AJARAN WAHIDIYAH

LILLAH Artinya : segala perbuatan apa saja lahir maupun batin, baik yang berhububungan dengan langsung kepada Alloh wa Rosulihi SAW maupun berhubungan dengan sesama makhluq, baik kedudukan hukumnya wajib, sunnah, atau mubah, asal bukan perbuatanyang merugikan yang tidak di ridloi Alloh, bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakanya supaya disertai niat beribadah mengabdikan diri kepada Alloh dengn ikhlas tanpa pamrih ! LILLAH TA’ALA baik pamri ukhrowi, lebih – lebih pamri duniawi

BILLAH : merasa dan menyadari bahwa segalanya termasuk gerak gerik kita, lahir batin, tenaga, pikiran dll adalah ciptaan ALLOH MAHA PENCIPTA !. yakni ''laa haula walaa quwwata illaa billaah '' tiada daya kekuatan melainkan karena Alloh SWT.

LIRROSUL Di samping niat Lillah seperti di muka, supaya juga di sertai dengan niat LIRROSUL, yaitu niat mengikuti tuntunan Rosulullooh SAW

BIRROSUL Penerapannya seperti BILLAH keterangan di muka, akan tetapi tidak mutlak. Dan menyeluruh seperti BILLAH, melainkan terbatas dalam soal – soal yang tidak dilarang oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Jadi dalam segala hal apapun, segala gerak – gerik kita lahir batin, asal bukan hal yang dilarang, oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Disamping sadar Billah kita supaya merasa bahwa semuanya itu mendapat jasa dari Rosulullooh SAW ( BIRROSUL )

YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH

Memenuhi segala macam kewajiban yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya tanpa menuntut hak .mengutamakan kewajiban dari pada menuntut hak .contoh ;suami harus memenuhi kewajibannya terhadap sang isteri ,tanpa menuntut haknya dari sang isteri .dan isteri harus memenuhi kewajibannya terhadap suami,tanpa menuntut haknya dari sang suami .anak harus memenuhi kewajibannya kepada orang tua , tanpa menuntut haknya dari orang tua .dan orang tua supaya memenuhi kewaqjibannya terhadap anak, tanpa menuntut haknya dari si anak .dan sebagainya .sudah barang tentu jika kewajiban di penuhi dengan baik, maka apa yang menjadi haknya akan datang dengan sendirinya tanpa di minta .

TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFAH’ FAL ANFA’

Mendahulukan yang paling penting , kemudian yang paling besar manfaatnya . jika ada dua macam kewajiban atau lebih dalam waktu yang bersamaan dimana kita tidak mungkin dapat mengerjakannya ,bersama sama ,maka harus kita pilih yang paling aham ,paling penting kita kerjakan lebih dahulu . jika sama sama pentingnya ,kita ,pilih yang lebih besar manfaatnya

Selasa, 18 Desember 2012

al waasiluun wassaairuun -al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah


ِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ الرَّحِيْمِ
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ الْوَصِلُوْنَ اِلَيْهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ السَّائِرُوْنَ اِلَيْهِ

Ini diambil dari Qur'an (Surat At-Tholaq ayat 7 lengkapnya seperti di bawah ini).

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ لِيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ الله ُ ,لاَيُكَلِّفُ الله ُ نَفْسًا اِلَّامَا آتَاهَا سَيَجْعَلً الله ُ بَعْدَعُسْرٍ يُسْرًا .الطلاق:٧

(Orang yang mampu hendaknya mem9beri nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya, Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sepadan dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesukaran".

Jadi maksudnya, kalau dikaruniai rizki yang jembar supaya didalam menafkahkan kepada keluarga dan amal-amal kebaikan lain-lain supaya juga lebih banyak, seimbang dengan banyak kaya rizki yang diperolehnya. Dus kemampuan, banyak ya banyak, sedikit ya sedikit.
Disini Mushonnef atau mengartikan dengan istilah yang pertama "AL WAASILUUNA  ILAIHI dan yang kedua “AS-SAAIRUUNA ILAIHI”. Maksudnya orang mempunyai banyak, kejembaran dan keleluasaan dan keringanan mengeluarkan infaq dari apa yang telah diperolehnya adalah orang yang sudah wushul-sadar kepada Allah SWT. Orang yang mempunyai kemampuan banyak soal batiniyah adalah orang yang wusul kepada Allah Ta'ala.

أَىْاِشَارَةُ اِلَى حَالِ الْوَاصِلَيْنِ اِلَيْهِ تَعَالَى:فَإِنَّهُمْ لِمَا خَرَجُوْا مِنْ سِجْنِ رُؤْيَةِ الاَغْيَارِ اِلى قَضَاءِ التَّوْحِيْدِ وَكَمَالِ اْلاِسْتِبْصَارِ اِتَّسَعَتْ مَسَافَةُ نَظْرِهِمْ وَاُفِيْضَ عَلَيْهِمْ عُلُوْمٌ وَاَسْرَارٌ الْهِيَةٌ فَصَارُوْا يَمُدُّوْنَ الْغَيْرَ وَيَتَصَرَفُوْنَ فِى عَوَالِمِهِمْ الْبَطِنَةِ كَيْفَ شَاءُوْا

Orang-orang yang wusul sadar kepada Allah SWT oleh karena mereka sudah bebas dari imperialis nafsunya, bebas dari imperialis makhluk, bebas karena mereka sudah terjun dalam lautan Tauhid, dan sudah melek, otomatis menjadi luas pandangannya. Pandangannya luas, bebas, tidak terpengaruh. Mereka terus mendapat sorotan bermacam-macam ilmu dan berbagai rahasia Tuhan. Maka mereka dapat menolong orang lain untuk membebaskan diri dari imperialis nafsu, untuk menjadi orang yang sadar kepada Allah SWT. Dan mereka mampu menguasai alam batin mereka sendiri, dan alam batin orang lain.

Alam batin yaitu sifat-sifatnya hati atau nafsu. Itu alam batin. Alam batin itu ada yang kasar ada yang halus. Umpamanya “ingin makan” itu juga alam batin. Keinginan itu tumbuh dari jiwa sesudah terpengaruh oleh keadaan fisik   situasi luar. Jadi ingin, ingin ini, ingin itu, dinamakan “alam batin”. Ingin dihormati atau rasa dendam dan lain sebagainya. Orang sadar kepada Allah SWT menguasai alam batinya yang negatif,  diarahkan yang dapat di ridloi oleh Allah SWT ,sehingga alam batin yang merugikan menjadi menguntungkan dan mereka dapat mengusai alam batin orang lain. Artinya dapat mengarah alam batin.
 
orang lain yang negatif  menjadi positif, menjadi bebas dari imperialis nafsu dan mereka orang sadar kepada Allah SWT. Mudahnya, dapat mengarahkan orang lain menjadi orang-orang sadar kepada Allah SWT. Alam batin negatif dari orang lain misaInya akhlaq yang bejat, dapat dirubah menjadi alam batin yang positif, sehingga orang tersebut menjadi orang yang baik yang berakhlaquI karimah dan sadar kepada Allah SWT.

Jadi oleh karena mereka mempunyai kemampuan yang luas, juga sewajarnya kemampuan yang luas. itu harus digunakan yang semestinya. Sebab kemampuan itu adalah nikmat dari Allah SWT. Apabila nikmat tidak digunakan semestinya berarti tidak mensyukuri nikmat. Dan siapa yang tidak mensyukuri nikmat otomatis terkecam dan harus bertanggung jawab.

Sayydinaa Ali pernah ditanya “Adakah keistimewaan-keistimewaan yang diberikan Rosululloh SAW kepada Tuan yang khusus ?”. Jawabnya : di dalam Qur'an atau Hadits hanya beberapa masalah saja. Tapi yang tidak putus-putus yaitu : ”TANAZZUUL, BATINI”, kitabulloh AI-batin. Dus ilmu yang dhohiri itu. terbatas sekali kata Sayyidinaa Ali karomallohu wajhahu. Prinsip-prinsipnya atau pokok-pokoknya ada di Qur’an atau Hadits. Tapi yang diterima Sayyidinaa Ali yang terutama, yaitu “FUYUUDLUN ROBBANIYAH”. Yaitu pancaran-pancaran Ilahi yang senantiasa memancar kepada beliau, karena beliau memang senantiasa mengusahakan soal itu senantiasa menaruh perhatian dengan sekuat  kuatnya. Sehingga  dikaruniai  kemampuan  yang  banyak.

Para hadirin hadirot, pancaran Ilahi atau fadlol Ilahi terus senantiasa memancar kepada umat manusia kepada kita. Adanya kita tidak menerima atau tidak merasa menerima itu adalah karena kita buntu sendiri. Kita buntu dengan nafsu kita sendiri. Pancaran Ilahi atau fadlol Ilahi fadlolnya Allah SWT senantiasa memancar kepada kita kepada umat manusia. Tiap detik kalau manusia mau membuka sendiri pintunya lebar-lebar, otomatis senantiasa menerimanya yang sebanyak-banyaknya. Tapi kalau “pintu” manusia ditutup, otomatis pancaran itu tidak bisa masuk, sebab ditutup. Seperti halnya matahari. Sinar matahari terus memancar memadangi. Kalau kita berada di tempat panasan. Tapi kalau kita berteduh atau ngiyup, otomatis tidak bisa mendapat pancaran sinar matahari atau rembulan atau lainnya. Begitu juga fadloInya Allah SWT senantiasa memancar kepada manusia. Adapun manusia kok tidak menerima fadlol, itu karena manusia itu sendiri. Kita semua juga senantiasa kepancaran fadlolnya Allah SWT setiap detik. Dan malah dari segala tempat, segala segi segala jurusan segala bidang. Dari kanan dari kiri dari depan dari belakang dari samping dari atas dari bawah dari dalam jauh lebih terang pancarannya. Tapi sekalipun begitu kalau pintu hati kita ini kita tutup, otomatis tidak bisa masuk itu pancaran. Sekalipun pancaran itu sudah di dalam. Lha ini kita masing-masing yang mengerti apakah kita tutup atau kita buka itu terserah kita masing-masing Para hadirin hadirot. Mestinya kalau kita buka, maka kita mendapat pancara-pancaran. Kalau kita mendapat pancaran-pancaran otomatis kita selalu sadar kepada Allah SWT terutama. Senantiasa bukannya dikuasai oleh imperialisme nafsu, tapi malah dapat menguasai imperialis nafsu. Bukannya kita dapat terpengaruh oleh luar, tapi malah dapat mempengaruhi pada luar. Bukannya kita terpengaruh oleh orang luar misaInya, melainkan orang lain itu dapat kita pengaruhi, kita arahkan. Lha ini tinggal terserah kepada kita masing-masing. Dan kita mampu untuk itu. Jangankan kita sekarang, misaInya dikuasai oleh imperialis kita sendiri, tapi kita mampu untuk membalik untuk menguasai imperialis nafsu. Sekarang dikuasai nafsu, tapi kita ada kemampuan untuk menguasai nafsu. Sekalipun kita selalu terpengaruh oleh luar, keadaan luar, tapi kita mampu usaha, sehingga kita malah dapat mempengaruhi atau mengarahkan keadaaan luar. Lha ini tinggal kita mau atau tidak Para hadirin, hadirot !

“WAMAN QUDIRO ‘ALAIHI RIZQUHU AS-SAAIRUUNA ILAIHI”


Yang dimaksud dalam Al-Qur’an “Waman ‘alaihi rizquhu falyunfiq mimmaaa ataahullohu …”, asalnya soal harta benda, soal rumah tangga terutama jadi yang di mukhotobi, yang di dawuhi ini otomatis kepada rumah tangga. Pada waktu kejemberan ya jangan terlalu ngirit, tapi dalam keadaan sempit,…. Ya seadanya tapi yang di maksud disini sebagai isyarat, yang di maksud “Orang sempit” ialah mereka yang masih dipengaruhi oleh lahiriyah oleh imperialisme nafsunya terutama. Sekalipun masih dikuasai oleh imperialisme nafsunya. Tapi kalau masih ada kemampuan harus di samping usaha supaya bebas dari imperialisme nafsunya juga supaya saudara lain yang harus di tolong supaya sedapatnya mungkin di tolong sekalipun terbatas otomatis orang  yang masih di kuasai oleh imperialisme nafsunya terbatas dan pandanganya paling-paling hanya berdasarkan perhitungan itu pada umunya tepat tapi jauh kalau di banding dengan alam ghoibiyah alam fuyuudlotiyah.

اِهْتَدَى الرَّاحِلُوْنَ اِلَيْهِ بِاَنْوَارِ التَّوَاجُّهِ وَ الْوَاصِلُوْنَ لَهُمْ اَنْوَارُ الْمُوَاجَهَةِ

Mereka orang yang sedang berjuang untak sadar kepda Allah SWT harus memiliki yaitu  “lampu tawajjuh”. Dimar  tawwajuh atau cahaya tawajjuh, atau Mujahadah Orang yang sedang berjuang untuk sadar kepada Alloh SWT harus berusaha dengan tawajjuh. Memperbanyak mungkin soal Mujahadah, soal-soal yang memperdekat hubungan kepada Allah SWT. Sebab ingin sadar kepada Allah SWT kok tidak usaha, ... itu mana mungkin  ibaratnya seorang petani tidak mau nggaru, mluku, mengejakan sawahnya pokoknya kok mengharapkan panen, itu tidak mungkin jadi atau orang ingin kaya tidak mau bekerja dan memenuhi syarat-syarat atau cara-caranya menjadi kaya, itu tidak mungkin terjadi. Begitu juga orang ingin sadar kepada Allah SWT harus juga usaha, yang di sini disebut dengan “ANWARUUT-TAWAJJUH. Mujahadah pokoknya istilah Wahidiyah. Memperbanyak Mujahadah dan berdepe-depe kehadirat Allah SWT dan hatinya selalu disetir. lbarat anak yang belajar naik sepeda, hati-hati jatuh bangun, jatuh bangun lagi dan seterusnya selalu usaha begitu. Kalau tidak mau begitu ya tidak jadi bisa naik sepeda. Begitu juga menuju kesadaran. Hatinya harus senantiasa terus dilatih. Lupa kembali lagi, lupa kembali dan seterusnya, disamping Mujahadah. Siapa yang mau begitu, ya Mujahadah ya melatih hatinya, insya Allah berhasil.

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا. العكبوت : ٦٩

“Dan orang-orang banyak yang mau sungguh-sungguh menuju kepadaKU, pasti AKU tunjukkan jalan-KU”.

Siapa yang sungguh-sungguh di dalam usaha, pasti ditolong ditunjukkan oleh.Allah SWT.

Tapi “WAL WAASILUUNA LAHUM AN WAARUL MUWAAJAHAH”. Orang yang sudah sadar kepada Allah SWT itu menguasai “Cahaya muwaajahah" memiliki “nur muwaajahah”. Atau sadar kepada Allah SWT. Atau syuhud kepada Allah SWT. Atau ma’rifat kepada Allah SWT. Dus golongan yang pertama tadi sebabnya wusul dengan Mujahadah atau tawajjuh menghadap yaitu dengan memperbanyak Mujahadah, memperbanyak amal-amal ubudiyah lainnya. Tapi bagi mereka golongan “waasiluun” sudah sadar kepada Allah SWT memiliki Nur Cahaya Muwajahah. Atau sudah Muwajahah.

“Anwaarut-tawajjuh” dan “anwarul-muwajahah” menurut mereka yang belajar tata bahasa arab dinamakan “min idloofatil bayaaniyah”. Yang dimaksud Nur" ya tawajjuh atau Muwajahah itu. Insya Allah ini win baabil-majaz. Tawajjul kok disebut “nur”, ini kata-kata Majazi. Artinya sebabnya mereka memperoleb hidayah ialah memperbanyak “tawajjuh”. Mujahadah, Mujahadah lahiriyah dan batiniyah. Adapun mereka yang sudah. waasil, sudah sadar kepada Allah SWT, itu sudah, sudah muwajjahah.
{فَالاَوَّلُوْنَ لِْلاَنْوَارِ وَهَؤُلاَءِ اْلاَنْوَارِ لَهُمْ}

Oleh karena golongan yang pertama tadi sebabnya memperoleh ridlo dari Allah SWT sebab lantaran Mujahadahnya, ini berarti mereka itu masih dikuasai oleh  “Mujahadah”. Masih menjagakan Mujahadahnya artinya. Kalau saya tidak mempeng Mujahadah, tidak bisa hasil begini begitu. Lha yang begini ini yang namanya masih menjagakan Mujahadahnya. Tapi bagi mereka yang sudah wusul kepada Allah SWT mereka tidak menjaga kan atau mengandalkan Mujahadah mereka. Ini tidak berarti bahwa orang yang sudah wusul kepada Allah SWT itu tidak perlu Mujahadah, bukan begitu. Mereka ber-Mujahadah semata-mata LILLAH dan merasa BILLAH. Jadi tidak menjagakan Mujahadahnya atau ibadah-ibadahnya. Sedangkan golongan pertama tadi, yaitu mereka yang belum sadar, senantiasa menjagakan ibadahnya. “Kalau aku tidak mempeng... celaka”. “Kalau aku mau mempeng, menjadi bahagia”. Lha begini ini yang namanya menjagakan ibadah. Lain haInya dengan mereka yang sudah sadar. Sekalipun mereka kelihatan mempeng Mujahadah atau awal amal ibadah lain, mereka tidak mempunyai perasaan seperti itu. Semata-mata mereka hanya mengabdikan diri kepada Tuhan. Dan menjagakan hanya kepada Tuhan. Yakin dan khusnudzon bahwa Tuhan pasti … ‘FAL AWALUUNA LIL-ANWAAR. Lha ini diantara kita bagaimana, terserah kita masing -masing. Tapi sekalipun sudah sadar, seyogyanya harus kita akui bahwa kita ini belum sadar. Atau saya ini jauh dari pada sadar. Harus begitu, kalau orang merasa sadar, berarti belum sadar. Sebab orang merasa sadar, ini otomatis diakui. Tidak BILLAH. Kalau mengaku BILLAH ini belum sadar namanya. BILLAH tapi diakui. Jadi harus selalu ada saringan, harus selalu instropeksi. Mawas diri ! Saya ini sudah BILLAH senantiasa itu, justru merasa BILLAH ini tidak BILLAH senantiasa. Jadi jangan sampai segan-segan menaruh perhatian untuk senantiasa mengoreksi “Aku sudah LILLAH misalnya, “Aku sudah BILLAH, kalau ini ada rasa di dalam hati, dan terkadang “rasa” itu tidak terasa. tidak dapat diraba terkadang, kalau seperti itu namanya belum sungguh-sungguh BILLAH.
Dus mudahnya, jangan sampai bosan-bosan senantiasa mengadakan koreksi pada gerak dan rasa hati. Dikoreksi BILLAH dan tidaknya terutama. Begitu juga LILLAH harus juga dikoreksi !. Jangan sampai menggampangkan sudah anu sudah anu harus terus kita perhatikan. Harus terus senantiasa kita saring, sekalipun sudah jernih umpamanya. “Alhamdulillah sekarang sudah jernih” misalnya. Ini harus terus disaring, apakah sudab sungguh sungguh jernih muluskah atau alhamdulillahnya itu imitasikah. “Apakah alhamdulillah” yang sungguh-sungguh BILLAH. Ini juga masib teka teki.

            Sedangkan Nabi Yusuf Alaihis salam, seorang nabi yang ma'sum yang dijaga oleh Allah SWT, tapi senantiasa mawas diri (dengan kata-kata di dalam al-qur'an surat Yusuf ayat 53).

وَمَا اُبْرِّئُ نَفْسِى اِنَّ النَّفْسَ َلأَمَّارَةٌ بِاسُّوْءٍ .يوسف: ٥٣

‘'Saya tidak jemu-jemu mengoreksi nafsu, karena nafsu selalu mengajak kepada hal-hal yang negatif”.

            Itu sedang Nabi begitu. Lebih-lebih selain nabi sekalipun bagaimana tetap bukan nabi dan justru itu jauh dari pada nabi. Mestinya kalau nabi pernyataannya begitu, seharusnya kita jauh lebih dari pernyataan Nabi Yusuf Alaihis salam itu ! terserah kita masing-masing bagaimana !

            Ya mudah-mudahan para hadirin hadirot  kita memperoleh fadlonya Allah SWT yang sebanyak-banyaknya. Tarbiyah Rosulillahi SAW. Dan Ghouts Hadzaz Zaman wa saairi ahbaabillaahi rodliyallohu ta’ala anhum ! yang sebanyak-sebanyaknya ! Amiin !.

{ وَهَؤُلاَءِ اْلاَنْوَارِ لَهُمْ  ِلأَنَّهُمْ  ِللهِ لاَ لِشَـْئ ٍدُوْنَهُ,قُلْ الله ِثُمَّ ذَرْهُمْ فىِخَوْضِِهِمْ يَلْعَبُوْنَ }

Yang pertama tadi, karena belum sadar otomatis masib dikuasai oleh “maa siwalloh”, apa-apa selain Allah SWT. Dikuasai oleh Mujahadahnya. Terpengaruh, sehingga menjagakan mengandalkan Mujahadahnya. Orang begini kalau tidak bisa Mujahadah lalu putus asa. Kalau tidak bisa melakukan menjadi putus  asa, tapi kalau bisa melakukan lalu menjagakan ini otomatis. Tapi orang yang sadar kepada Allah SWT pada ketika dia bisa mempeng dia tidak menjagakan kemempengannya. Dan ketika tidak bisa melakukan amal-amal itu atau Mujahadah dia tidak putus asa. Tetap menghadang fadlolnya Allah SWT. Mereka memiliki dan dapat menguasai “NUR” atau cahaya. Artinya tidak terpengarub oleb Mujahadahnya, oleh riyadlohnya, oleh ibadahnya, oleh ... perjuagannya, oleh jasanya. Sama sekali mereka tidak terpengaruh oleh soal-soal tersebut. melainkan hanya terpengaruh oleh Allah SWT. Yang dapat  miliki dan menguasai mereka hanya Alloh SWT. “LIANNAHUM LILLAH LAA LISYAI’IN DUUNAHU”. Karena mereka hanya semata-mata LILLAH Lain tidak.

            “QUL LILLAH…” ini asalnya “QULLILLAHU….” Kalam mereka bertanya begini begitu, “qulillahu”, katakanlah “Allah” “MAN KHOLAQOSSAMAAWAATI atau MAN ROBBUSSAMAAWAATI WAL ARDLO umpamanya, “QULILLAHU selanjutnya dawuh “TSUMMA. DRARRUM FII KHOUDLIRIM YAL UBUUNA” ini makna tafsir .yang dimaksud “mereka” yaitu orang-orang musyirik kalau orang-orang musyrik itu Tanya begini begitu, biarkanlah mereka mabuk di dalam alam  materi kebendaan
           
            tapi yang dimaksud di sini ,

{قُلِ اللهُ} أَىْ تَوَجَّهُ اِلَيْهِ وَلاَ تَمِلْ اِلَى اَنْوَارِ وَلاَغَيْرَهَا

Artinya : “Tawajjuhlah, madeplah hanya kepada Allah SWT melulu, dan jangan condong, jangan terpengaruh oleh Nur atau lainnya”. Jangan takut kepada nur, jangan takut terhadap gelap, jangan ingin nikmat dunia, lebih-lebih nikmat akhirat !. Jangan takut bahaya dunia lebih-lebih atau bahaya  akhirat !. Melainkan hanya kepada Tuhan saja !. Ini tidak berarti kita tidak boleh, berkeinginan atau takut bahaya !, melainkan keinginan kita pada nikmat atau takut kita pada bahaya itu harus kita dasari LILLAH !. Jadi sesungguhnya bukan ingin kepada suatu benda itu, tapi ingin kita itu karena LILLAH, diperintah supaya ingin. Begitu juga takut akan bahaya atau siksa. Takutnya itu karena diperintah takut. Boleh dikatakan andai kata tidak diperintah ingin atau diperintah takut, tentu tidak ingin dan tidak takut.

            Jadi sekali lagi, di dalam apa saja mereka orang-orang yang sadar lakukan, senantiasa didasari LILLAH Didasari diperintah”. Mari kita masing-masing koreksi diri kita. Apakah kita sudah dapat mengecakkan dengan sesungguhnya  LILLAH dan BILLAH itu ? Mari kita senantiasa ambil perhatian !.

            Para hadirin hadirot, yah! kita sering mengatakan atau ngedoki mengakui berlarut-larut, ini ya sudah baru, tapi yang lebih baik harus ... tunjuk hidung. Ya sudah baik kita mengakui berlarut-larut menJadi sumber kedzoliman, sumber dari segala dosa dan sebagainya. Tapi, kalau tidak tunjuk hidung secara mendetail, ini masih gampang kabur, kita harus ... apa, ... apa, ... apa.... apa,..'. apa kesalahan saya, apa dosa saya, ... harus kita usahakan mendetail. Sehingga kita tahu betul-betul bahwa keadaan kita ini betul-betul negatif !. jadi jangan hanya secara global atau bongkokan, wah saya selalu berlarut-larut, banyak dosa begini begitu, dosa saya besar semua, kalau masih hanya begini pengakuan, harus di tingkatkan ! sehingga betul-betul njlimet.


فَإِفْرَادُ التَّوْحِيْدِ بَعْدَ فَنَآء ِالاَغْيَارِ هُوَ حَقُ الْيَقِيْنَ وَرُؤْيَةُ مَا سِوَى اللهِ حَوْضٌ وَلَعِبٌ وَذالِكَ مِنْ صِفَاتِ الْمَحْجُوْ بِيْنَ

Meng-Esakan Tuhan, men-Tauhidkan... Allah SWT disamping yaitu memfanakkan, menghapus makhluk atau ....Sesungguhnya otomatis kalau meng-Esakan Tuhan otomatis benar-benar makhluk. Kalau memandang Tuhan dengan seratus persen, otomatis makhluk tidak ada. Sebaliknya kalau memandang makhluk otomatis Tuhan tidak ada tidak kelihatan oleh mata hatinya orang yang tidak sadar. kalau hanya Allah SWT tok., otomatis lainnya tidak ada. Memandang hanya Allah SWT tok, itu di sini dikatakan HAQQUL-YAQIN. Haqqul-yaqin. Lha kita sudah HaqquI -yaqin atau belum, itu terserah kita masing-masing !.

“WA RUKYATU MAA SIWALLOH KHOUDUN WALA’IBUN”. Memandang atau terpengaruh oleh makhluk, oleh benda termasuk badannya sendiri. Ini dinamakan “khoudun wa Ia'ibun” hanya dolanan, main-main, hanya omong kosong. Dan ini setengah dari pada sifat yang terkecam !. Orang yang tidak sadar otomatis senantiasa begitu, senantiasa... terkecam. Pokoknya hanya Allah SWT saja yang tidak terkecam. Atau segala sesuatu yang bersangkutan dengan Allah SWT, umpamanya yaitu tadi, didasari LILLAH BILLAH otomatis segala sesuatu yang bersangkutan sekalipun soal wahidiyah, kalau didasari LILLAH BILLAH otomatis menjadi soal Tauhid Sebaliknya sekalipun soal abudiyyah lebih-lebih soal duniawiyah halau tidak didasari LILLAH BILLAH atau pengabdian diri dan taubat, otomatis akan membawa akibat merugikan ! Sekalipun soal-Amal kalau dihubungkan dengan pengabdian diri kepada Allah SWT. Dan didasari tauhid, lebih-lehih soal akhirat, ya otomatis diridloi Allah. SWT. Soal ini Para hadirin- hadirot, pertu adanya peningkatan dan penyempurnaan yang sebaik-baiknya !. Dalam segala bidang. Bidang pemeliharaan, barang peningkatan dan bidang kita di dalam penyiaran, lahiriyah dan batiniyah.

{تَشَوُّفُكَ اِلىَ مَا بَطَنَ فِيْكَ مِنَ الْعُيُوْبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوُّفِكَ اِلَى مَا حُجِبَ عَنْكَ مِنَ الْعُيُوْبِ}

Di sini diperingatkan, keinginanmu, brontomu kepada mengetahui soal-soal negatif yang ada di dalam dirimu, itu lebih baik dari pada keinginanmu untuk mengetahui barang-barang yang ghoib. “Weruh sakdurunge winarah” tahu apa yang akan terjadi. Ini masih lebih baik lagi yaitu usaha mengetahui keburukan-keburukan yang ada di dalam dirinya. Tahu dan menyadari bahwa dirinya senantiasa ujub, senantiasa riya’, senantiasa takabur senantiasa LINNAFSI BINNAFSI... Senantiasa pamrih, yang harus selalu dicari !. Diselidiki ! kalau sudah ketemu harus di,...dihapus ! Yah dalam ucapan kelihatannya mudah, tapi kalau tidak ada perhatian dalam prakteknya, ... yah pokoknya harus ada perhatian yang sebanyak-banyaknya.

       Dus otomatis orang kalau tidak LILLAH BILLAH selalu ... selalu negatif !. Cukul nafsunya ! Senantiasa riya'. Sekalipun tidak melakulcan perbuatan atau beramal. Malah terkadang tidak merasa bahwa akhlaknya bejat. Tentu saja bejatnya akhlak itu bertingkat-tingkat. Ada yang parah ada yang tidak otomatis. Lha, ini harus selalu dikoreksi. Buruknya, negatifnya apa, harus selalu dicari Kalau tidak tahu harus disadari bahwa dirinya, mata hatinya buta. Harus diusahakan penyembuhannya. Sehingga sembuh dari penyakit buta, sehingga dapat mengetahui negatif atau keburukannya ! Ingin dihormat, ingin dimulyakan dan lain-lain. Ini semua harus diselidiki, diusahakan mengetahui dan menyadarinya, kalau sudah ketemu harus digempur disembuhkan dari penyakit-penyakit hati seperti itu.

            Tapi, kalau soal ghoib, tahu sebelum terjadi “weruh sakdurungi winarah”, tahu hatinya orang lain, tahuhal-hal yang akan datang, ini tidak menjadi keharusan. Malah bisa mcrugikan, dan disalahgunakan. Kalau memang diparingi tahu, harus di manfaatkan, tetapi awas dapat disalahgunakan. Yaitu  kalau tidak tepat “kalau tidak  dimanfaatkan pasti disalahgunakan” ! Disalahgunakan untuk-takabbur, untuk lain-lain keuntungan nafsu, malah kemungkinan besar atau otomatis merugikan kepada orang lain.

            Soal tersebut di atas, yaitu menggali menyelidiki sifat-sifat yang  buruk tidak bisa
إِلاَ عَلَى يَدِ شَيْخٍ كَامَلٍ نَاصِحٍ

 
... kecuali di bawah asuhan seseorang Guru Mursyid yang Kaamil yang memberi nasehat-nasehat. Itu pada umumnya. Lha dalam Wahidiyah insya Allah asal Mujahadah-Mujahadah dipergiat, disamping terus melatih hati, insya Allah akan ada kemajuan. Ya mudah-mudahan Para hadirin hadirot, kita semua dikaruniai fadlol oleh Allah SWT, syafa'at tarbiyah dam barokah karomah dari Rosululloh SAW. Ghoutsi Hadzaz Zaman wa A’waanihi wa saairi Ahbaabillahi rodiyatullohu Ta’ala’anhum yang sebanyak-banyaknya !. Amin !.
           
            Dus yang harus diperhatikan, yaitu orang harus usaha menghilangkan akhlaknya hati yang bejat itu. Takabur, riya’ ujub dan lain-lain, akhlak-akhlak yang buruk yang berhubungan dengan Allah SWT maupun nyang berhubungan dengan sesama manusia dan makhluk, juga yang berhubungan dengan dirinya sendiri, ini yang harus, ini yang harus dicari dan diteliti ! kalau sudah ketemu harus dihapuskan harus dibuang, sedapat mungkin. Dan kalau memiliki akhlak yang baik, harus dipupuk. Dalam istilah LILLAH BILLAH, kalau tidak LILLAH BILLAH, harus dicari sebab atau sumbernya dan terus diganti LILLAH BILLAH ! sebab, otomatis kalau tidak LILLLAH BILLAH-LINAFSI BINAFSI  dan kalau tidak LINNAFSI BINAFSILILLAH BILLAH.

            Sekarang yang menjadi persoalan adalah saya ini sudah LILLAH BILLAH sungguh-sungguhkan atau baru imitasi  Harus selalu ada koreksi. Otomatis kalau LILLAH BILLAH imitasi, masih banyak ujub riya' takabburnya. Perlu sekali selalu dikoreksi
كُنْ طَالِبَ اْلاِ سْتِقَامَةِ وَلاَ تَكُنْ طَالِبَ الْكَرَامَةِ

Carilah usahakanlah istiqomah, istiqomah batiniyah terutama  hatinya selalu istiqomah LILLAH BILLAH ! Adapun lahiriyah sebisa-bisanya ya supaya istiqomah ! Kecuali “taqdimul aham fal aham” Umpamanya ini sedang Mujahadah kok ada kepentingan yang aham umpamanya, lha ini Mujahadah-nya boleh ditangguhkan “Kulo nuwun” misaInya ada tamu, lebih-lebih tamu nglayoni kematian. Ini Mujahadah boleh ditinggal menemani tamu tadi. Tapi kalau tamunya. tamu anggon, sudah biasa, lebih-lebih biasanya hanya mengajak ngobrol saja, ini kalau dilayani ya tidak kober Mujahadah ! Ini mungkin saja malah mungkin kedatangan tamu. itu tidak membahas soal perjuangan atau soal Mujahadah, kalau perlu, ya tidak usah dilayani ! Sekali tempo harus begitu, kalau perlu !

            Dus mudahnya, kita harus mengisi segala bidang “yukti kulla dzii haqqin haqqoh” dan “taqdimul aham fal aham”.

            “Istiqomah”, ajeg, ini yang dimaksudkan terutama, ajeg batin ! Sedangkan ajeg atau istiqomah lahiriyah ya baik. Tapi kalau perlu ya ada tidak baiknya malahan. Umpamanya tiap jam sekian meski begini misaInya. Padahal pada jam itu ada yang aham, lha ini Ialu menyalahi. Umpamanya, menghormat tamu itu wajib misaInya. Sedangkan Mujahadah pada waktu itu tidak wajib misaInya. Lha ini namanya tidak bisa taqdimul aham fal aham. Yah, pokoknya terserah. Insya Allah dapat dilaksanakan taqdimul aham fal aham dan istiqomah , kalau bisa ya istiqomah  dhiron wa batina !. kalau lahirnya dalam masjid, hatinya ya harus di dalam masjid, tapi kalau soal lahir kalau kalau terus menerus di dalam masjid, lah rumah tangganya kan bubar nanti. Ya harus kesawah, kepasar, tapi batinya harus tetap didalam masjid terus !. Dus istiqomah, terutama hatinya yang istikqomah senanntiasa LILLAH BILLAH !. Adapun lahirnya ya harus mengisi bidang dan taqdimul aham.

"WALAA TAKUN THOOLIBAL KAROOMAH".

Jangan mencari keramat !. sebab, keramat itu kesukaan “Nafsu”!. “Kramat” di dalam ilmu Tasafuf seperti di dalam kitab Al-Hikam  ini, yang dimaksud adalah “Kemuliaan” Ada lagi “karom” artinya “loman”. Disini yang dimaksudkan adalah orang yang karuniai “Khoriqul 'adah” nulayani kebiasaan. Misalnya tahu hati kawannya, tahu persoalan yang akan datang, tahu perkara-perkara yang ghoib dan lain-lain. Atau tahu-tahu punya rizki yang di luar perhitungan, misalnya. Itu semua kesenangan nafsu. Itu semua bisa disalah gunakan. Dan otomatis kalau belum istiqomah batiniyah terhadap Allah SWT, otomatis disalah gunakan.

            Secara umum. Segala nikmat baik yang luar biasa mampun yang biasa, kalau tidak sadar kepada Allah SWT, otomatis disalagunakan. Dan otomatis menjadi penglulu-istidroj ! Penglulu alat jebakan. Makin banyak nikmat yang diterimanya otomatis makin banyak menyalahgunakan !. Baik itu nikmat biasa atau nikmat yang luar biasa. Baik yang dapat diperhitungkan seperti karena usaha atau permohonannya maupun yang di luar perhitungan tak terduga-duga. Itu semua kalau tidak LILLAH BILLAH otomatis Linnafsi binnafsi. Kalau linafsi binnafsi, bukan nikmat lagi, tapi suatu jebakan, atau penglulu. Mari kita koreksi nikmat hidup kita ini, sanggup nikmatkah atau jebakan, mari terserah kita masing-masing.

            Para hadirin hadirot, sekali lagi mudah-mudahan pengajian ini diberi manfaat yang, sebanyak-banyaknya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar