ِبسْمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ الرَّحِيْمِ
(
شُعَاعُ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ قُرْبَهُ مِنْكَ , وَعَيْنُ الْبَصِيْرَةِ
يُشْهِدُكَ عَدَمَكَ لِوُجُدِهِ , وَحَقُّ الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ وُجُوْدَهُ
لاَعَدَمَكَ وُجُوْدَكَ )
SYU’
AAUL- BASHIROTl’’ = Penglihatan hati istilah lain “Nurul Aqli” atau
“ILMUYAQIIN” satu makna. Kalam orang yang mempunyai ilmul-yaqiin, atau nuurul
aqli, akal yang sehat, atau “sorotan hati”, pasti orang yang berilmul yaqiin
itu memiliki keyakinan yang tidak mamang lagi, tidak ayak lagi, pasti dia
merasa bahwa Alloh dekat. Sebab dia senantiasa merasa dihidupkan, diberi
nikmat-nikmat lahir maupun batin. Tidak mungkin atau mustahil T uhan
jauh dari dirinya. Sebah Tuhan senantiasa memberi. Memberi hidup, memberi perasaan,
memberi pendengaran, penglihatan dan sebagainya otomatis dekat. Dekat, dalam
arti... lebih dekat seperti difirmankan dalam AI-Our'an :
وَنَحْنُ أَقْرَبُ
إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ(ق: ١٦)
(... dan KAMI lebib dekat
kepadanya dari pada urat nadi…).
Artinya,
Sebelum orang melihat misaInya, Tuhan sudah lebih dahulu Maha Mengetahui. Dan
justru tahunya, melihatnya manusia itu justru ditahukan, dimelihatkan oleh
Tuhan. Jadi dekat itu ada bagi istilah moril atau materiil. Si fulan dekat
kepada Pak Lurah, atau pemerintah, atau presiden. Ini tidak herarti dekat fisik
atau materinya. Hubungan dengan Tuhan, mustahil kalau yang dimaksud “dekat” itu dekat
materi. Sebab Tuhan tidak dan bukan materi bukan seperti benda. Jadi yang
dimaksud “dekat” di atas, ialah Tuhan senantiasa tahu dan lebih tahu dari pada
kita terhadap kita sendiri. Tuhan lebih menguasai kepada kita. Ini berarti
lebih dekat dari pada kita. Tuhan lebih “menghendaki” “WANAATASYAAUUNA ILLA AN
YASYAA-ALLOH”. Kamu sekalian tidak dapat berkehendak, kecuali kalau
dikehendakkan oleh Alloh. Dibuat punya kehendak atau dalam istilah syari’at
sering kita dengar, biar orang melonjak setinggi langit, tapi kalau tidak
dikehendaki oleh Alloh, tidak akan sukses lni berarti lebih dekat. Atau dalam
dunia aqiqot, justru kehendaknya orang itu digerakkan oleh Alloh. Berarti lebih
dekat.
Adapun dekat zatnya,....
Ini
tidak bisa diperhandingkan. Sebab makhluk itu hanya “bayangan” Adanya makhluq
hanya bayangan. Sedanglcan KHOLIQ pasti ada, wujud. Apa mungkin bisa
diperbandingkan ?.
Jadi
sekali lagi yang dimaksud “dekat” bukan berarti dekatnya dua jenis barang yang
berdekatan satu sama lain. Tapi ya itu tadi, Alloh lebih dekat kepada manusia
dari pada manusia itu sendiri. Sekalipun manusia itu biberi kehendak, kemampuan
dan sebagainya, akan tetapi jika kehendak itu berlawanan dengan kehendak Tuhan,
pasti kehendak Tuhan yang menang yang menentukan. Itu pengertian syari’at.
Dalam bidang haqiqot, justru kehendak manusia itu adanya karena dikehendaki
oleh Alloh. Diciptakan Tuhan bahwa dia mempunyai kehendak. Begitu juga soal
lain-lain. Ilmu, pengetahuan kemampuan dan sebagainya. Kalau orang mempunyai
fikiran yang sehat, memIliki “syu’aa-ul bashiiroh” atau “ilmul yaqiin” atau “nuurul’aqli” pasti
merasa seperti di dalam kita Mujahadah berdepe-depe di itu merasa bahwa Alloh
lebih dekat dari pada dirinya sendiri. Dirasa dalam hati, bukan sekedar pengertian ilmiah saja.
Orang
yang tidak merasa seperti itu, ini berarti dia, hatinya gelap atau buta, kalau
hatinya tidak buta, otomatis pandangan hatiya sesuai dan nyocoki dengn keadaan
yang sesungguhnya. Dapatklah keadaan sesungguhnya. Yaitu tadi, Tuhan lebih
dekat kepada kita dari pada kita terhadap kita sendiri.
Istilah
“dekat”. Dikasihi, ini berarti dekat. “Minal muqorrobiin”, artinya orang-orang
yang dikasihi Tuhan, yang didekati oleh Tuhan.
طُوْبىَ
لِلْمُصْلِحِِِِيْنَ بَيْنَ النَّاسِ هُمْ الْمُقَرَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
.الحديث
(Alangkah bahagianya mereka orang-orang yang
mau memperbaiki ummat dan masyarakat, mereka kelak adalah menjadi orang-orang
yang didekat, artinya orang-orang yang dikasihi oleh Alloh).
Jadi
dalam arti hadis ini yang dimaksud di dekat, dikasihi. Dekatnya Tuhan pada
makhluq, ini dekat dalam arti menciptakan. Semuanya tidak pandang bulu. Baik
itu yang terkecam atau yang tidak, ini semuanya dekat kepada Alloh, lebih dekat
ini yang dimaksud “dekat” dalam pengajian ini.
Kalau
orang kok merasa dekat dalam arti merasa dikasihi, lalu merasa orang baik-baik,
ini namanya takabbur ini. Oleh karena itu ada pepatah atau kata-kata :
رُؤْيَةُ الْقُرْبِ
بُعْدِ
(Merasa dekat (dalam arti dikasihi atau disayangi
dipercaya), itu sesungguhnya “budaku”jauh). Lha di sini “dekat” berarti dikasihi, dan jauh
berarti tidak dirldloi, Alloh SWT. Dalam Pengajian ini yang dimaksud yaitu
seperti yang pertama tadi, Alloh lebih dekat kepada makhluqnya dari pada
makhluq itu sendiri kepada makhluq itu sendiri. Artinya lebih menguasai secara mutlak dalam segala bidang. Dan tidak
terbatas. Segala makluk diliputi oleh ilmu Tuhan. Tidak ada barang seatom pun
betapa kecil dan halusnya yang di luar pengetahuan Tuhan, yang di luar
kekuasaan Tuhan semuanya. Dan secara. Mendetail sekecil-kecilnya, tidak ada
yang keliwatan.
{ وَعَيْنُ
الْبَصِيْرَةِ يُشْهِدُكَ عَدَمَكَ لِوُجُدِهِ}
“AINUL
BASHIIROH” = mata dari penglihatan hati Atau “NUURUL- ILMI” ISTILAH LAIN.
Cahayanya ilmu. Atau “AINUL YAQIIN” = kenyataan dari kayakinan. Itu sama
maknanya semua.
Orang
yang memiliki “ainul bashiiroh”, atau ilmunya hati bersinar, atau mempunyai
“ainul yaqiin” pasti dia merasa bahwa yang ada hanya Tuhan. Dirinya sendiri dan
makhluq lain-lain tidak ada. Yang ada hanya Alloh. Itu kalau orang
sungguh-sungguh mata hatinya melek dan sehat. Merasa yang ada hanya Tuhan. Saya
dan makhluq-makhluq lain sama sekali tidak ada. Karena yang wujud haqiqi yang
sungguh-sungguh wujud itu hanya Tuhan. Adapun makhluq, adanya itu karena
diwujudkan istilah diwujudkan atau diadakan, berarti tidak wujud atau tidak ada
sendiri. Berarti tidak ada dan tidak wujud. Jelas yang wujud hanya Tuhan.Kalau
yang mempunyai “ainul bashiiroh atau nuurul ilmi atau ainul yaqiin”, otomatis
begitu pandangan hatinya atau perasaannya. Selama dia memiliki ainul yaqiin
itu. Makhluq diadakan, diwujudkan oleh Tuhan. Sedang Tuhan wujud dengan
sendirinya. Tidak ada yang mewujudkan Tuhan. Malah di samping Alloh wujud, DIA
mewujudkan yang lain-lain. Ini namanya “QOYYUUM”. Wujud dan mewujudkan. Atau
berdiri tegak dan menegakkan. Ini “qoyyum”. Disebut juga “ismul-a’kdhom”.
Hayyun-qoyyum !.
Sebagai
gambaran sering saya menggambarkan. Seorang anak kecil yang belum bisa berdiri
sendiri sedang diberdirikan oleh ibunya misalnya. Sekalipun sesungguhnya itu
anak kecil kelihatannya berdiri, tapi karena diberdirikan oleh ibunya. Anak
kecil itu belum bisa berdiri sendiri, Kalau andai kata dilepaskan oleh ibunya,
tentu dia tidak kelihatan berdiri. Namanya sianak kecil itu tidak bisa berdiri.
Kelihatanya berdiri karna diberdirikan. Begitu juga mahkluk ini sesungguhnya
tidak wujud tidak ada. Kelihatannya wujud, karena diwujudkan. Umpama tidak
diwujudkan, pasti tidak ada. Istilah lain namanya “wujud majazi” = wujud
bayangan. Wujud haqiqi hanya Tuhan. Kalau orang memiliki “ainul bashiroh”, mata
hatinya sehat, otomatis merasa begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar