لاَتَطْلَبُ مِنْهُ اَنْ يُخْرِجَكَ مِنْ حَالَةٍ لِيَسْتَعْمَلَكَ فِيْمَا سِوَاهَا فَلَوْ اَرَادَكَ لاَسَتَعْمَلَكَ مِنْ غَيْرِ اِخْرَاجٍ
(Engkau jangan meminta kepada Alloh supaya dipindah dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Sebab kalau Alloh menghendakinya, tentulah merubah keadaanmu tanpa merubah keadaan yang lama).
Ini kita diperintahkan agar supaya jangan memohon kepada Tuhan atau usaha supaya keluar dari suatu keadaan dimana yang kita hadapi. Baik itu keadaan bidang dunia, bidang ekonomi maupun bidang agama. Bidang dunia misalnya seperti bertani, berdagang atau buruh dan sebagainya. Bidang agama misalnya bidang ilmu, menuntut ilmu atau mengajar dan lain-lain. Minta keluar dari keadaan-keadaan seperti diatas dengan maksud supaya bisa ubudiyah kepada Tuhan. Ini tidak tepat. Sebab ubudiyah kepada Tuhan dapat dilakukan dalam segala keadaan. Umpamanya seorang pedagang. Wah kalau saya terus berdagang begitu tidak bisa ubudiyah kepada Tuhan. Karena itu saya harus memohon dan usaha pindah kelapangan pekerjaan yang lain, jadi guru, mengajar ilmu agama, dengan begitu tentu saya bisa lebih tekun ibadah kepada Tuhan. Dan sebagainya dan sebagainya. Ini tidak benar, tidak boleh begitu. Berarti tidak ridlo kepada Tuhan! Tidak puas dijadikan Tuhan menjadi petani atau pedagang, atau pengusaha, atau pengajar dan sebagainya dan sebagainya, dengan alasan tidak bisa ibadah ini tidak wajar begitu. Justru adanya seseorang dijadikan pedagang atau petani atau tukang dan sebagainya itu, justru supaya dimanfaatkan untuk beribadah kepada Tuhan. justru bertani, berdagang dan sebagainya itu supaya dilaksanakan dalam rangka ibadah kepada Tuhan. Dalam keadaan bagaimanapun juga seseorang dapat melaksanakan ibadah.
Orang yang bersyari'at saja, berilmu fiqih saja, tidak bertasyawwuf rusak atau fasik. Artinya, karena hanya syari'at saja, dia otomatis selalu riyak takabbur, ujub dan sebagainya. Kelihatannya ibadah lahimya memang aktif giat/mempeng. Tapi karena hatinya tidak bertasyawwuf, otomatis ujub riyak takabbur. Dan ini merusak amal-amal ibadahnya.
Jadi kita harus kedua-duanya. Ya tafaqquh ya tasyawwuf. Ya syari'at ya haqiqot. Istilah Wahidiyah ya LILLAH ya BILLAH. Hanya LILLAH saja. Pasti timbul ujub riyak takabbur dan ini merusak amal. Sebaliknya hanya BILLAH saia, lalu tidak ada pelaksanaan ubudiyah secara syari'at yang tepat LILLAH BILLAH harus selalu gandeng. Dan tidak usah menunda-nunda waktu nanti-nanti kalau sudah begini begitu. Tidak usah memilih atau usaha keluar dari keadaan yang dihadapinya.
Terkecuali, apabila seseorang mendapat petunjuk atau hidayah dari Tuhan dengan petunjuk yang khusus. Atau mendapat bimbingan dari orang lain yang harus ditaati, guru mursyid misalnya (yang kaamil mukaamiil). Itu terkecuali. Otomatis harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang diterimanya!.
مَا اَرَادَتَ هِمّةُ سَالِكِ اَنْ تَقِفَ عِنْدَ مَا كَشِفَ لهَاَ إِلاّ وَنَادَتْهُ هَوَاتِفُ الْحَقِيْقَةِ : فَإِنَّ الَّذِي تَطْلُبُهُ اَمَامَكَ, وَلاَ تَبَرّجَتْ ظَوَاهِرُ الْمُكَوِّنَاتِ إِلاَ وَنَادَتْكَ حَقَآئِقُهَا : إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرٌ
Seorang saalik, orang yang sedang Fafirruu Ilallohi wa Rosuulihi SAW kalau terpengaruh oleh adanya pengalaman-pengalaman yang manis yang lezat yang menyenangkan, pengalaman-pengalaman rohani atau dzauqon atau mukasyafah yang menjadikan orang terpengaruh, terpengaruh kepada pengalaman ini, tahu atau merasa atau lain-lain kok! menjadi terpengaruh, ibarat orang yang berjalan terpengaruh soal-soal di sekeliling jalan, otomatis menjadi lambat perjalanan itu, atau sama sekali mandeg. Maka dalam keadaan yang demikian selalu diingatkan oleh “hawaatiful haqiqot”. “Hawaatif” suara ghoib dari Tuhan.
سِرْوَجِدّ فِىالسَّيْرِ لاَ تَقِفْ !
“Sayo terus, jangan berhenti”!.
فَإِنَّ الَّذِي تَطْلُبُهُ اَمَامَكَ
“Apa yang kamu tuju berada didepanmu, masih juga”!.
وَهْوَ وُصُوْلَكَ اِلَى الْمَوْلَى وَعَدَمُ رُكُوْنِكَ اِلَىشَئٍ سَوَاهُ
“Yaitu wusulmu kepada Tuhan, dan tidak cenderungnya hatimu kepada sesuatu selain Dia Tuhan “.
Dus! pokoknya jangan sampai kita terpengaruh oleh segala sesuatu lahiriyah maupun batiniyah!. semua harus kita gunakan untuk Fafirruu Ilallohi wa Rosuulihi SAW!. Bahkan sekalipun kita sudah berada dalam tingkat kesadaran, sudah menguasai LILLAH atau BILLAH, jangan sampai terpengaruh oleh soal-soal yang mempengaruhi, harus terus maju dan meningkatkan kesadaran!. Terus disempumakan! kalau mandeg / berhenti, merasa sudah LILLAH BILLAH, sudah mujahadah, sudah merasa tepat, itu namanya terpengaruh! Tidak boleh!.
وَلاَ تَبَرَّجَتْ ظَوَاهِرُ الْمُكَوِّنَاتِ إِلاَّ وَنَادَتْكَ حَقَآئِقُهَا : إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرٌ
Begitu juga kalau ada pengalaman yang selalu memikat hatinya, seperti umpamanya dihormati orang lain, soal-soal ekonominya menjadi mudah, apa yang diusahakan berhasil dengan sukses, atau umpamanya lagi diberi keistimewaan-keistimewaan khoriqul 'adah, mudah memperoleh alamat-alamat dan berita-berita sirri, atau macam-macam khoriqul 'adah yang lain-lain, bisa menghilang, bisa berjalan di atas air, bisa lap!. sampai jagad sana tahu keadaan hati atau kehendak
kawannya, tahu apa-apa pada jarak jauh, atau... yah! pokoknya macam-macam pengalaman atau keistimewaan-keistimewaan yang diperolehnya. Harus terus maju dan meningkat Fafirruu Ilallohi wa Rosulihi SAW. Jangan sampai mandeg kena pengaruh-pengaruh!. Dan sesungguhnya keadaan-keadaan atau pengalaman-pengalaman itu sendiri selalu memperingatkan :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar