HAL
ADAB
Masalah
adab adalah hal yang amat penting sekali dan harus diperhatikan. Baik adab lahir terutama batin. Keduanya saling isi mengisi. Adab
lahir menyuburkan tumbuhnya adab batin, dan adab batin menjadi jiwanya adab
lahir. Adab kepada ِAlloh I, adab kepada Rosulullah e, adab kepada Ghoutsu Haadzaz-Zamaan
wa-a’waanih wasaa-iri A’uliyyaaillahi Rodiyallohu Ta’ala ‘anhum,
kepada para Ulama dan Sholihiin, kepada Guru, kepada murid, kepada
orang tua dan kepada anak cucu, kepada pemimpin dan yang dipimpin, kepada
pemerintah dan rakyat, kepada bangsa dan
negara, kepada agama, kepada ilmu, kepada keluarga, kepada kawan dan
kenalan, kepada mukminin mukminat muslimin muslimat, dan adab kepada masyarakat
pada umumnya. Bahkan kepada apa dan siapa saja yang ada hubungan hak dengan
kita, baik hak materiil maupun moril. Pokoknya kepada segala makhluk. Bahkan
yang berhubungan dengan pribadi sendiri; seperti makan, minum, tidur, bekerja,
istirahat, mandi bahkan buang air sekalipun dan sebagainya. Semuanya itu harus
menggunakan adab yang sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya. Rosulullah e, secara lengkap telah memberikan tuntunan
adab-adab pada setiap langkah dan tingkah laku manusia.
Begitu pentingnya masalah adab sehingga
dikatakan :
مُـرَاعَـةُ اْلأَدَبِ
مُـقَـدَّمٌ عَـلَى
امْــتـِثـَالِ اْلأَوَامِـرِ
“Memelihara
adab harus diutamakan dari pada (sebelum) melaksanakan perintah”.
Ini
logis dan wajar, sebab pekerjaan yang dikerjakan tanpa menggunakan adab bisa
menyebabkan tertolak, atau bisa menimbul-kan side effect (akibat
sampingan) yang buruk dan merugikan.
Adapun haddul
adab / definisi adab menurut pandangan para ahli haqiqot ialah
اجْتِمَاعُ خِصَالِ
الْخَيْرِ
IJTIMAA’U KHISHOOLIL KHOIRI
(Terpadunya budi pekerti, tingkah lahir dan sikap batin
yang baik).
Jadi lahir dan
batin harus sama, harus serasi. Penilaian adab tidak cukup hanya melihat lahirnya saja. Sebab mungkin
adab lahir baik, tetapi sikap batin justru sebaliknya. Batinnya ada
maksud-maksud tertentu. Ada udang dibalik batu. Sikap lahir yang kelihatan baik
itu hanya sebagai alat atau kedok, hanya sebagai taktik untuk menghasilkan
sesuatu interest (kepentingan).
Orang
menjadi mulya jika adabnya baik, dan menjadi hina jika adabnya tidak baik.
Orang diangkat derajatnya oleh ِAlloh I sebab adabnya baik, dan dilorot/diturunkan
derajatnya sebab buruknya adab. Junjungan kita Baginda Nabi Besar Muhammad
Rasulullah e,
menempati maqom (kedudukan) tertinggi dan termulia, sebab akhlaqnya yang terkenal
luhur itu. ِAlloh memberikan pujian :
وَإِنَّكَ لَعَلَى
خُلُقٍ عَظِيْمٍ (68 الــقــلـم : 4 )
Artinya
kurang lebih :
“Dan sesungguhnya Engkau
(Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (68 – Al Qolam
– 4)
Dan justru Baginda Nabi e, diutus adalah untuk mendidik
dan membimbing manusia agar mempunyai akhlaaqul-kariimah-(budi pekerti
luhur).
قَالَ e : إِنـَّمَـابـُعِـثـْتُ لأُ تَمِّــمَ مَـكَارِمَ
اْلأَخْـــلاَ قِ
(رواه احـمد والبـيهقي والحـاكـم عـن ابى هريرة, صحيح)
“Sesungguhnya aku diutus (adalah justru) untuk
menyempurna kan akhlaq yang luhur”. (Riwayat Ahmad, Al-Baihaqi dan Al-Hakim
dari Abi Huroiroh t. Hadist Shoheh).
Contohnya karena adab yang tidak baik menjadi
sebab dilorot derajatnya atau dipecat dari kedudukanya yaitu Iblis. Iblis asal
mulanya berada di dalam kelompok Malaikat dan pernah menjabat Pimpinan di
kalangan Malaikat. Nama aslinya “Azaazil”, dan selama 80 ribu tahun
terus-menerus menjalankan tugasnya taat kepada ِAlloh I,
tiada henti-hentinya. Akan tetapi karena Suu’ul adab tidak mau
melaksanakan perintah ِAlloh untuk sujud menghormat kepada Nabi Adam ‘ala
Nabiyina wa‘alaihish sholatu wassalaam, bahkan malah takabbur dengan
mengatakan:
أَناَ خَيْرٌ مِنْهُ
“ANAA
KHOIRUM-MINHU”
(Aku lebih baik dari pada Adam), maka ia dilorot pangkatnya dan
dipecat dari kedudukanya sebagai Pemimpin Malaikat menjadi Iblis laknat yang
tercela dan terkecam itu.
Dikatakan bahwa adanya Alloh I memerintahkan Malaikat bersujud
menghormat Nabi Adam ‘ala Naabiyina
wa‘alaihis-sholaatu wassalaam itu, justru untuk menghormat “NUR
MUHAMMAD” e yang
di tempatkan di dalam jasad Nabi Adam” alaihis-salaam.
Di
dalam hikayah Mi’roj, diceritakan ada suatu kejadian dimana ada salah
satu malaikat yang sedang tekun menjalankan tugasnya. Karena tekunnya
sehingga tidak sempat memberikan
penghormatan kepada Rasulullah e ketika Mi’roj. Spontan Malaikat tersebut
dilem-parkan ke lautan lumpur sehingga sayapnya terlepas dan hancur. Baru tertolong
setelah diketahui oleh Malaikat Jibril dan disuruh membaca shalawat kepada
Beliau e, sebagai tebusan dosanya.
Begitu
gawatnya soal adab apabila tidak diperhatikan. Lebih-lebih terhadap Rasulullah e,
yang sebagai Kekasih Alloh nomer satu dan yang sebagai Sayyidul-Anbiya wal Mursaliin ’alaihimus-sholaatu
wassalaam bahkan Sayyidul-Kholqi ajma’iin.
Dalam
bidang menuju wushul ma’rifat kepada ِAlloh I,
atau dalam Perjuangan FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI e,
bidang adab penting sekali harus diperhatikan. Adab kepada ِAlloh Wa
Rosuulihi e,
dan adab kepada Guru Mursyid yang menuntun dan membimbingnya.
Dikatakan oleh Syekh
Dliyauud-diin :
عُـقُـوْقُ
اْلأُسْتـاَذِ لاَ تـَوْ بَـةَ لَـهُ {
ابن عباد اول / جا مع الا صول 107 }
“Melukai atau menyinggung
Guru itu tidak ada tobatnya”.
(Ibnu ‘Ibaad/Jaami’ul Ushul : 107).
Artinya, jika
tidak mendapat uluran maaf dan restu dari Guru, akan mengalami akibat yang
fatal (Jawa : kesiku) oleh Guru. Maka dari itu sekali lagi kita
harus sungguh-sungguh berhati-hati memelihara adab terhadap Guru Mursyid
yang menuntun kita sadar kepada Alloh Wa Rosuulihi e, terutama adab batin kita.
Selanjutnya Syekh Dliyaaud-diin mengatakan :
مـَنْ قَالَ ِلأُ سْتـاَذِهِ : "لـِمَ" ؟ لـَمْ
يـُـفْـلِـحْ { جامع الا صول 107 }
“Barang siapa berkata terhadap Gurunya “mengapa” , maka ia
tidak akan mencapai sukses : (Jaami’ul Ushul : 107).
Sekalipun kata-kata “mengapa” itu hanya dalam
angan-angan. Kata “mengapa” yang mengandung arti menentang atau tidak
setuju dengan petunjuk atau kebijaksanaan Guru. Akan tetapi apabila kata “mengapa”
itu betul-betul untuk “liyath-mainnal qolbi” (untuk lebih memantapkan
hati), Insya Alloh lain persoalannya. Wallohu A’lamu !
Betapa pentingnya adab dalam
perjalanan wushul/sadar ma’rifat kepada Alloh Wa Rosulihi e. Dikatakan pula oleh Syekh Abu Ali Ar- Roudzabari
di dalam kitab Majaalisus-Saniyyah hal. 58 :
الْمَرْءُ يَدْخُـلُ الْجَـنَّـةَ بِعَـمَلَهِ وَيـَصلُ إِلَى
اللهِ بِأَدَبـِهِ { المجالس السنية 58 }
“Seseorang dapat
masuk surga sebab amalnya, dan berhasil wushul ma’rifat kepada Alloh sebab
adabnya’.
Dan di dalam kitab Jaami’ul Ushul hal 176 dikatakan :
الْـعَـبْدُ يَصِـلُ
بـِأَدَبـِهِ إِلَى رَبـِّهِ وَبـِطَـاعَـتـِهِ إِلَى
الْـجَـنَّةِ ( جامع الا صول 17)
“Seorang hamba dapat sampai (wushul) kepada
Tuhan-nya sebab adabnya, dan dapat masuk surga sebab taatnya”
Itu diambil dari segi syariatnya. Adapun dari segi
haqiqotnya adalah seperti yang dikatakan oleh Muallif Shalawat Wahidiyah :
لاَ يَصِــلُ إِلَى
اللهِ إِلاَّ بـِــاللهِ
“Tidak
dapat wushul kepada Alloh melainkan BILLAH – atas titah dan kehendak Alloh”.
Begitu
juga mafhum muwafaqohnya bisa diteruskan :
لاَ
يـَدْخُــلُ الْـجَـنـَّـةَ إِلاَّ
بـِـاللهِ
“Tidak bisa masuk surga melainkan BILLAH”
Dan seterusnya. Jadi pandangan
kita harus lengkap, pandangan syariat dan pandangan haqiqot.
Apabila
adab kepada Alloh Wa Rosuulihi e baik, adab lahir baik, adab batin juga baik, maka
adab kepada lain-lain pasti juga baik. Sebaliknya jika adab kepada Alloh Wa
Rosuulihi e,
tidak atau kurang baik, maka mustahil adab kepada lain-lain bisa baik. Kalau
toh kelihatan pada lahirnya seperti baik, itu hanya baik tampangnya saja,
tetapi sesungguhnya sudah dikotori oleh maksud-maksud dan
kepentingan-kepentingan tertentu. Mudahnya tidak ikhlas. Ada udang di balik
batu.
Pokoknya kalau tidak LILLAH BILLAH pasti
masih kotor, tidak murni, ada pamrih dan maksud-maksud tertentu. Sekalipun
kelihatan lahirnya “tawaddlu”( andap ashor / mendheg-mendheg-Jawa)
atau kelihatan ramah tamah (grapyak / blater-Jawa) kalau tidak
LILLAH BILLAH tidak terhitung beradab yang sebenarnya.
Secara ijmaal
(global), dapat dikatakan bahwa adab itu tidak lain adalah pelaksanaan dari
Ajaran Wahidiyah :“YUKTII KULIA DZII HAQQIN HAQQOH” Yakni memberikan
haknya pihak lain yang mempunyai hak, atau melaksanakan kewajiban terhadap
pihak lain yang mempunyai hak. Jika di-tafsiil, (diperinci), adab kepada
Alloh itu tercakup di dalam prinsip LILLAH BILLAH adab kepada Rosulullah
e,
tercakup dalam prinsip LIRROSUL BIRROSUL dan adab kepada Goutsu
Haadzaz-Zaman y tercakup di dalam prinsip LILGHOUTS BIL-GHOUTS.
Adapun adab kepada manusia dan
kepada sesama hidup dan sesama makhluk pada umumnya banyak sekali macamnya.
Tergan-tung kepada bentuk dan macamnya hubungan. Misalnya seperti tawadlu,
ramah tamah, sopan santun, saling
menghor-mati, suka menolong, jujur dan dapat dipercaya, kasih sayang, husnudon
(berbaik sangka), berterima kasih dan sebagainya yang kesemuanya itu akan
terwujud sebagai buah dari pada adab yang baik kepada Alloh wa Rosuulihi e.
Akan kita
bahas secara singkat bagaimana seharusnya praktek hati kita melaksanakan adab
kepada ِAlloh I. Seperti syukur, ikhlas, sabar, ridlo,
tawakal, mahabbah, dan husnudhon. Sebab ini termasuk yang paling
penting sekali yang akan mempengaruhi adab-adab lainnya, dan yang menjadi indicator
kebahagiaan dan kesengsaraan, kemuliaan atau kehinaan seseorang. Mari ilmiah
yang sudah kita miliki terus kita terapkan di dalam hati terutama LILLAH-BILLAH
LIRROSUL-BIRROSUL LILGHOUTS-BILGHOUTS.
Disamping itu mari terus kita
tingkatkan di dalam kita mawas diri / koreksi pada pribadi kita masing-masing.
Mari senantiasa kita merasa bahwa kita sangat membutuhkan sekali maghfiroh,
taufiq, hidayah dan ‘inayah dari Alloh I,
dan seterusnya. AL FAATIHAH !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar