ِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ
الرَّحِيْمِ
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ
مِنْ سَعَتِهِ الْوَصِلُوْنَ اِلَيْهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ السَّائِرُوْنَ
اِلَيْهِ
Ini diambil dari Qur'an (Surat At-Tholaq ayat 7
lengkapnya seperti di bawah ini).
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ
مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ لِيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ الله ُ
,لاَيُكَلِّفُ الله ُ نَفْسًا اِلَّامَا آتَاهَا سَيَجْعَلً الله ُ بَعْدَعُسْرٍ
يُسْرًا .الطلاق:٧
(Orang yang mampu hendaknya
mem9beri nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rizkinya
hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya, Allah
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sepadan dengan apa yang Allah
berikan kepadanya. Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesukaran".
Jadi maksudnya, kalau dikaruniai rizki yang
jembar supaya didalam menafkahkan kepada keluarga dan amal-amal kebaikan
lain-lain supaya juga lebih banyak, seimbang dengan banyak kaya rizki yang
diperolehnya. Dus kemampuan, banyak ya banyak, sedikit ya sedikit.
Disini Mushonnef atau mengartikan dengan
istilah yang pertama "AL WAASILUUNA
ILAIHI dan yang kedua “AS-SAAIRUUNA ILAIHI”. Maksudnya orang mempunyai banyak, kejembaran
dan keleluasaan dan keringanan mengeluarkan infaq dari apa yang telah
diperolehnya adalah orang yang sudah wushul-sadar kepada Allah SWT. Orang yang
mempunyai kemampuan banyak soal batiniyah adalah orang yang wusul kepada Allah
Ta'ala.
أَىْاِشَارَةُ اِلَى
حَالِ الْوَاصِلَيْنِ اِلَيْهِ تَعَالَى:فَإِنَّهُمْ لِمَا خَرَجُوْا مِنْ سِجْنِ
رُؤْيَةِ الاَغْيَارِ اِلى قَضَاءِ التَّوْحِيْدِ وَكَمَالِ اْلاِسْتِبْصَارِ اِتَّسَعَتْ
مَسَافَةُ نَظْرِهِمْ وَاُفِيْضَ عَلَيْهِمْ عُلُوْمٌ وَاَسْرَارٌ الْهِيَةٌ
فَصَارُوْا يَمُدُّوْنَ الْغَيْرَ وَيَتَصَرَفُوْنَ فِى عَوَالِمِهِمْ الْبَطِنَةِ
كَيْفَ شَاءُوْا
Orang-orang yang wusul sadar kepada Allah SWT oleh
karena mereka sudah bebas dari imperialis nafsunya, bebas dari imperialis
makhluk, bebas karena mereka sudah terjun dalam lautan Tauhid, dan sudah melek,
otomatis menjadi luas pandangannya. Pandangannya luas, bebas, tidak
terpengaruh. Mereka terus mendapat sorotan bermacam-macam ilmu dan berbagai
rahasia Tuhan. Maka mereka dapat menolong orang lain untuk membebaskan diri
dari imperialis nafsu, untuk menjadi orang yang sadar kepada Allah SWT. Dan
mereka mampu menguasai alam batin mereka sendiri, dan alam batin orang lain.
Alam batin yaitu sifat-sifatnya hati atau
nafsu. Itu alam batin. Alam batin itu ada yang kasar ada yang halus. Umpamanya
“ingin makan” itu juga alam batin. Keinginan itu tumbuh dari jiwa sesudah
terpengaruh oleh keadaan fisik situasi
luar. Jadi ingin, ingin ini, ingin itu, dinamakan “alam batin”. Ingin dihormati
atau rasa dendam dan lain sebagainya. Orang sadar kepada Allah SWT menguasai
alam batinya yang negatif, diarahkan
yang dapat di ridloi oleh Allah SWT ,sehingga alam batin yang merugikan menjadi
menguntungkan dan mereka dapat mengusai alam batin orang lain. Artinya dapat
mengarah alam batin.
orang lain yang negatif menjadi positif, menjadi bebas dari
imperialis nafsu dan mereka orang sadar kepada Allah SWT. Mudahnya, dapat
mengarahkan orang lain menjadi orang-orang sadar kepada Allah SWT. Alam batin
negatif dari orang lain misaInya akhlaq yang bejat, dapat dirubah menjadi alam
batin yang positif, sehingga orang tersebut menjadi orang yang baik yang
berakhlaquI karimah dan sadar kepada Allah SWT.
Jadi oleh karena mereka mempunyai kemampuan
yang luas, juga sewajarnya kemampuan yang luas. itu harus digunakan yang
semestinya. Sebab kemampuan itu adalah nikmat dari Allah SWT. Apabila nikmat
tidak digunakan semestinya berarti tidak mensyukuri nikmat. Dan siapa yang
tidak mensyukuri nikmat otomatis terkecam dan harus bertanggung jawab.
Sayydinaa Ali pernah ditanya “Adakah
keistimewaan-keistimewaan yang diberikan Rosululloh SAW kepada Tuan yang khusus
?”. Jawabnya : di dalam Qur'an atau Hadits hanya beberapa masalah saja. Tapi
yang tidak putus-putus yaitu : ”TANAZZUUL, BATINI”, kitabulloh AI-batin. Dus
ilmu yang dhohiri itu. terbatas sekali kata Sayyidinaa Ali karomallohu wajhahu.
Prinsip-prinsipnya atau pokok-pokoknya ada di Qur’an atau Hadits. Tapi yang
diterima Sayyidinaa Ali yang terutama, yaitu “FUYUUDLUN ROBBANIYAH”. Yaitu
pancaran-pancaran Ilahi yang senantiasa memancar kepada beliau, karena beliau
memang senantiasa mengusahakan soal itu senantiasa menaruh perhatian dengan
sekuat kuatnya. Sehingga dikaruniai
kemampuan yang banyak.
Para hadirin hadirot, pancaran Ilahi atau
fadlol Ilahi terus senantiasa memancar kepada umat manusia kepada kita. Adanya
kita tidak menerima atau tidak merasa menerima itu adalah karena kita buntu
sendiri. Kita buntu dengan nafsu kita sendiri. Pancaran Ilahi atau fadlol Ilahi
fadlolnya Allah SWT senantiasa memancar kepada kita kepada umat manusia. Tiap
detik kalau manusia mau membuka sendiri pintunya lebar-lebar, otomatis
senantiasa menerimanya yang sebanyak-banyaknya. Tapi kalau “pintu” manusia ditutup,
otomatis pancaran itu tidak bisa masuk, sebab ditutup. Seperti halnya matahari.
Sinar matahari terus memancar memadangi. Kalau kita berada di tempat panasan.
Tapi kalau kita berteduh atau ngiyup, otomatis tidak bisa mendapat pancaran
sinar matahari atau rembulan atau lainnya. Begitu juga fadloInya Allah SWT
senantiasa memancar kepada manusia. Adapun manusia kok tidak menerima fadlol,
itu karena manusia itu sendiri. Kita semua juga senantiasa kepancaran fadlolnya
Allah SWT setiap detik. Dan malah dari segala tempat, segala segi segala
jurusan segala bidang. Dari kanan dari kiri dari depan dari belakang dari
samping dari atas dari bawah dari dalam jauh lebih terang pancarannya. Tapi
sekalipun begitu kalau pintu hati kita ini kita tutup, otomatis tidak bisa
masuk itu pancaran. Sekalipun pancaran itu sudah di dalam. Lha ini kita
masing-masing yang mengerti apakah kita tutup atau kita buka itu terserah kita
masing-masing Para hadirin hadirot. Mestinya
kalau kita buka, maka kita mendapat pancara-pancaran. Kalau kita mendapat
pancaran-pancaran otomatis kita selalu sadar kepada Allah SWT terutama.
Senantiasa bukannya dikuasai oleh imperialisme nafsu, tapi malah dapat
menguasai imperialis nafsu. Bukannya kita dapat terpengaruh oleh luar, tapi
malah dapat mempengaruhi pada luar. Bukannya kita terpengaruh oleh orang luar
misaInya, melainkan orang lain itu dapat kita pengaruhi, kita arahkan. Lha ini
tinggal terserah kepada kita masing-masing. Dan kita mampu untuk itu. Jangankan
kita sekarang, misaInya dikuasai oleh imperialis kita sendiri, tapi kita mampu
untuk membalik untuk menguasai imperialis nafsu. Sekarang dikuasai nafsu, tapi
kita ada kemampuan untuk menguasai nafsu. Sekalipun kita selalu terpengaruh
oleh luar, keadaan luar, tapi kita mampu usaha, sehingga kita malah dapat
mempengaruhi atau mengarahkan keadaaan luar. Lha ini tinggal kita mau atau
tidak Para hadirin, hadirot !
“WAMAN
QUDIRO ‘ALAIHI RIZQUHU AS-SAAIRUUNA ILAIHI”
Yang dimaksud dalam Al-Qur’an “Waman ‘alaihi rizquhu
falyunfiq mimmaaa ataahullohu …”, asalnya soal harta benda, soal rumah tangga terutama jadi yang di mukhotobi, yang di dawuhi ini
otomatis kepada rumah tangga. Pada waktu kejemberan ya jangan terlalu ngirit,
tapi dalam keadaan sempit,…. Ya seadanya tapi yang di maksud disini sebagai
isyarat, yang di maksud “Orang sempit” ialah mereka yang masih dipengaruhi oleh
lahiriyah oleh imperialisme nafsunya terutama. Sekalipun masih dikuasai oleh
imperialisme nafsunya. Tapi kalau masih ada kemampuan harus di samping usaha
supaya bebas dari imperialisme nafsunya juga supaya saudara lain yang harus di
tolong supaya sedapatnya mungkin di tolong sekalipun terbatas otomatis
orang yang masih di kuasai oleh
imperialisme nafsunya terbatas dan pandanganya paling-paling hanya berdasarkan
perhitungan itu pada umunya tepat tapi jauh kalau di banding dengan alam
ghoibiyah alam fuyuudlotiyah.
اِهْتَدَى
الرَّاحِلُوْنَ اِلَيْهِ بِاَنْوَارِ التَّوَاجُّهِ وَ الْوَاصِلُوْنَ لَهُمْ
اَنْوَارُ الْمُوَاجَهَةِ
Mereka orang yang sedang berjuang untak sadar kepda
Allah SWT harus memiliki yaitu “lampu
tawajjuh”. Dimar tawwajuh atau cahaya
tawajjuh, atau Mujahadah Orang yang sedang berjuang untuk sadar kepada Alloh
SWT harus berusaha dengan tawajjuh. Memperbanyak mungkin soal Mujahadah,
soal-soal yang memperdekat hubungan kepada Allah SWT. Sebab ingin sadar kepada
Allah SWT kok tidak usaha, ... itu mana mungkin
ibaratnya seorang petani tidak mau nggaru, mluku, mengejakan sawahnya
pokoknya kok mengharapkan panen, itu tidak mungkin jadi atau orang ingin kaya
tidak mau bekerja dan memenuhi syarat-syarat atau cara-caranya menjadi kaya,
itu tidak mungkin terjadi. Begitu juga orang ingin sadar kepada Allah SWT harus
juga usaha, yang di sini disebut dengan “ANWARUUT-TAWAJJUH. Mujahadah pokoknya
istilah Wahidiyah. Memperbanyak Mujahadah dan berdepe-depe kehadirat Allah SWT
dan hatinya selalu disetir. lbarat anak yang belajar naik sepeda, hati-hati
jatuh bangun, jatuh bangun lagi dan seterusnya selalu usaha begitu. Kalau tidak
mau begitu ya tidak jadi bisa naik sepeda. Begitu juga menuju kesadaran.
Hatinya harus senantiasa terus dilatih. Lupa kembali lagi, lupa kembali dan
seterusnya, disamping Mujahadah. Siapa yang mau begitu, ya Mujahadah ya melatih
hatinya, insya Allah berhasil.
وَالَّذِيْنَ
جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا. العكبوت : ٦٩
“Dan orang-orang banyak yang
mau sungguh-sungguh menuju kepadaKU, pasti AKU tunjukkan jalan-KU”.
Siapa yang sungguh-sungguh di dalam usaha,
pasti ditolong ditunjukkan oleh.Allah SWT.
Tapi “WAL WAASILUUNA LAHUM AN WAARUL
MUWAAJAHAH”. Orang yang sudah sadar kepada Allah SWT itu menguasai “Cahaya
muwaajahah" memiliki “nur muwaajahah”. Atau sadar kepada Allah SWT. Atau
syuhud kepada Allah SWT. Atau ma’rifat kepada Allah SWT. Dus golongan yang
pertama tadi sebabnya wusul dengan Mujahadah atau tawajjuh menghadap yaitu
dengan memperbanyak Mujahadah, memperbanyak amal-amal ubudiyah lainnya. Tapi
bagi mereka golongan “waasiluun” sudah sadar kepada Allah SWT memiliki Nur
Cahaya Muwajahah. Atau sudah Muwajahah.
“Anwaarut-tawajjuh” dan “anwarul-muwajahah”
menurut mereka yang belajar tata bahasa arab dinamakan “min idloofatil
bayaaniyah”. Yang dimaksud Nur" ya tawajjuh atau Muwajahah itu. Insya
Allah ini win baabil-majaz. Tawajjul kok disebut “nur”, ini kata-kata Majazi.
Artinya sebabnya mereka memperoleb hidayah ialah memperbanyak “tawajjuh”.
Mujahadah, Mujahadah lahiriyah dan batiniyah. Adapun mereka yang sudah. waasil,
sudah sadar kepada Allah SWT, itu sudah, sudah muwajjahah.
{فَالاَوَّلُوْنَ لِْلاَنْوَارِ
وَهَؤُلاَءِ اْلاَنْوَارِ لَهُمْ}
Oleh karena golongan yang pertama tadi sebabnya memperoleh
ridlo dari Allah SWT sebab lantaran Mujahadahnya, ini
berarti mereka itu masih dikuasai oleh
“Mujahadah”. Masih menjagakan Mujahadahnya artinya. Kalau saya tidak
mempeng Mujahadah, tidak bisa hasil begini begitu. Lha yang begini ini yang
namanya masih menjagakan Mujahadahnya. Tapi bagi mereka yang sudah wusul kepada
Allah SWT mereka tidak menjaga kan
atau mengandalkan Mujahadah mereka. Ini tidak berarti bahwa orang yang sudah
wusul kepada Allah SWT itu tidak perlu Mujahadah, bukan begitu. Mereka ber-Mujahadah
semata-mata LILLAH dan merasa BILLAH. Jadi tidak menjagakan Mujahadahnya atau
ibadah-ibadahnya. Sedangkan golongan pertama tadi, yaitu mereka yang belum
sadar, senantiasa menjagakan ibadahnya. “Kalau aku tidak mempeng... celaka”.
“Kalau aku mau mempeng, menjadi bahagia”. Lha begini ini yang namanya
menjagakan ibadah. Lain haInya dengan mereka yang sudah sadar. Sekalipun mereka
kelihatan mempeng Mujahadah atau awal amal ibadah lain, mereka tidak mempunyai
perasaan seperti itu. Semata-mata mereka hanya mengabdikan diri kepada Tuhan.
Dan menjagakan hanya kepada Tuhan. Yakin dan khusnudzon bahwa Tuhan pasti …
‘FAL AWALUUNA LIL-ANWAAR. Lha ini diantara kita bagaimana, terserah kita masing
-masing. Tapi sekalipun sudah sadar, seyogyanya harus kita akui bahwa kita ini
belum sadar. Atau saya ini jauh dari pada sadar. Harus begitu, kalau orang
merasa sadar, berarti belum sadar. Sebab orang merasa sadar, ini otomatis
diakui. Tidak BILLAH. Kalau mengaku BILLAH ini belum sadar namanya. BILLAH tapi
diakui. Jadi harus selalu ada saringan, harus selalu instropeksi. Mawas diri !
Saya ini sudah BILLAH senantiasa itu, justru merasa BILLAH ini tidak BILLAH
senantiasa. Jadi jangan sampai segan-segan menaruh perhatian untuk senantiasa
mengoreksi “Aku sudah LILLAH misalnya, “Aku sudah BILLAH, kalau ini ada rasa di
dalam hati, dan terkadang “rasa” itu tidak terasa. tidak dapat diraba
terkadang, kalau seperti itu namanya belum sungguh-sungguh BILLAH.
Dus mudahnya, jangan sampai bosan-bosan senantiasa
mengadakan koreksi pada gerak dan rasa hati. Dikoreksi BILLAH dan tidaknya
terutama. Begitu juga LILLAH harus juga dikoreksi !. Jangan sampai
menggampangkan sudah anu sudah anu harus terus kita perhatikan. Harus terus
senantiasa kita saring, sekalipun sudah jernih umpamanya. “Alhamdulillah
sekarang sudah jernih” misalnya. Ini harus terus disaring, apakah sudab sungguh
sungguh jernih muluskah atau alhamdulillahnya itu imitasikah. “Apakah
alhamdulillah” yang sungguh-sungguh BILLAH. Ini juga masib teka teki.
Sedangkan
Nabi Yusuf Alaihis salam, seorang nabi yang ma'sum yang dijaga oleh Allah SWT,
tapi senantiasa mawas diri (dengan kata-kata di dalam al-qur'an surat Yusuf ayat 53).
وَمَا اُبْرِّئُ
نَفْسِى اِنَّ النَّفْسَ َلأَمَّارَةٌ بِاسُّوْءٍ .يوسف: ٥٣
‘'Saya tidak jemu-jemu
mengoreksi nafsu, karena nafsu selalu mengajak kepada hal-hal yang negatif”.
Itu
sedang Nabi begitu. Lebih-lebih selain nabi sekalipun bagaimana tetap bukan
nabi dan justru itu jauh dari pada nabi. Mestinya kalau nabi pernyataannya
begitu, seharusnya kita jauh lebih dari pernyataan Nabi Yusuf Alaihis salam itu
! terserah kita masing-masing bagaimana !
Ya
mudah-mudahan para hadirin hadirot kita
memperoleh fadlonya Allah SWT yang sebanyak-banyaknya. Tarbiyah Rosulillahi
SAW. Dan Ghouts Hadzaz Zaman wa saairi ahbaabillaahi rodliyallohu ta’ala anhum
! yang sebanyak-sebanyaknya ! Amiin !.
{ وَهَؤُلاَءِ اْلاَنْوَارِ
لَهُمْ ِلأَنَّهُمْ ِللهِ لاَ لِشَـْئ ٍدُوْنَهُ,قُلْ الله ِثُمَّ
ذَرْهُمْ فىِخَوْضِِهِمْ يَلْعَبُوْنَ }
Yang pertama tadi, karena belum sadar otomatis masib
dikuasai oleh “maa siwalloh”, apa-apa selain Allah SWT. Dikuasai
oleh Mujahadahnya. Terpengaruh, sehingga menjagakan mengandalkan Mujahadahnya.
Orang begini kalau tidak bisa Mujahadah lalu putus asa. Kalau tidak bisa
melakukan menjadi putus asa, tapi kalau
bisa melakukan lalu menjagakan ini otomatis. Tapi orang yang sadar kepada Allah
SWT pada ketika dia bisa mempeng dia tidak menjagakan kemempengannya. Dan
ketika tidak bisa melakukan amal-amal itu atau Mujahadah dia tidak putus asa.
Tetap menghadang fadlolnya Allah SWT. Mereka memiliki dan dapat menguasai “NUR”
atau cahaya. Artinya tidak terpengarub oleb Mujahadahnya, oleh riyadlohnya,
oleh ibadahnya, oleh ... perjuagannya, oleh jasanya. Sama sekali mereka tidak
terpengaruh oleh soal-soal tersebut. melainkan hanya terpengaruh oleh Allah
SWT. Yang dapat miliki dan menguasai
mereka hanya Alloh SWT. “LIANNAHUM LILLAH LAA LISYAI’IN DUUNAHU”. Karena mereka
hanya semata-mata LILLAH Lain tidak.
“QUL
LILLAH…” ini asalnya “QULLILLAHU….” Kalam mereka bertanya begini begitu,
“qulillahu”, katakanlah “Allah” “MAN KHOLAQOSSAMAAWAATI atau MAN
ROBBUSSAMAAWAATI WAL ARDLO umpamanya, “QULILLAHU selanjutnya dawuh “TSUMMA.
DRARRUM FII KHOUDLIRIM YAL UBUUNA” ini makna tafsir .yang dimaksud “mereka”
yaitu orang-orang musyirik kalau orang-orang musyrik itu Tanya begini begitu,
biarkanlah mereka mabuk di dalam alam
materi kebendaan
tapi
yang dimaksud di sini ,
{قُلِ اللهُ} أَىْ تَوَجَّهُ
اِلَيْهِ وَلاَ تَمِلْ اِلَى اَنْوَارِ وَلاَغَيْرَهَا
Artinya : “Tawajjuhlah,
madeplah hanya kepada Allah SWT melulu, dan jangan condong, jangan terpengaruh
oleh Nur atau lainnya”.
Jangan takut kepada nur, jangan takut terhadap gelap, jangan ingin nikmat
dunia, lebih-lebih nikmat akhirat !. Jangan takut bahaya dunia lebih-lebih atau
bahaya akhirat
!. Melainkan hanya kepada Tuhan saja !. Ini tidak berarti kita tidak boleh,
berkeinginan atau takut bahaya !, melainkan keinginan kita pada nikmat atau
takut kita pada bahaya itu harus kita dasari LILLAH !. Jadi sesungguhnya bukan
ingin kepada suatu benda itu, tapi ingin kita itu karena LILLAH, diperintah
supaya ingin. Begitu juga takut akan bahaya atau siksa. Takutnya itu karena
diperintah takut. Boleh dikatakan andai kata tidak diperintah ingin atau
diperintah takut, tentu tidak ingin dan tidak takut.
Jadi
sekali lagi, di dalam apa saja mereka orang-orang yang sadar lakukan,
senantiasa didasari LILLAH Didasari diperintah”. Mari kita masing-masing
koreksi diri kita. Apakah kita sudah dapat mengecakkan dengan sesungguhnya LILLAH dan BILLAH itu ? Mari kita senantiasa
ambil perhatian !.
Para hadirin hadirot, yah! kita sering mengatakan atau
ngedoki mengakui berlarut-larut, ini ya sudah baru, tapi yang lebih baik harus
... tunjuk hidung. Ya sudah baik kita mengakui berlarut-larut menJadi sumber
kedzoliman, sumber dari segala dosa dan sebagainya. Tapi, kalau tidak tunjuk
hidung secara mendetail, ini masih gampang kabur, kita harus ... apa, ... apa,
... apa.... apa,..'. apa kesalahan saya, apa dosa saya, ... harus kita usahakan
mendetail. Sehingga kita tahu betul-betul bahwa keadaan kita ini betul-betul
negatif !. jadi jangan hanya secara global atau bongkokan, wah saya selalu
berlarut-larut, banyak dosa begini begitu, dosa saya besar semua, kalau masih
hanya begini pengakuan, harus di tingkatkan ! sehingga betul-betul njlimet.
فَإِفْرَادُ
التَّوْحِيْدِ بَعْدَ فَنَآء ِالاَغْيَارِ هُوَ حَقُ الْيَقِيْنَ وَرُؤْيَةُ مَا
سِوَى اللهِ حَوْضٌ وَلَعِبٌ وَذالِكَ مِنْ صِفَاتِ الْمَحْجُوْ بِيْنَ
Meng-Esakan Tuhan, men-Tauhidkan... Allah SWT
disamping yaitu memfanakkan, menghapus makhluk atau ....Sesungguhnya otomatis
kalau meng-Esakan Tuhan otomatis benar-benar makhluk. Kalau memandang Tuhan dengan seratus persen, otomatis
makhluk tidak ada. Sebaliknya kalau memandang makhluk otomatis Tuhan tidak ada
tidak kelihatan oleh mata hatinya orang yang tidak sadar. kalau hanya Allah SWT
tok., otomatis lainnya tidak ada. Memandang hanya Allah SWT tok, itu di sini
dikatakan HAQQUL-YAQIN. Haqqul-yaqin. Lha kita sudah HaqquI -yaqin atau belum,
itu terserah kita masing-masing !.
“WA RUKYATU MAA SIWALLOH
KHOUDUN WALA’IBUN”. Memandang
atau terpengaruh oleh makhluk, oleh benda termasuk badannya sendiri. Ini
dinamakan “khoudun wa Ia'ibun” hanya dolanan, main-main, hanya omong kosong.
Dan ini setengah dari pada sifat yang terkecam !. Orang yang tidak sadar
otomatis senantiasa begitu, senantiasa... terkecam. Pokoknya hanya Allah SWT
saja yang tidak terkecam. Atau segala sesuatu yang bersangkutan dengan Allah
SWT, umpamanya yaitu tadi, didasari LILLAH BILLAH otomatis segala sesuatu yang
bersangkutan sekalipun soal wahidiyah, kalau didasari LILLAH BILLAH otomatis
menjadi soal Tauhid Sebaliknya sekalipun soal abudiyyah lebih-lebih soal
duniawiyah halau tidak didasari LILLAH BILLAH atau pengabdian diri dan taubat,
otomatis akan membawa akibat merugikan ! Sekalipun soal-Amal kalau dihubungkan
dengan pengabdian diri kepada Allah SWT. Dan didasari tauhid, lebih-lehih soal
akhirat, ya otomatis diridloi Allah. SWT. Soal ini Para
hadirin- hadirot, pertu adanya peningkatan dan penyempurnaan yang
sebaik-baiknya !. Dalam segala bidang. Bidang pemeliharaan, barang peningkatan
dan bidang kita di dalam penyiaran, lahiriyah dan batiniyah.
{تَشَوُّفُكَ اِلىَ مَا بَطَنَ
فِيْكَ مِنَ الْعُيُوْبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوُّفِكَ اِلَى مَا حُجِبَ عَنْكَ مِنَ
الْعُيُوْبِ}
Di sini diperingatkan, keinginanmu, brontomu kepada
mengetahui soal-soal negatif yang ada di dalam dirimu, itu lebih baik dari pada
keinginanmu untuk mengetahui barang-barang yang ghoib. “Weruh sakdurunge
winarah” tahu apa yang akan terjadi. Ini masih lebih baik lagi yaitu usaha
mengetahui keburukan-keburukan yang ada di dalam dirinya. Tahu dan menyadari bahwa dirinya senantiasa
ujub, senantiasa riya’, senantiasa takabur senantiasa LINNAFSI BINNAFSI...
Senantiasa pamrih, yang harus selalu dicari !. Diselidiki ! kalau sudah ketemu
harus di,...dihapus ! Yah dalam ucapan kelihatannya mudah, tapi kalau tidak ada
perhatian dalam prakteknya, ... yah pokoknya harus ada perhatian yang
sebanyak-banyaknya.
Dus otomatis orang kalau
tidak LILLAH BILLAH selalu ... selalu negatif !. Cukul nafsunya ! Senantiasa
riya'. Sekalipun tidak melakulcan perbuatan atau beramal. Malah terkadang tidak
merasa bahwa akhlaknya bejat. Tentu saja bejatnya akhlak itu
bertingkat-tingkat. Ada
yang parah ada yang tidak otomatis. Lha, ini harus selalu dikoreksi. Buruknya,
negatifnya apa, harus selalu dicari Kalau tidak tahu harus disadari bahwa
dirinya, mata hatinya buta. Harus diusahakan penyembuhannya. Sehingga sembuh
dari penyakit buta, sehingga dapat mengetahui negatif atau keburukannya ! Ingin
dihormat, ingin dimulyakan dan lain-lain. Ini semua harus diselidiki,
diusahakan mengetahui dan menyadarinya, kalau sudah ketemu harus digempur
disembuhkan dari penyakit-penyakit hati seperti itu.
Tapi,
kalau soal ghoib, tahu sebelum terjadi “weruh sakdurungi winarah”, tahu hatinya
orang lain, tahuhal-hal yang akan datang, ini tidak menjadi keharusan. Malah
bisa mcrugikan, dan disalahgunakan. Kalau memang diparingi tahu, harus di
manfaatkan, tetapi awas dapat disalahgunakan. Yaitu kalau tidak tepat “kalau tidak dimanfaatkan pasti disalahgunakan” !
Disalahgunakan untuk-takabbur, untuk lain-lain keuntungan nafsu, malah
kemungkinan besar atau otomatis merugikan kepada orang lain.
Soal
tersebut di atas, yaitu menggali menyelidiki sifat-sifat yang buruk tidak bisa
إِلاَ عَلَى يَدِ
شَيْخٍ كَامَلٍ نَاصِحٍ
... kecuali di bawah asuhan seseorang Guru Mursyid
yang Kaamil yang memberi nasehat-nasehat. Itu pada umumnya. Lha dalam Wahidiyah
insya Allah asal Mujahadah-Mujahadah dipergiat, disamping terus melatih hati,
insya Allah akan ada kemajuan. Ya mudah-mudahan Para
hadirin hadirot, kita semua dikaruniai fadlol oleh Allah SWT, syafa'at tarbiyah
dam barokah karomah dari Rosululloh SAW. Ghoutsi Hadzaz Zaman wa A’waanihi wa
saairi Ahbaabillahi rodiyatullohu Ta’ala’anhum yang sebanyak-banyaknya !. Amin
!.
Dus
yang harus diperhatikan, yaitu orang harus usaha menghilangkan akhlaknya hati
yang bejat itu. Takabur, riya’ ujub dan lain-lain, akhlak-akhlak yang buruk
yang berhubungan dengan Allah SWT maupun nyang berhubungan dengan sesama
manusia dan makhluk, juga yang berhubungan dengan dirinya sendiri, ini yang
harus, ini yang harus dicari dan diteliti ! kalau sudah ketemu harus dihapuskan
harus dibuang, sedapat mungkin. Dan kalau memiliki akhlak yang baik, harus
dipupuk. Dalam istilah LILLAH BILLAH, kalau tidak LILLAH BILLAH, harus dicari
sebab atau sumbernya dan terus diganti LILLAH
BILLAH ! sebab, otomatis kalau tidak LILLLAH BILLAH-LINAFSI BINAFSI dan kalau tidak LINNAFSI BINAFSI – LILLAH
BILLAH.
Sekarang
yang menjadi persoalan adalah saya ini sudah LILLAH BILLAH sungguh-sungguhkan
atau baru imitasi Harus selalu ada
koreksi. Otomatis kalau LILLAH BILLAH imitasi, masih banyak ujub riya'
takabburnya. Perlu sekali selalu dikoreksi
كُنْ طَالِبَ اْلاِ
سْتِقَامَةِ وَلاَ تَكُنْ طَالِبَ الْكَرَامَةِ
Carilah usahakanlah istiqomah, istiqomah batiniyah
terutama hatinya selalu istiqomah LILLAH BILLAH ! Adapun lahiriyah
sebisa-bisanya ya supaya istiqomah ! Kecuali “taqdimul aham fal aham” Umpamanya
ini sedang Mujahadah kok ada kepentingan yang aham umpamanya, lha ini
Mujahadah-nya boleh ditangguhkan “Kulo nuwun” misaInya ada tamu, lebih-lebih tamu nglayoni kematian. Ini Mujahadah
boleh ditinggal menemani tamu tadi. Tapi kalau tamunya. tamu anggon, sudah
biasa, lebih-lebih biasanya hanya mengajak ngobrol saja, ini kalau dilayani ya
tidak kober Mujahadah ! Ini mungkin saja malah mungkin kedatangan tamu. itu
tidak membahas soal perjuangan atau soal Mujahadah, kalau perlu, ya tidak usah
dilayani ! Sekali tempo harus begitu, kalau perlu !
Dus
mudahnya, kita harus mengisi segala bidang “yukti kulla dzii haqqin haqqoh” dan
“taqdimul aham fal aham”.
“Istiqomah”,
ajeg, ini yang dimaksudkan terutama, ajeg batin ! Sedangkan ajeg atau istiqomah
lahiriyah ya baik. Tapi kalau perlu ya ada tidak baiknya malahan. Umpamanya
tiap jam sekian meski begini misaInya. Padahal pada jam itu ada yang aham, lha
ini Ialu menyalahi. Umpamanya, menghormat tamu itu wajib misaInya. Sedangkan
Mujahadah pada waktu itu tidak wajib misaInya. Lha ini namanya tidak bisa
taqdimul aham fal aham. Yah, pokoknya terserah. Insya Allah dapat dilaksanakan
taqdimul aham fal aham dan istiqomah , kalau bisa ya istiqomah dhiron wa batina !. kalau lahirnya dalam
masjid, hatinya ya harus di dalam masjid, tapi kalau soal lahir kalau kalau
terus menerus di dalam masjid, lah rumah tangganya kan bubar nanti. Ya harus kesawah, kepasar,
tapi batinya harus tetap didalam masjid terus !. Dus istiqomah, terutama
hatinya yang istikqomah senanntiasa LILLAH
BILLAH !. Adapun lahirnya ya harus mengisi bidang dan taqdimul aham.
"WALAA TAKUN THOOLIBAL
KAROOMAH".
Jangan mencari keramat !. sebab, keramat itu kesukaan
“Nafsu”!. “Kramat” di dalam ilmu Tasafuf seperti di dalam kitab Al-Hikam ini, yang dimaksud adalah “Kemuliaan” Ada
lagi “karom” artinya “loman”. Disini yang dimaksudkan adalah orang yang
karuniai “Khoriqul 'adah” nulayani kebiasaan. Misalnya tahu hati kawannya, tahu
persoalan yang akan datang, tahu perkara-perkara yang ghoib dan lain-lain. Atau
tahu-tahu punya rizki yang di luar perhitungan, misalnya. Itu semua kesenangan nafsu. Itu semua bisa disalah gunakan. Dan
otomatis kalau belum istiqomah batiniyah terhadap Allah SWT, otomatis disalah
gunakan.
Secara
umum. Segala nikmat baik yang luar biasa mampun yang biasa, kalau tidak sadar
kepada Allah SWT, otomatis disalagunakan. Dan otomatis menjadi
penglulu-istidroj ! Penglulu alat jebakan. Makin banyak nikmat yang diterimanya
otomatis makin banyak menyalahgunakan !. Baik itu nikmat biasa atau nikmat yang
luar biasa. Baik yang dapat diperhitungkan seperti karena usaha atau
permohonannya maupun yang di luar perhitungan tak terduga-duga. Itu semua kalau
tidak LILLAH BILLAH otomatis
Linnafsi binnafsi. Kalau linafsi binnafsi, bukan nikmat lagi, tapi suatu
jebakan, atau penglulu. Mari kita koreksi nikmat hidup kita ini, sanggup
nikmatkah atau jebakan, mari terserah kita masing-masing.
Para hadirin hadirot, sekali lagi mudah-mudahan pengajian
ini diberi manfaat yang, sebanyak-banyaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar