’ir:
لِكُلٍّ
اِلىَ سَأْوِى الْعُلىَ حَرَكاَتُ * وَلَكِنْ عَزِيْزٌ فِى الرِّجَالِ ثِباَتُ
Semua orang, atau sebagian besar, manusia mempunyai inisiatif atau
cita-cita luhur, yang diridhoi Tuhan, yang memberi manfaat sesama manusia. Tapi
sayangnya hanya lamunan belaka. Tidak sampai terwujud dalam pelaksanaan.
اَوْرَدَ
عَلَيْكَ الْوَارِدَ لِيَخْرِجَكَ مِنْ سِجْنٍ وُجُوْدِكَ إِلَى فَضَاءِ
شُهُوْدِكَ
Setengah daripada kasih sayang Tuhan lagi, orang diberi “waarid”, atau
pengalaman atau perasaan, sehingga dia dapat bebas dari imprialis nafsunya
“.......LIYUKHRIJAKA MIN SIJNI WUJUUDIKA ILAA FADLOOI SYUUHUDIKA”. Sehingga
bebas dari usaha “penjara wujudmu”. Atau dari “ananiyahmu” ........"ILAA
FADLOOI SYUHUUDIKA” ......... kepada lapangannya syuhud - kesadaranmu. Kesadaranmu
kepada Alloh SWT. Jadi ada orang yang diberi “waarid” atau usikan, lalu dia menjadi hilang
“ananiyahnya”. Ananiyah adalah penjara yang kejam, penjara yang serem, penjara
yang bengis !. Penjara atau imprialis, penjajah. Yang buuas sekali, yang paling
membahayakan.
Ya mudah-mudahan kita semua dikaruniai “waarid” seperti itu yang sebanyak-
banyaknya !.
“QOOLA BA’DHUHUM”. Berkata diantara orang-orang sholeh :
سِجْنُكَ
نَفْسُكَ اِذَا خَرَجْتَ مِنْهَا وَقَعْتَ فِى رَاحَةِ اْلاَبَدِ
Penjaramu adalah nafsumu !. Ananiyahmu istilah Wahidiyah !. Jika engkau
bisa keluar membebaskan diri dari “ananiyahmu”, engkau akan menduduki atau,
mengalami suasana kejembaran kebebasan kemerdekaan, kebahagiaan
selama-lamanya!.
Lha ini para hadirin hadirot, didalam Wahidiyah caranya membebaskar diri
dari imprialis atau penjara nafsu yaitu dengan BILLAH. Jika sudah mencapai
tingkat rasa BILLAH, otomatis ia sudah keluar sudah bebas dari cengkeraman
imprialis nafsu yang ganas dan kejam itu. Otomatis dia selalu ridlo kepada
Tuhan Sekalipun dalam keadaan mlarat, kekurangan atau kesukaran misalnya, dia
ridlo puas !. Puas dan gembira sebab yang memberi ujian itu Tuhannya Yang Maha
Kasih Sayang. Tidak mungkin Tuhan akan menjerumuskan atau menyesatkan diriku !.
Justru dari kasih sayang Tuhan kepadaku, maka aku dibuat-NYA begini. Otomatis
puas, gembira, tidak gelisah begini begitu !.
Ya mudah-mudahan kita dikaruniai bisa bebas dari imprialis nafsu, bebas
yang sesempurna-sempurnanya !. Amiin !.
Sekalipun orang yang mempunyai kekayaan yang berlimpah-limpah menempati
kedudukan dan jabatan yang bagaimanapun tingginya, jadi Presiden
sekalipun umpamanya, selama dia masih dikuasai oleh nafsunya, masih belum bebas
dari cengkeraman imprialis nafsunya, ........ Tetap dia tidak merasakan situasi
kebebasan dan kemerdekaan. Dia tetap senantiasa gelisah, senantiasa kuatir dan
takut senantiasa ribut ini dan itu. Selalu berbuat yang merugikan kepada ummat
dan masyarakat !. Sebab selalu mencari untung pribadi. Mencari kepuasan untuk
nafsunya!. Akhirnya awas nanti, jika sudah dicabut oleh Malaikat
Izro’il!.............!
Disini diberi penjelasan:
وَمُقْتَضَى
هَذَا التَّقْدِيْر أَنَّ الْوَارِدُ وَاحِدٌ وَثَمْرَتُهُ وَاحِدَةٌ وَهَى
الدُّخُوْلُ فِى حَضْرَةِ الرَّبِ وَيَصِحُّ اَنََّ الْمَعْنَى اَوْرَدَ عَلَيْكَ
الْوَارِدَ لِتَكُوْنَ بِهِ عَلَيْهِ وَارِدًا اَىْ مُقْبِلاً عَلَيْكَ
بِاْلاِشْتِغَالِ بِالطّاعَاتِ وَاَنْوَاعِ الْعِبَادَاتِ.
Mungkin yang dimaksud ”waarid” itu
hanya satu. Kemudian menyusul buahnya. Yaitu “waarid” kedua, ketiga dan
seterusnya. Ibarat pohon batangnya hanya satu. Kemudian timbul cabang-cabang
dan rantingnya. “waarid” kesatu misalnya berupa hasrat ingin mujahadah.
Kemudian terus timbul “waarid” kedua, makin kuat dan terus dijalankan
mujahadah. Sekalipun mungkin pada mulanya masih belum bebas dari pengaruh
nafsu, tapi karena datang teruuus “waarid” berupa kemauan yang keras, maka
lama-lama menjadi lebih baik. Mujahadahnya ikhlas “waarid ikhlas”. Dan teruuus,
menyusul lagi “waarid tekun dan bersungguh-sungguh”. Datang lagi “waarid
ridlo”, dan terus bertambah- tambah sehingga memperoleh “waarid kesadaran” atau
“waarid BILLAH” istilah Wahidiyah.
Menjadiiah dia sama sekali bebas dari imprialis nafsu !. Dan inipun masih
teruus meningkat lagi, seterusnya menjadi orang sempurna, orang-orang kaamil,
bahkan bisa menyempurnakan orang lain. Kamil-mukammil!. Menjadi orang yang
minal Waashiliin al Mushiliin, orang yang sadar kepada Alloh SWT dan dapat menyadarkan
orang lain. Ya mudah-mudahan para hadirin hadirot, kita dijadikan minal
Waashiliin al Mushiliin, wa minal waashilaat al Muushilaat !. Minal kaamiliin
al Mukammiliin wa minal kaamilat al Mukammilat!. Amiin !. Amiin !. Yaa Robbal
‘Alamiin !.
Para hadirin hadirot, disamping permohonan, disamping mudah-mudahan, kita
harus mengisi bidang yang sebanyak-banyaknya !. Kita harus usaha “YUKTI KULLA
DZII HAQQIN HAQQOH”!. Dan harus TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFA’U FAL
ANFA’!. Kita ya harus memperbanyak doa-doa permohonan, tapi juga harus giat
berusaha !. Mujahadah-Mujahadah harus kita tingkatkan, teruus, jangan
jemu-jemu!. Harus kita tlateni!. Mujahadah lahiriyah dan Mujahadah batiniyah !.
Mujahadah batiniyah yaitu mengatur hatinya senantiasa LILLAH BILLAH LIRROSUL
BIRROSUL dan sebagainya!. Senantiasa ikhlas, sabar, ridlo dan sebagainya !.
Pokoknya selalu ingat atau zikir kepada Alloh!. Lupa, kembali lagi, lupa,
kembali lagi dan seterusnya!. Senantiasa merasa berlarut-larut banyak dosa dan
terus bertobat !. Usaha lahiriyah antara lain memperbanyak Mujahadah-
mujahadah!. Mujahadah sendiri atau berjama’ah dan seterusnya. Begitu seharusnya
kita hidup didunia !. Selama didunia kita harus, harus “LI YAKBUDUUN !.
وَمَا
خَلَقْتُ الجِنَّ وَاْلاِنْسَ اِلاََّ لِيَعْبُدُوْنَ.
(Dan tiada AKU mencipta Jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdikan
diri kepada-KU).
Jadi “LI YAKBUDUUN” tidak hanya terbatas pada ketika sembahyang, puasa,
zakat, haji, tilawatul Qur’an, baca sholawat, menolong orang lain dan
sebagainya dan sebagainya, tapi seluruh gerak dan laku selama kita hidup ini,
selama bukan hal-hal yang tidak diridhoi
Alloh, harus kita laksanakan demi untuk “LI YAKBUDUUN”! Pokoknya didalam
mengisi segala bidang dalam kehidupan ini harus seratus persen untuk “LI
YAKBUDUUN” !. Kita tidak boleh waleh atau
!. Walehnya ya kalau sudah dicabut Izroil!. Ya mudah-mudahan para hadirin hadirot kita semua tidak jemu-jemu min
yauminaa haadza ilaa yaumil qiyaamah !. Malah makin teruuus meningkat!. Ilaa
yaumil Qiyaamah !. Amiin !. Amiin !. Amiin !.
Mudah-mudahan kita benar-benar diaku sebagai ummatnya Junjungan kita
Rosuulullohi saw !. Mudah-mudahan kita termasukyang dipanggil :
يَا
اَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِىْ اِلَى رَبِّكَ رَاضِيَةً
مَرْضِيَّةْ فَادْخُلِىْ فِىْ عِبَادِىْ وَادْخُلِىْ جَنَّتِىْ.
Amiin !. Amiin !. Amiin !. Yaa Robbal Alamiin !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar