AJARAN WAHIDIYAH

LILLAH Artinya : segala perbuatan apa saja lahir maupun batin, baik yang berhububungan dengan langsung kepada Alloh wa Rosulihi SAW maupun berhubungan dengan sesama makhluq, baik kedudukan hukumnya wajib, sunnah, atau mubah, asal bukan perbuatanyang merugikan yang tidak di ridloi Alloh, bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakanya supaya disertai niat beribadah mengabdikan diri kepada Alloh dengn ikhlas tanpa pamrih ! LILLAH TA’ALA baik pamri ukhrowi, lebih – lebih pamri duniawi

BILLAH : merasa dan menyadari bahwa segalanya termasuk gerak gerik kita, lahir batin, tenaga, pikiran dll adalah ciptaan ALLOH MAHA PENCIPTA !. yakni ''laa haula walaa quwwata illaa billaah '' tiada daya kekuatan melainkan karena Alloh SWT.

LIRROSUL Di samping niat Lillah seperti di muka, supaya juga di sertai dengan niat LIRROSUL, yaitu niat mengikuti tuntunan Rosulullooh SAW

BIRROSUL Penerapannya seperti BILLAH keterangan di muka, akan tetapi tidak mutlak. Dan menyeluruh seperti BILLAH, melainkan terbatas dalam soal – soal yang tidak dilarang oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Jadi dalam segala hal apapun, segala gerak – gerik kita lahir batin, asal bukan hal yang dilarang, oleh Alloh wa Rosulihi SAW. Disamping sadar Billah kita supaya merasa bahwa semuanya itu mendapat jasa dari Rosulullooh SAW ( BIRROSUL )

YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH

Memenuhi segala macam kewajiban yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya tanpa menuntut hak .mengutamakan kewajiban dari pada menuntut hak .contoh ;suami harus memenuhi kewajibannya terhadap sang isteri ,tanpa menuntut haknya dari sang isteri .dan isteri harus memenuhi kewajibannya terhadap suami,tanpa menuntut haknya dari sang suami .anak harus memenuhi kewajibannya kepada orang tua , tanpa menuntut haknya dari orang tua .dan orang tua supaya memenuhi kewaqjibannya terhadap anak, tanpa menuntut haknya dari si anak .dan sebagainya .sudah barang tentu jika kewajiban di penuhi dengan baik, maka apa yang menjadi haknya akan datang dengan sendirinya tanpa di minta .

TAQDIMUL AHAM FAL AHAM TSUMMAL ANFAH’ FAL ANFA’

Mendahulukan yang paling penting , kemudian yang paling besar manfaatnya . jika ada dua macam kewajiban atau lebih dalam waktu yang bersamaan dimana kita tidak mungkin dapat mengerjakannya ,bersama sama ,maka harus kita pilih yang paling aham ,paling penting kita kerjakan lebih dahulu . jika sama sama pentingnya ,kita ,pilih yang lebih besar manfaatnya

Minggu, 23 Desember 2012

istidroj - al hikam oleh muallif sholawat wahidiyah


الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

(خِفْ مِنْ وُجُوْدِ اِحْسَانِهِ اِلَيْكَ وَدَوَامِ اِسَاءَتِكَ مَعَهُ اَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ اِسْتِدْرَاجًا)

BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIM.
KHIF MIN WUJUUDI IHSAANIHI ILAIKA WADAWAAMI ISAAATIKA MA’AHU AN- YAKUUNA DZAALIKA ISTIDROOJAN”

Jadi maksudnya, kita diberi sehat, diberi baik ekonominya, diberi diberi, kok tidak atau kurang taatnya kepada Tuhan, kita harus merasa bahwa pemberian iniistidroj-penglulu !. Aku diberi kesehatan yang baik, diberi rizki yang cukup, tapi mengapa ibadahku kepada Alloh kok tidak bertambah baik ?. Kita harus begitu perasaan kita jika keadaannya seperti itu. Mestinya justru sehat, justru dikaruniai kebaikan, soal moril atau materiil, atau diberi selamat, atau tidak kekurangan,
atau sekalipun kekurangan tapi tidak seberapa misalnya, sebab jika ada istilah kurang, tentu ada yang lebih kurang lagi, begitu juga soal sehat misalnya, adayang dikaruniai sehat tapi ada lagi yang lebih sempurna sehatnya, jadi pokoknya
dikaruniai nikmat, atau pada pokoknya diberi hidup, kok tidak ada kurang taatnya atau kesadarannya kepada Alloh, maka harus merasa bahwa diberi kecukupan atau kesehatan ini adalah istidroj !. Penglulu !. Soalnya, kecuali memang
seharusnya harus ngedoki, dengan sendirinya jika merasa seperti itu lalu ada perhatian, ada usaha agar supaya berubah menjadi yang lebih baik bagaimana. Tapi jika tidak ada tanggapan, lebih-lebih merasa baik    ya wassalam !.

Atau para hadirin hadirot, secara umum, yaitu segala kemampuan atau apa saja yang kita miliki jika tidak didasari LILLAH BILLAH istilah dalam Wahidiyah, otomatis itu istidroj !. Penglulu !. Jebakan !. Atau menyalah gunakan !. Yah, silahkan, terserah !. Segala nikmat, lahiriyah maupun batiniyah yang tidak didasari LILLAH BILLAH dengan tepat otomatis istidroj !. Sehat misalnya tidak didasari kesadaran, tidak didasari LILLAH BILLAH, artinya sadar bahwa yang memberi adalah ALLOH SWT dan kesehatan itu digunakan untuk apa yang diridloi Alloh SWT - LILLAH, jika tidak begitu, disamping LIRROSUL BIRROSUL sudah tentu, itu, itu otomatis istidroj !. Otomatis !. Penglulu atau jebakan !. Otomatis istilah penglulu, atau istidroj, atau jebakan, ini pasti ada akibat-akibat yang berbahaya!.
KHIF MIN WUJUUDI IHSAANIHI ILAIKA WADAWAAMI ISAAATIKA MA’AHU AN YAKUUNA DZAALIKA ISTIDROOJAN !.”
Takutlah, atau kuatirlah, atau lebih mantap lagi yakinlah bahwa yaitu dikaruniai, senantiasa dikaruniai nikmat soal apa saja, atau sekalipun mlarat tapi tidak lebih mlarat lagi umpamanya, dipandang dari segi tidak lebih mlarat tapi sesungguhnya adalah nikmat, begitu juga diberi sakit, sekalipun diberi sakit tapi masih tidak sakit yang lebih parah lagi, Tuhan mampu membuat sakit yang lebih parah dari ini, dipandang dari arah ini, sakit tadi adalah suatu nikmat, kok tidak atau kurang ibadahnya, ini harus yakin bahwa ini adalah istidroj !. Aku diuji sakit yang tidak lebih parah dari ini!. Harus merasa begitu!. Sebab sakitku ini saya salahgunakan, sebab aku senantiasa berlarut-larut!.

Ini setengah dari pada adab. Dan disamping itu, hikmahnya antara lain yaitu dengan merasa begitu, otomatis ada perhatian untuk memperbaiki keadaan.

Jadi disini dikatakan bahwa orang pada umumnya tidak atau kurang mensyukuri pada nikmat-nikmat. Dan nikmat pada umumnya, misalnya soal kesehatan atau soal ekonomi, sekali tidak atau kurang disyukuri, itu tidak menyebabkan hilang, atau tidak sekaligus hilang. Sekalipun begitu, jangan dikira bahwa itu tidak ada apa-apanya, tidak ada akibat-akibatnya. Ini adalah istidroj!. Lebih berat dari pada hilang begitu saja ketika disalahgunakan !. Sebab istidroj itu makin banyak makin lama makin berat !. Tapi jika lalu hilang begitu nikmat yang tidak disyukuri, ya sudah habis sampai disitu. Umpamanya orang diberi nikmat tidak disyukuri, melainkan disalahgunakan, lalu nikmat itu hilang sebab disalahgunakan, itu ya sudah cutel begitu saja. Sedang yang satu lagi diberi nikmat, disalahgunakan dan nikmat itu tidak hilang, dan tidak merasa bahwa menyalahgunakan, makin lama makin berlarut-larut. Diberi soal dunia, disalahgunakan tapi dunia itu menjadi bertambah-tambah, lha ini akan lebih berat lagi sebabnya menyalahgunakan menjadi makin banyak dan makin bertambah terus. Ini makanya dikatakan lebih berat.

Ini perlu adanya koreksi diri kepada pribadi kita masing-masing, para hadirin hadirot !. Jangan sampai terutama ketika membicarakan soal ini lalu menuduh orang lain, tapi seharusnya kita menuduh atau mencurigai kepada pribadi kita sendiri !. Dan terus kita kuatkan dengan menggali fakta-fakta yang ada pada diri kita!. Aku selalu diberi sehat, senantiasa diberi bisa jalan, senantiasa diberi dapat berfikir, dapat ingat melihat, dan sebagainya dan sebagainya, ini saya pergunakan apa !. Jika saya salah gunakan, ini berarti menyalahgunakan, tapi ternyata panggah, tetap masih bisa begitu, ini berarti istidroj !. Tidak saya sadari, tidak saya syukuri, artinya tidak saya gunakan untuk LILLAH BILLAH tapi kok masih saja bisa berfikir, masih saja bisa melihat, mendengar, merasa dan sebagainya, tidak hilang sebab saya salah gunakan, ini namanya istidroj ini !.
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَيَعْلَمُوْنَ (الاعراف:١٨٢)

“SANASTADRIJUHUM MIN HAITSU LAA YA’LAMUUN” (7 - Al A’rof 182)
(....nanti KAMI akan menarik mereka kearah kebinasaan dengan berangsur-angsur secara yang tidak mereka ketahui) حَتىَّ إِذَافَرِحُوْا بِمآاُوْتُوآأَخَذنَهُمْ بَغْتَةً...(الانعام:٩٩)

HATTA IDZAA FARIHUU BIMAA UUTUU, AKHODZNAAHUM BAGHTATAN...” (7-Al An’aam 44)
(........sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, KAMI siksa mereka dengan sekonyong-konyong.........)
Apabila mereka sudah berlarut-larut, yaitu menyalahgunakan apa yang diberikan kepada mereka, ......”AKHODZNAAHUM BAGHTATAN”. KAMI ambil paksa, KAMI tindak dengan ketegasan !. Ini ancaman Alloh SWT !. Kita harus takut pada ancaman Alloh SWT!. Sedangkan diancam diantara kita sesama saja sudah takut, lebih-lebih yang mengancam Alloh SWT !. Alloh SWT Yang Maha Kuasa !.SYADIIDUL-‘IQOOB”. Yang Maha Menyiksa !. Yang Maha......Maha, Maha !. Kita harus lebih takut yang luar biasa !.
Didalam Wahidiyah sering dibicarakan atau disebut-sebutkan suatu
Hadits.
اِنَّ اللهَ لَيُمْلِى لِلظَّالِمِ فَاِذَااَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ
INNALLOHA LAYUMLII LIZHZHDOLIM FAIDZAA AKHODZAHU LAM YUFLITHU” Alloh SWT menangguhkan kepada orang yang zholim yang berlarut-larut yang menyalahgunakan. Tapi awas, apabila Alloh mengambil ketegaan, tidak akan di, .........dilepaskan !. Pasti!.
Para hadirin hadirot, disamping hal-hal seperti tersebut kita harus meninjau sejarah secara umum !. Baik yang jauh maupun yang dekat !. Lebih-lebih akhir-akhir ini banyak kejadian-kejadian lebih-lebih bidang ekonomi. Kemarin masih mampu, tapi sekarang berubah menjadi miskin, mlarat!. Kemarin masih Honda-nan, sekarang mbecak !. Kemarin begitu, sekarang sudah didalam penjara !. Kemarin masih sehat, sekarang jadi layatan !. Dan sebagainya, dan sebagainya !. Hal-hal seperti itu harus kita manfaatkan !. Mungkin  sekali, kalau tidak dapat dikatakan pasti, dalam waktu yang tidak diketahui, kita juga akan mengalami. Terutama soal pati!. Ini harus kita manfaatkan !.
Sekali lagi kita ulangi:
“KHIFMIN WUJUUDI IHSAANIHI ILAIKA WADAWAAMI  ISAAATIKAMA’AHU AN YAKUUNA DZAALIKA ISTIDROOJAN. SANAS TADRIJUHUM MIL HAITSU LAA YA’LAMUUNA”. Takutlah atau berkeyakinanlah bahwa Alloh SWT senantiasa berbuat baik kepadamu. Senantiasa memberi sehat, memberi rizki, memberi apa saja, tetapi aku kok tidak mau menyadari, tidak mau syukur, aku harus berkeyakinan bahwa itu semuanya adalah istidroj.

وَقِيْلَ نُمِدُّهُمْ باِلنِّعَمِ وَنُنْسِيْهِمْ الشُّكْرَ عَلَيْهَا فَاِذَا رَكَنُوْااِلَى النِّعَمِ وَحُجِبُوْا عَنِ الْمُنْعِمِ اُخِذُوْا

WAQIILA NUMIDDUHUM BINNI’AM WANUNSIIHIM-SYUKRO ‘ALAIHAA; FAIDZAA ROKANUU ILAN-NI ‘AMI WAHUJIBUU ‘ANIL MUN ‘IMIUKHIDZUU”
 “SANASTADRIJUHUM” ada yang menafsiri disini, yaitu: “mereka Aku beri nikmat tapi mereka melupakannya tidak mau syukur. Maka jika mereka sudah begitu tertarik kepada nikmat-nikmat itu, dan lupa kepada yang memberi nikmat, “UKHIDZUU”. Mereka diambil dengan paksa. Diambil tindakan tegas !. Baik didunia maupun diakhirot. Didunia, akan dipisahkan dengan nikmat yang diberikan. Kalau tidak dunianya yang hilang, bangkrut, hancur, orangnya yang meninggalkan dunia dicabut rohnya oleh Izroil. Ini sudah otomatis !.

Akhir-akhir ini seperti maklumi dan pernah saya utarakan. Soal ekonomi terutama. Keadaan ekonomi dimasa-masa sebelumnya lebih baik dari keadaan sesudahnya. Lha ini ya maaf untuk pribadi kita pada umumnya harus merasa bahwa keadaan ekonomi saja pada waktu dulu-dulu itu saja lebih baik dari sekarang, itu adalah sebenarnya adalah istidroj. Istidroj sebab tidak saya manfaatkan untuk memperbaiki hubunganku dengan Alloh SWT. Tidak saya manfaatkan untuk LILLAH BILLAH tetapi hanya untuk berlarut-larut memuaskan nafsu belaka. Istidroj!. harus begitu perasaan kita!. Sebenarnya ini masih untung, untung kok dunianya yang meninggalkan aku, kok bukan aku yang meninggalkan dunia lebih dahulu. Ditinggalkan oleh dunia lebih dahulu itu lebih baik daripada sudah digradak oleh Izroil sedang dunianya yang senantiasa disalah gunakan itu masih menyelimuti tubuh dirinya. Ini lebih berat ketika dicabut rohnya oleh Izroil, rohnya diperebutkan antara dunianya dan Izroil, yang akhirnya pasti menang Izroil !. segala hak miliknya nggandoli !. Merintangi Izroli, mudahnya. Tapi Izroil pantang mundur sedetikpun. Izroil mencabut nyawa, rumahnya nggandoli. Sawahnya nggandoli !. Orang tua nggandoli, anak, nggandoli !. Suami, istri, nggandoli. Pacar, nggandoli!. Usahanya, tokonya, pokoknya semua dunia yang melekat pada hatinya selama hidupnya, semuanya nggandoli !. Berebut, saling berebut dengan Izroil. Ini makanya lebih berat!.

Jadi lebih ringan dunianya yang kabur lebih dahulu, daripada orangnya yang kabur. Dan lebih-lebih jika orang yang bersangkutan tadi mau bertobat, itu lebih baik lagi.
Jadi pokoknya nikmat, nikmat apa saja yang istilah Wahidiyah tidak dimanfaatkan sebagai pelaksanaan pengabdian diri kepada Alloh SWT, LILLAH BILLAH dan LIRROSUL BIRROSUL, jelas bahwa itu istidroj !. Pasti disalah gunakan, dan merupakan suatu penglulu !. Penglulu, artinya dibiarkan untuk berlarut-larut, bahkan jika perlu diberi kesempatan !. Tapi nanti jika sudah waktunya diambil ketegasan !.
وَمِنْ أَنْوَاعِ اْلاِسْتِدْرَاجِ مَاذَكَرَهُ بِقَوْلِهِ (مِنْ جَهِلَ الْمُرِيْدِأَنْ يُسِيْئَ اْلأَدَبَ)

Wa min anwaa’il istidroj, maa dzaka rohu biqoulihi : “MIN JAHLIL MURIDI AN YUSIIALADAB”.
Setengah dari pada istidroj, penglulu, Muurid, orang yang ingin sadar usaha sadar kepada Alloh SWT, istilah ”Muurid”-orang yang karep, menghendaki, tapi yang dimaksud istilah disini, menghendaki agar supaya bebas dari nafsu, atau menghendaki untuk sadar kepada Alloh SWT, istidroj atau penglulu yang sering dialami oleh muurid, yaitu “suuul adab”. Tidak atau kurang adab. Tidak atau kurang sopan, itu istidroj!.

إِمَّامَعَ اللهِ تَعَالىَ كَاْلاِعْتِرَاضِ عَلَيْهِ وَتَعَالَى التَّدْبِيْرِمَعَهُ وَالتَّضَرُّرِبِأَحْكَامِهِ الْمُؤلِمَةِ فِىْنَفْسِهِ اَوْغَيْرِهِ وَتَصْرِيْحِ لِسَا نِهِ بِالشَّكْوَىإِلىَ الْخَلْقِ
Imma ma’allohi Ta’ala kal-l’tirodl ‘alaihi wa ta’ala at-tadbiri ma’ahu wat-tadlorruri biahkaamihi almuklimati fii nafsihi au ghoirihi watashriihi lisaanihi bisysyakwa ilal-kholqi” ....
Tidak sopan, atau tidak adab, baik terhadap Alloh SWT ataupun terhadap Guru yang membimbing dia kepada kesadaran kepada Alloh SWT. Terhadap Alloh SWT yaitu umpamanya, tidak ridlo, tidak puas kepada Alloh Ta’ala. Umpamanya diuji mlarat, dia ngresulo, menyesal kepada Alloh SWT. Ini berarti tidak puas kepada kehendak Alloh SWT Yang Maha Mencipta, Pak tani misalnya, karena hujan yang terlalu banyak atau kekurangan air karena kemarau yang panjang, dia ngresulo-menggerutu !. Ini berarti nggerutu-ngomel-ngomel atas kehendak Alloh SWT. Suul adab !. Tidak sopan kepada Alloh SWT !. Atau soal ekonomi atau lain-lain, orang yang menggunakan hitungan yang keterlaluan, menggunakan teori-teori yang muluk-muluk tanpa didasari LILLAH BILLAH yang mantap, sehingga dia terlalu mengandalkan teori dan perhitungannya , lupa kepada kodrat irodat Alloh SWT. Atau kasarnya berarti dia menentang kehendak Alloh SWT !. Inilah diantara suul adab atau tidak sopan kepada Alloh SWT !. Disini dikatakan tidak sabar, tidak puas, tidak puas dan ngongso-ongso !. Tidak mau terima kepada kekuasaan Alloh SWT !.

Soal usaha atau ikhtiar atau berencana, yah, memang seharusnya kita laksanakan. Akan tetapi harus senantiasa dijiwai LILLAH BILLAH, atau tidak boleh mengandalkan usaha, atau rencananya atau teorinya !. Jika ternyata jika usaha atau rencananya itu hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan, harus, harus disadari bahwa Alloh SWT yang menentukan. Jika tidak sadar begitu, otomatis menyesal atau menggerutu atau ngresulo. Dan ini suuul adab, tidak sopan kepada Alloh SWT. Lebih-lebih selalu sambat-sambat atau mengadukan kesulitan-kesulitan kepada sesama makhluk atau kepada orang lain !. Ini jika tidak diatur hatinya dengan tepat, otomatis suuul adab kepada Alloh SWT !. Terkecuali sambat-sambat atau pengaduan itu disampaikan kepada orang yang ahli untuk minta petunjuk kepada keadaan yang lebih baik, bagi orang sakit kedokter atau pengobatan lain misalnya, ini terkecuali, tapi ya itu tadi harapan haruuus senantiasa diarahkan kepada Alloh SWT !. Jangan sampai mandek kepada makhluk atau orang lain itu !....

Jadi membicarakan atau mengadukan kesulitan-kesulitan soal ekonomi atau rumah tangga atau lainnya kepada sembarang orang, jika tidak tepat hatinya, adalah suuul adab kepada Alloh SWT !. Bahkan juga suuul adab kepada orang yang diwaduli, orang tempat mengadukan !. اَوْمَعَ الْمَشَايِخِ كَاْلاِعْتِرَاضِ عَلَيْهِمْ وَعَدَمِ قَبُوْلِ إِشَارَتِهِمْ فِيْمَا يُشِيْرُوْنَ بِهِ عَلَيْهِ فَقَدْقَلُوْا: عُقُوْقُ اْلأُسْتَاذِيْنَ لاَتَوْبَةَ لَهُ, وَقَلُوْا أَيْضًا: مَنْ قَالَ ِلأُسْتَاذِهِ لِمَ؟ فَإِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ

Au ma’al-masyaayikhi kal-i’tirodl ‘alaihim wa ‘adami qobuuli isaarotihim fiimaa yusyiiruuna bihi ‘alaihi; faqod qooluu : ‘uquuqul-Ustaadziin laa taubata lahu. Wa qooluu aidlon : manqoola li-Ustaadzihi: “lima”, fainnahu laa yuflihu”.

Mari kita tinjau, para hadirin hadirot !. Terhadap Alloh SWT, kepada Rosuululloh saw, kepada Guru, kepada kawan sesama kawan, kepada orang lain !. Pokoknya dimana ada hubungan, itu bisa menimbulkan Suuul adab atau tidak sopan jika tidak tepat!. Hubungan kepada Alloh SWT, kepada Rosuululloh saw sebagai nabi kita, dan kepada Ghoutsi Hadzazaman r.a. Dan lain-lain harus kita perhatikan !. Disini dikatakan : “au ma'al masyaayikhi............
“Masyaayikh”-“As-syekh”. Asal maknanya orang yang sudah tua. Orang tua. Tapi yang dimaksud disini yaitu “syekh”. Maksudnya ialah orang yang sadar kepada Alloh SWT dan mampu menyadarkan orang lain. Otomatis jika istilah “sadar” dan “menyadarkan” dia mengetahui soal-soal yang negatip atau soal-soal yang kurang memenuhi syarat-syarat. Tidak beda dengan seorang montir mesin misalnya. Dia tahu bagian-bagian mesin yang kurang sempurna yang kurang memenuhi syarat dan harus diperbaiki atau diganti. Begitu juga “syekh” yang dimaksud dalam bidang kesadaran, yakni orang yang sadar dan mampu menyadarkan orang lain. Beliau tahu kekurangan-kekurangan atau negatip-negatip orang lain yang harus memenuhi syarat, dan mampu memperbaikinya, otomatis, istilah montir mesin tadi.
“kal I’tiroodl ‘alaihim.......... Setengah dari pada suuul adab kepada Syekh atau Guru, yaitu si murid menentang mereka. Tidak mau menerima petunjuk gurunya. Tidak mau menerima apa yang diisyaratkan oleh Gurunya. Dikatakan :
عُقُوْقُ اْلأُسْتَاذِيْنَ لاَتَوْبَةَ لَهُ
U’QUUQUL USTAADZIINA LAA TAUBATA LAHU”.
Berani kepada Guru itu tidak ada tobatnya. Yang dimaksud Guru disini, adalah Guru kesadaran kepada Alloh wa Rosuulihi saw. Sabda Hadist yang hubungan dengan ini yaitu :
رِضَا اللهِ فِيْ رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِيْ سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ

“RIDLOLLOHI FII RIDLOL-WAALIDAINI WA SUKHTULLOHI FII SUKHTIL-WAALIDAINI” (al Hadist)
Keridloan Alloh digantungkan kepada kedua orang tua. Jika kedua orang tua meridloi, Alloh pun meridloi. Begitu juga bendu atau murka Alloh, digantungkan kepada kedua orang tua. Jika kedua orangtua murka (kepada si anak) Alloh pun murka kepada mereka. Lebih-lebih guru !. Jauuh lebih daripada itu. Sebab guru adalah orang tua dari jiwanya. Orang tua ruhani. Adapun orang tua biasa, itu orang tua fisik atau jasmani. Nilainya jiwa dan fisik jaauh berbeda !. Jadi setengah dari pada Istidroj, suul adab, yaitu si murid menentang
kepada Gurunya dan dia tidak menyadarinya. Atau tidak mau ta’at tidak mau
tunduk. Malah disini dikatakan:
 
مَنْ قَالَ ِلأُسْتَاذِهِ لِمَ؟ فَإِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ

MAN QOOLA LIUSTAADZIHI “LIMA”, FAINNAHU LAM YUFLIHU”. Orang yang miskil kepada Gurunya lalu bertanya “mengapa atau bagaimana, atau sebabnya apa”, “laa yuflih”. Tidak sukses. Siapa yang muskil atau ragu-ragu terhadap petunjuk Gurunya, Otomatis gagal !.

وَقَالَ الْقُشَيْرِيّ: مَنْ صَحِبَ شَيْخًا مِنَ الشُّيُوْخِ ثُمَّ اعْتَرَضَ عَلَيْهِ بِقَلْبِهِ فَقَدْ نَقَضَ عَهْدَ الصُّحْبَةِ وَوَجَبَتْ عَلَيْهِ التَّوْبَةُ وَإِنْ بَقِىَ مِنْ أَهْلِ السُّلُوْكِ قَاصِدٌ لَمْ يَصِلْ إِلَى مَقْصُوْدِهِ, فَلْيَعْلَمْ أَنَّ مُوْجِبَ حَجْبِهِ اِعْتِرَضٌ خَامَرَ قَلْبَهُ عَلَى بَعْضِ شُيُوْخِهِ فِيْ بَعْضِ أَوْقَاتِهِ
Wa qoolal-Qusyairi : man shohaba Syaikhon minas-syuyuukh tsumma’tarodlo ‘alaihi biqolbihi faqod naqodlo ‘ahdas-suhbah wawajabat ‘alaihit-taubah. Wa in baqiya min ahlis-suluuki qooshidun, lam yashil ila maqsuudihi falya’lam anna mujiba hajbihi I’tiroodlun khoomaro qolbahu ‘alaba’dli syusyuukhihi fii ba’dli auqootihi”.
Berkata Syekh Qusyairi, pengarang kitab Risalah Qusyairiyah yang juara itu : Barang siapa berguru kepada salah seorang Guru, Definisi Guru seperti yang saya sebutkan dimuka, kok hatinya tidak setuju, hatinya mengunek-unek Gurunya, maka sesungguhnya dia membatalkan atau merusak dia berguru itu. Dan wajib baginya bertobat !. Jika dia (si murid) belum sadar, belum menyadari kesalahannya, ketahuilah bahwa dia tidak sadar itu adalah disebabkan dia menentang gurunya tadi !. Dia tidak sopan, dia suuul adab kepada Gurunya !.
فَإِنَّ الشُّيُوْخَ بِمَنْزِلَةِ السُّفَرَأ لِلْمُرِيْدِيْنَ

“Fa innas-syuyuukh bimanzilatis Sufarook lilmuriidiina”. Sebab Guru itu kedudukannya seperti “Sufarook” bagi si murid “sufarok” asal bahasanya orang-orang yang bepergian. Tapi yang dimaksud “sufarook” disini ialah para malaikat yang diutus oleh Alloh SWT. Seperti malaikat Jibril diutus membawa wahyu kepada Rosuululloh saw, itu sufarook. Jadi kedudukan guru bagi si murid seperti halnya para malaikat yang diutus Alloh SWT itu.
Atau Rusul boleh juga disebut “Sufarook”. Tapi yang terkenal yang umum pengertiannya, Sufarook adalah para Malaikat yang diutus oleh Alloh SWT. Contohnya malaikah Jibril. Qur’an itu dari Loh Mahfuzh kemudian dibawa oleh malaikah Isrofil. Malaikah Isrofil itu sendiri yang paling dekat kepada Alloh SWT. Didalam kitab Insan Kamil dikatakan, sebab malaikah Isrofil itu dibuat dari Galihnya Nuuru Mohammadin Rosuululloh saw. Karena itu menjadi yang paling dekat sendiri kepada Alloh SWT, Adapun para Auliya Alloh, yang dibuat dari galihnya Nur Isrofil adalah Ghouts. Qur’an tadi selanjutnya dari Isrofil dibawa oleh malaikat Mikail. Seterusnya kepada malaikat Jibril. Para Malaikat-malaikat itulah yang disebut ":Sufarook”.
Adapun suul adab yang hubungan dengan sesama manusia antara lain disini dikatakan:

وَإِمَّامَعَ بَعْضِ النَّاسِ بِاْلإِعْتِرَاضِ عَلَيْهِمْ كَمَا وَقَعَ فِىْ الْجُنَيْدِ أَنَّهُ رَأَى فَقِيْرًايَسْأَلُ الناَّسَ فَقَالَ فِىْ نَفْسِهِ لَوْعَمِلَ هَذَاعَمَلاًيَصُوْنُ نَفْسَهُ لَكَانَ أَجْمَلَ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ أَوْرَادُهُ فِىْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ


Wa immaa m’'a ba’dlin naasi bil I’tiroodl ‘alaihim kamaa waqo’a lil junaidi annahu roa faqiiron yasalun-naasa faqoola fii nafsihi : lau ‘amila haadzaa ‘amalan yashuunnu nafsahu lakaanaajmala. Fatsaqulat ‘alaihi aurooduhu fii tlikal lailati waroaajamaa’ atan...............jadi suul adab atau tidak sopan itu, seperti yang saya utarakan tadi, segala hubungan itu bisa jadi sopan bisa jadi tidak sopan. Seperti yang terjadi pada sejarahnya syekh Junaid, Sayyidut-Thooifah. Ahli tasawuf memberi julukan Syekh Junaid “Sayyidut-Thooifah”. Kepala golongan tasawuf. Pimpinannya ahli kesadaran kepada Alloh SWT. Antara lain ucapan-ucapan Beliau : “Selama 50 tahun aku senantiasa diajak bicara oleh Alloh SWT tapi kebanyakan orang tidak tahu”.
Ini bagaimana maksudnya para hadirin hadirot ?. Tidak lain yaitu senantiasa LILLAH BILLAH istilah Wahidiyah !. Mendengar temannya bicara, ...sadar bahwa yang mengucapkan itu Alloh. BILLAH istilah Wahidiyah. Melihat tembok mengetahui Alloh!. Begitu yang dimaksud Syekh Juned!. Dan kita masing-masing apakah seperti Syekh Juned, ataukah sebaliknya ?. Mari para hadirin hadirot!. Ya mudah-mudahan kita mendapat barokahnya syekh Juned seperti yang saya utarakan tadi !.

Suatu ketika beliau Syekh Juned melihat seorang pengemis, sedikit soal istilah orang yang mengemis, barang kali ada diantara saudara-saudara yang belum tahu sejarahnya orang yang mengemis. Mengapa orang meminta kok disebut orang mengemis. Jika tidak  keliru  saya yang   memberi   cerita bapaknya K. Muhaimin. K . Muhaimin yang membaca kitab ini. Pada zaman dulu tiap hari Kemis banyak orang yang minta-minta. Maka orang yang minta-minta itu dinamakan pengemis. Serupa dengan bulan Romadhon. Karena banyak orang yang puasa maka disebut “Wulan poso”.

Suatu waktu Syekh Juned melihat seperti pengemis. Lalu tergerak dalam hati Syekh Juned : itu orang yang masih kuat begitu kok mengemis, masih sehat, masih gagah kok mengemis, kok lumuh-pemalas sekali tidak mau bekerja. Seandainya dia mau bekerja tentu dirinya lebih cantik dan terhormat. Maka kemudian malam harinya, terasa berat Syekh Juned menjalankan mujahadah-mujahadah malam seperti hari-hari biasanya. Akhimya tertidur, Kemudian bermimpi didatangi orang banyak memberi hidangan diatas piring besar sambil berkata : Ini, silahkan makan dagingnya orang-orang yang tadi siang tuan unek-َاْ unek !. Maka terkejutlah Syekh Juned dan begitu bangun dari tidurnya langsung mencari orang pengemis. Setelah bertemu, si “pengemis” langsung bicara kepada Syekh Juned : Saudara sudah kapok belum menguneg-uneg orang lagi. Ya, saya sudah kapok, dan saya ingin minta maaf dan mudah-mudahan diampuni oleh Alloh SWT !. Jadi ternyata si “pengemis” tersebut bukan sembarangan orang. Ini memang diuji, dan ditolong oleh Alloh SWT. Diberi pertolongan. Ini memang mungkin saja terjadi.

مَعْصِيَةٌ اَوْرَثَتْ ذًلاًّ وَانْكِسَارًا خَيْرٌ مِنْ طَاعَةٍ اَوْرَثَتْ عِزًّاوَاسْتِكْبَارًا

 “MAKSHIYATUN AUROTSAT DZULLAN WANKISAARO KHOIRUN MIN ‘IBAADATIN AUROTSAT ‘IZZAN WASTIKBAARO”.
Maksiat yang menyebabkan merasa buruk, merasa nlongso, merasa menyesal, ini lebih baik dari pada ibadah yang mengakibatkan rasa takabbur!. Saya lebih baik dari orang banyak . Saya mujahadah sedang kamu tidak mujahadah !. Tapi ini tidak berarti: Kalau begitu saya akan maksiat saja dan sesudah maksiat merasa begitu. Bukan berarti begitu !. Ini ada lagi dan kebetulan saya tulis ini:

كُلُّ سُوْءِأَدَبٍ يُثْمِرُ لَكَ أَدَبًا مَعَ اللهِ فَهُوَ أَدَبٌ

“KULLU SUUI-ADABIN YUTSMIRU LAKA ADABAN MA’ALLOHI FAHUWA ADABUN”
Tidak beradab tapi membuahkan adab kepada Tuhan, itulah adab. Sebaliknya beradab, tetapi membuahkan tidak beradab kepada Alloh, itu bukan adab. Contohnya yaitu tadi, ‘ujub atau takkabur. Saya sopan, saya merasa sopan. Lebih- lebih disamping merasa, diperkatakan kepada orang lain, saya orang yang sopan, dan itu tidak sopan !.
Para hadirin hadirot, kita harus mengisi segala bidang, dan harus meningkatkan segala bidang !. Maka kita terhadap sesama kawan, harus berhati-hati dalam segala bidang !. Antara lain, yang sering kita alami didalam Mujahadah atau pengajian misalnya. Dalam Mujahadah bersama-sama dalam bacaan-bacaan !. Jangan sampai mendahului, dan jangan sampai terlalu terbelakang !. Ya maaf, ini secara kasar membicarakan ini yang kurang sopan. Dan, didalam mujahadah-mujahadah berjamaah itu jangan sampai membikin gaya yang menyendiri !. Gaya dan lagunya harus mengikuti kawannya !. Ini otomatis asal yang tidak dikecam oleh Alloh SWT !. Harus dapat menyesuaikan diri !. Jadi ketika mujahadah khususnya, dan umumnya dimana ada hubungan, dengan orang banyak, sedapat mungkin supaya jangan terlalu ketinggalan membacanya !. Atau terlalu cepat!. Atau jangan terlalu ada perbedaan dengan kawan-kawannya !. Ini mungkin dianggap tidak apa-apa, tapi bisa jadi membawa akibat-akibat yang negatif!. Umpamanya, mudah timbul rasa takabbur!. Lebih-lebih jika memakai gaya yang menyendiri!. Lha ini kita harus dapat mengisi segala bidang !.
            Seperti sudah kita bahas minggu yang lalu, antara lain yaitu : Alloh Ta’ala menyimpan ridloNYA pada tho’at. Oleh sebab itu jangan sampai meremehkan lebih-lebih menghina tho’at!. Sekalipun tho’at yang emyeh, tho’at kecil yang ringan !. Sekalipun hanya sunnah dan bukan sunnah muakkad, namun begitu jangan dianggap sepele !. Kemungkinan besar sekali ridloNYA Tuhan disitu !.

Alloh Ta’ala menyimpan bendu murkanya pada maksiatnya. Oleh karena itu jangan sampai meremehkan maksiat, sekalipun maksiat kecil, namun menjadi sebab bendunya Alloh SWT !. Ini banyak cerita-cerita dalam sejarah. Antara lain mengenai tho’at misalnya yaitu sejarah seekor lalat minum tinta yang dipakai mengarang, itu soal emyeh sekali. Tapi ternyata kemudian bahwa hal itu menjadi sebabnya beliau diterima oleh Tuhan. Padahal hanya soal yang sepele sekali. Lebih sepele dari yang sepele, tapi nyatanya begitu !.

Alloh SWT merahasiakan kewaliannya, ridlonya pada seseorang. Oleh sebab itu jangan sekali-kali menghina kepada orang lain !. Sebab mungkin si dia itu seorang Wali Kekasih Alloh Ta’ala, mungkin !. Jika seseorang itu Wali, atau diridloi Alloh Ta’ala,
مَنْ عَادَلِىْ وَلِيًا فَقَدْآذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ(الحديث القدسى)

 “MAN ‘AADA LII WALIYYAN FAQOD ADZAN TUHU BILHARBI” (Hadits Qudsi).
Barang siapa memusuhi Wali-KU, kekasih-KU, orang yang AKU ridloi, berarti, AKU anggap musuh dia itu.

Itu tadi hubungan soal adab-adap kepada sesama. Mari para hadirin hadirot, kaum bapak, kaum ibu, para remaja dan seterusnya, mari kita pelihara hubungan-hubungan terhadap terhadap tadi !. Dan sudah seharusnya kita mengoreksi kepada keadaan kita yang sudah-sudah !. Didalam hubungan kita kepada Alloh SWT wa Rosuulihi saw sudah tepat memenuhi kesopanan ataukah belum, mari kita perbaiki kita tingkatkan !. Hubungan dengan Guru misalnya, yah sekalipun didalam Wahidiyah ini tidak ada istilah guru dan murid, tapi kita terhadap orang lain, terutama yang memberi kita Sholawat Wahidiyah, sebagai guru !. Bahkan kita harus menganggap guru kepada ayam, kepada maaf kepada anjing, kepada kucing dan sebagainya !. Bahkan terhadap orang yang buruk, orang yang jahad, orang yang bejad, dalam satu bidang harus kita menganggap guru !. Bahkan kepada seluruh makhluq harus kita anggap guru !.
اَلطُّرُقُ اِلَى اللهِ بِعَدَدِذَرَّةِ الْخَلاَئِقِ
“AT-THURUQU ILALLOHI BI’ADADI DZARROTIL KHOLAAIQI”;
Jalan menuju kepada Alloh SWT itu sebanyak bilangan seluruh makhluq. Makhluq seluruhnya ini diciptakan justru supaya digunakan jalan untuk menuju kepada Alloh SWT!. Jalan yang mengantarkan dia kepada Alloh SWT!. Ini guru namanya. Harus kita anggap sebagai guru !. Dalam satu bidang harus kita anggap guru. Dan kita harus mengisi segala bidang. Jika kita tidak mengisi segala bidang, artinya masih ada bidang yang tidak kita isi atau belum, ini berarti kerugian satu bidang yang tidak kita isi itu !. Besok diakhirot kita akan mengalami kekecewaan yang beraat sekali !. Sekalipun hanya satu atau beberapa bidang yang tidak kita isi.
Jadi segenap makhluq itu menunjukkan kepada Alloh SWT !. Mengantarkan kepada Alloh SWT !. Mengantarkan kepada Alloh SWT !. Sekalipuna ada orang yang sudah sadar tapi tidak menempuh jalan ini, berarti dia masih rugi terhadap jalan yang dia tidak tempuh itu. Saya gambarkan bepergian ke Surabaya lewat Kertosono, dan betul memang sampai juga di surabaya. Tapi jalan ke Surabaya yang lewat Pare atau lainnya tidak kita lalui, ini berarti rugi. Masih rugi !. Berarti kita belum mengisi segala bidang !.

اَلْمُحَمَّدِيُّ اْلكَامِلُ مَنْ يَنْتَقِلُ مِنْ حَالٍ اِلَىحَالٍ اُخْرَى

 “AL MUHAMMADIYUL KAAMILU MAN YANTA QILU MIN HAALIN ILA HAALIN UKHRO”
Seorang ummat Mohammad (saw) yang “kaamil” yang sempurna, yaitu yang dapat berpindah-pindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Artinya, dalam situasi bagaimanapun senantiasa FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW. Senantiasa LILLAH BILLAH dan LIRROSUL BIRROSUL. Senantiasa sadar kepada Alloh wa Rosuulihi saw. Selalu menjadikan segala keadaan dan situasi sebagai guru yang mengantarkan kepada Alloh SWT.

Jika orang belum dapat “YANTA QILU MIN HAALIN ILA HAALIN UKHRO” otomatis belum sempurna didalam mengikuti jejak laku dan runtutan Rosuulullohi saw.
وَمآأَرْسَلْنَا مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ

WAMAA ARSALNAA MIN ROSUULIN ILLA LIYTHOO’A BIIDZNILLAHI” (An-Nisaak 64)
(Dan tiada AKU mengutus seorang Rossul melainkan agar supaya diikuti dengan idzin ALLOH)
Jadi siapa yang lebih banyak mengisi bidang, itulah yang paling dekat kepada Rosuulullohi saw besok pada yaumul Qiyaamah. Sebaliknya, siapa yang paling banyak tidak mengisi bidang, dia yang paling jaauh dari Rosuulullohi saw besok!. Otomatis begitu !. Lalu diantara kita, ingin jauh ataukah ingin dekat kepada Rosuulullohi saw, terserah kita masing-masing !. Kita diberi mampu untuk memilih !. Jika kita dekat kepada Rosuulullohi saw otomatis kita dekat kepada Alloh SWT !. Dan jika kita jauh dari Rosuulullohi saw otomatis kita jaauh dari Alloh SWT !. Otomatis begitu !.
Jadi kembali lagi, hubungan diantara kita sesama harus kita jaga cara-cara dan kesopanannya !. Antara lain ada kata-kata !.
كُلْ مَايَأْكُلُوْنَ وَالْبَسْ مَايَلْبِسُوْنَ وَانْفَرِدْبِسِرِّكَ

“KUL MAA YAKKULUUNA WALBAS MAA YALBASUUNA WANFARID BISIRRIKA” Makanlah seperti umumnya kawan-kawanmu, dan berpakaianlah seperti umumnya kawan-kawanmu, jangan nyleneh jangan terlalu menonjol; Tapi bersendirilah hatimu;.Hatimu harus senangtiasa FAFIRRUU ILALLOHI WA RASUULIHI SAW!. Adapun lahiriah jangan terlalu menyolok!.........Terlalu menyolok itu otomatis ada........ada gangguan bagi pandangan orang lain!.Jangankan soal makan atau berpakaian .Sedang soal beribadah saja tidak terlalu menonjol, lebih mempeng daripada kawannya yang lain , itu kurang baik .Kurang sesuai dengan kesopanan dalam hubungan sesama .Kawan-kawannya sedang asik bercakap-cakap ,tapi percakapan yang tidak keterlaluan mestinya, percakapan yang tidak terkecam - kok dia mempeng mujahadah atau - sembahyang saja, ini juga kurang baik Kurang,....kurang sopan, kurang serasi;. Lha kecuali jika dimaksudkan untuk mengisi bidang ini, umpama untuk rnenarik kawanya untuk melakukan mujahadah atau sembahyang dsb, terkecuali itu. Lihat itu, ketika junjungan kita Rosuulullohi SAW sedang bercakap-cakap dengan para sahabat, tidak ada seorangpun dari sohabat yg sembahyang saja atau tekun ibadah tidak ikut jagongan. Tidak ada yang begitu !. Semua mendengarkan percakapan. Lebih-lebih terhadap Kanjeng Nabi, sedangkan terhadap sesama Shohabat sudah begitu !.

Soal sekalipun soal ibadah, ibadah lahiriyah maksudnya, jika kurang serasi dengan situasi dan kondisi dalam pergaulan hubungan dengan kawan-kawannya, mudah sekali timbul ujub riyak takabbur dll. Kawan-kawan hanya ngobrol saja, tapi aku yang mempeng mujahadah. Ini takabbur atau sekurang-kurangnya meremehkan kawan-kawan. Terkecuali dalam bidang amar makruf nahi munkar. Terkecuali!. Tapi sekalipun amar makruf nahi munkarya secukupnya begitu......saja !. Jangan keterlaluan menonjol!.
مِنْ جَهْلِ الْمُرِيْدِ أَنْ يُسِيْئَ اْلأَدَبَ فَتُؤَخَّرُالْعُقُوْبَةُ عَنْهُ فَيَقُوْلُ: لَوْكَانَ هَذَاسُوْءَأَدَبٍ لَقَطَعَ اْلاِمْدَادَ وَأَوْجَبَ اْلاِ بْعَادَ

Kembali kepada matan Hikam, bahwa setengah dari pada istidroj yaitu suul adabnya si murid kepada Guru, disamping kepada Alloh SWT wa Rosuulihi saw, dan suul adab terhadap sesama kawan. Tapi dia si murid, tidak apa-apa. Jika ada apa-apa tentunya mempengaruhi kedalam hatiku. Ini, perasaan begini ini namanya juga istidroj !. Aaah, tentu kawanku itu memaafkan, hanya soal begini saja, seandainya tidak maaf, tentunya terasa didalam hatiku. Tapi hatiku tidak merasa apa-apa !. Ini begini ini sudah istidroj!. Jadi kita harus berhati-hati dalam segala hubungan !. Jangan sampai terjatuh kedalam suul adab dan kita tidak merasa !.
فَإِنَّ ذَلِكَ مَبْدَأُالْحِجَابِ وَمَانِعٌ لِلْقَلْبِ عَنِ الدُّخُوْلِ فِىْحَضْرَةِ الرَّبِّ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

FAINNA DZAALIKA MABDAUL-HIJAABI WA MAANI’UN LILQOLBI ‘AMID-DUKHUULI FII HADROTIR-ROBBI SWT”  Sesungguhnya mungkin sekali suuul adab suuul adab itu menjadi hijab. Mungkin sskali orang yang asalnya sudah sadar, tapi dari sedikit kesedikit akhirnya menjadi tidak sadar, mungkin sekali.

Jadi sekali lagi soal adab penting sekali. Setengah dari pada pentingnya sampai disabdakan : didalam Qur’an misalnya, sekalipun disana ditujukan yang hubungan dengan Rosuulullohi saw, tapi sesungguhnya juga dapat berlaku dalam hubungan yang lain. Lebih-lebih hubungan terhadap Guru. Sekalipun tidak sama, tapi mungkin sekali membawa akibat yang tidak sedikit!.... Dan jika dilaksanakan dengan tepat, ya dengan sendirinya membawa keuntungan yang tidak sedikit pula. Disana didalam Al Qur’an ada ancaman :
أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالَكُمْ وَأَنْتُمْ لاَتَشْعُرُوْنَ (الحجرات:٢)

“....AN TAHBATHO A’MAALUKUM WAANTUM LAA TASY’URUUNA” (Al-Hujaroot-2)
.... Akan menjadi hapus segala amal-amalmu dan kamu semua tidak merasa).
Setengah dari pentingnya soal adab, banyak yang menyabdakan para ahli kesadaran, ahli tasawuf.
مُرَاعَةُ اْلأَدَبِ مُقَدَّمٌ عَلَى إِمْتِثَالِ اْلأَوَامِرِ

“MUROO’ATUL ADABI MUQODDAMUN ‘ALAMTITSAALIL AWAAMIRI”
Memperhatikan, melaksanakan adab harus didahulukan, artinya perhatiannya harus lebih banyak dari pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Saya ambil suatu gambaran. Seorang bapak menyuruh anaknya. Nak, coba beli rokok untuk bapak !. Si anak menjawab: saya capek, saya payah, lainnya sajalah !. Dengan begini sekalipun si anak tidak menjalankan perintahnya tapi dengan adab dan sopan. Orang tua tidak akan kesal hatinya. Lain halnya dengan jika si anak mau membelikan rokok tapi menerima uangnya dengan tangan kiri dan rokoknya diberikan Bapak dengan dilemparkan misalnya. Ini tentu si bapak sakit hatinya. Lha lebih-lebih terhadap Alloh SWT para hadirin hadirot hadirot, soal adab harus kita pelihara kita perhatikan sungguh-sungguh.

            “At-taqwa”. Itu yang sering kita dengar dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai syarat rukunnya khutbah. Tapi kalau kalau kata-katanya hanya begitu saja, mari takut kepada Alloh, mari.......hanya begitu saja, ini membosankan !. Bumbunya kurang sedap !. Itu sayangnya !. Maka kalau membikin khutbah-khutbah Jum’ah supaya diusahakan dengan kata-kata atau istilah-istilah yang menggerakkan himmah menimbulkan semangat yang bergairah kepada Alloh SWT. Sebab kalau bahasanya panggah itu-itu saja, gampang membosankan. Sudah menjadi sifat manusia gampang bosanan. Karena kalau menyusun khutbah atau dakwah-dakwah lainnya supaya diusahakan dengan kata-kata yang sifatnya menarik perhatian yang sesuai dengan kondisi si pendengar. Kalau hanya dengan kata-kata : mari bertaqwa mari menjalankan perintah menjauhi larangan  Alloh, hanya begitu saja, ini pengertian umum lalu dangkal sekali. Pokoknya sudah sembahyang, sudah puasa dan sebagainya, dirasa sudah cukup. Jadi tidak ada peningkatan. Ini perlu kita perhatikan. Ini perlu kita perhatikan. Terutama bagi saudara-saudara yang sering berkhotbah Jum’at dan lain-lain. Soal adab terutama harus dimasukkan kedalam uraian-uraian khutbah !.

Dan mari kita semua senantiasa berusaha mengisi bidang adab yang banyak-banyak, dan semoga kita dapat menjalankan adab-adab, adab terhadap Alloh SWT wa Rosuulihi saw, adab-adab kepada lain-lain dalam segala bidang, mudah-mudahan kita senantiasa ridlo dari Alloh wa Rosuulihi saw !. Sehingga kita dapat melaksanakannya yang sesempurna-sesempurnanya !.

Para hadirin hadirot, kiranya pengajian pagi ini kita cukupkan sekian. Mudah-mudahan pengajian pagi ini diridloi Alloh wa Rosuulihi saw, menghasilkan kemajuan, barokah dan manfaat yang sebanyak-banyaknya !. Fid-diini wad-dunya wal akhiroh!. Selanjutnya waktu dan tempat dipersilahkan kepada Penyiar Pusat!. Dan nanti soal mujahadahnya supaya diimami sekali!.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar