الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(خِفْ مِنْ وُجُوْدِ
اِحْسَانِهِ اِلَيْكَ وَدَوَامِ اِسَاءَتِكَ مَعَهُ اَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ
اِسْتِدْرَاجًا)
BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIM.
“KHIF MIN WUJUUDI IHSAANIHI ILAIKA
WADAWAAMI ISAAATIKA MA’AHU AN- YAKUUNA DZAALIKA ISTIDROOJAN”
Jadi maksudnya, kita diberi sehat,
diberi baik ekonominya, diberi diberi, kok tidak atau kurang taatnya kepada Tuhan, kita harus merasa bahwa pemberian iniistidroj-penglulu !. Aku diberi kesehatan yang baik, diberi rizki yang
cukup, tapi mengapa ibadahku kepada Alloh kok tidak bertambah baik ?. Kita harus begitu perasaan kita jika keadaannya seperti itu. Mestinya justru sehat, justru
dikaruniai kebaikan, soal moril atau materiil, atau diberi selamat, atau tidak kekurangan,
atau sekalipun kekurangan tapi tidak seberapa misalnya, sebab jika ada
istilah kurang, tentu ada yang lebih kurang lagi, begitu juga soal sehat misalnya,
adayang dikaruniai sehat tapi ada lagi yang lebih sempurna sehatnya, jadi
pokoknya
dikaruniai nikmat, atau pada pokoknya diberi hidup, kok tidak ada kurang
taatnya atau kesadarannya kepada Alloh, maka harus merasa bahwa diberi kecukupan atau kesehatan ini adalah istidroj !. Penglulu !. Soalnya, kecuali memang
seharusnya harus ngedoki, dengan sendirinya jika merasa seperti itu lalu
ada perhatian, ada usaha agar supaya berubah menjadi yang lebih baik bagaimana. Tapi jika tidak ada tanggapan, lebih-lebih merasa baik ya wassalam !.
Atau para
hadirin hadirot, secara umum, yaitu segala kemampuan atau apa saja yang
kita miliki jika tidak didasari LILLAH BILLAH istilah dalam Wahidiyah, otomatis itu
istidroj !. Penglulu !. Jebakan !. Atau menyalah gunakan !. Yah, silahkan,
terserah !. Segala nikmat, lahiriyah maupun batiniyah yang tidak didasari LILLAH BILLAH
dengan tepat otomatis istidroj !. Sehat misalnya tidak didasari kesadaran,
tidak didasari LILLAH BILLAH, artinya sadar bahwa yang memberi adalah ALLOH SWT
dan kesehatan itu digunakan untuk apa yang diridloi Alloh SWT - LILLAH,
jika tidak begitu, disamping LIRROSUL BIRROSUL sudah tentu, itu, itu
otomatis istidroj !. Otomatis !. Penglulu atau jebakan !. Otomatis istilah penglulu,
atau istidroj, atau jebakan, ini pasti ada akibat-akibat yang berbahaya!.
“KHIF
MIN WUJUUDI IHSAANIHI ILAIKA WADAWAAMI ISAAATIKA MA’AHU AN YAKUUNA DZAALIKA ISTIDROOJAN !.”
Takutlah, atau kuatirlah, atau lebih
mantap lagi yakinlah bahwa yaitu dikaruniai, senantiasa dikaruniai nikmat
soal apa saja, atau sekalipun mlarat tapi tidak lebih mlarat lagi
umpamanya, dipandang dari segi tidak lebih mlarat tapi sesungguhnya adalah
nikmat, begitu juga diberi sakit, sekalipun diberi sakit tapi masih tidak sakit yang
lebih parah lagi, Tuhan mampu membuat sakit yang lebih parah dari ini,
dipandang dari arah ini, sakit tadi adalah suatu nikmat, kok tidak atau kurang ibadahnya,
ini harus yakin bahwa ini adalah istidroj !. Aku diuji sakit yang tidak lebih parah
dari ini!. Harus merasa begitu!. Sebab sakitku ini saya salahgunakan, sebab aku
senantiasa berlarut-larut!.
Ini setengah
dari pada adab. Dan disamping itu, hikmahnya antara lain yaitu dengan
merasa begitu, otomatis ada perhatian untuk memperbaiki keadaan.
Jadi disini
dikatakan bahwa orang pada umumnya tidak atau kurang mensyukuri
pada nikmat-nikmat. Dan nikmat pada umumnya, misalnya soal kesehatan
atau soal ekonomi, sekali tidak atau kurang disyukuri, itu tidak menyebabkan
hilang, atau tidak sekaligus hilang. Sekalipun begitu, jangan dikira bahwa itu
tidak ada apa-apanya, tidak ada akibat-akibatnya. Ini adalah istidroj!. Lebih
berat dari pada hilang begitu saja ketika disalahgunakan !. Sebab istidroj itu makin
banyak makin lama makin berat !. Tapi jika lalu hilang begitu nikmat yang tidak
disyukuri, ya sudah habis sampai disitu. Umpamanya orang diberi nikmat tidak
disyukuri, melainkan disalahgunakan, lalu nikmat itu hilang sebab disalahgunakan,
itu ya sudah cutel begitu saja. Sedang yang satu lagi diberi nikmat, disalahgunakan
dan nikmat itu tidak hilang, dan tidak merasa bahwa menyalahgunakan,
makin lama makin berlarut-larut. Diberi soal dunia, disalahgunakan
tapi dunia itu menjadi bertambah-tambah, lha ini akan lebih berat lagi sebabnya
menyalahgunakan menjadi makin banyak dan makin bertambah terus. Ini
makanya dikatakan lebih berat.
Ini perlu
adanya koreksi diri kepada pribadi kita masing-masing, para hadirin
hadirot !. Jangan sampai terutama ketika membicarakan soal ini lalu menuduh orang
lain, tapi seharusnya kita menuduh atau mencurigai kepada pribadi kita
sendiri !. Dan terus kita kuatkan dengan menggali fakta-fakta yang ada pada
diri kita!. Aku selalu diberi sehat, senantiasa diberi bisa jalan, senantiasa diberi dapat
berfikir, dapat ingat melihat, dan sebagainya dan sebagainya, ini saya
pergunakan apa !. Jika saya salah gunakan, ini berarti menyalahgunakan, tapi ternyata
panggah, tetap masih bisa begitu, ini berarti istidroj !. Tidak saya sadari,
tidak saya syukuri, artinya tidak saya gunakan untuk LILLAH BILLAH tapi kok masih
saja bisa berfikir, masih saja bisa melihat, mendengar, merasa dan sebagainya,
tidak hilang sebab saya salah gunakan, ini namanya istidroj ini !.
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ
مِنْ حَيْثُ لاَيَعْلَمُوْنَ (الاعراف:١٨٢)
“SANASTADRIJUHUM MIN HAITSU LAA
YA’LAMUUN” (7 - Al A’rof 182)
(....nanti KAMI akan menarik mereka kearah kebinasaan
dengan berangsur-angsur secara yang tidak
mereka ketahui) حَتىَّ إِذَافَرِحُوْا
بِمآاُوْتُوآأَخَذنَهُمْ بَغْتَةً...(الانعام:٩٩)
“HATTA IDZAA FARIHUU BIMAA UUTUU,
AKHODZNAAHUM BAGHTATAN...” (7-Al An’aam 44)
(........sehingga
apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, KAMI siksa mereka dengan
sekonyong-konyong.........)
Apabila mereka sudah berlarut-larut,
yaitu menyalahgunakan apa yang diberikan kepada mereka,
......”AKHODZNAAHUM BAGHTATAN”. KAMI
ambil paksa, KAMI tindak dengan ketegasan !. Ini ancaman Alloh SWT !. Kita
harus takut pada ancaman Alloh SWT!.
Sedangkan diancam diantara kita sesama saja sudah takut, lebih-lebih yang mengancam Alloh SWT !.
Alloh SWT Yang Maha Kuasa !. “SYADIIDUL-‘IQOOB”.
Yang Maha Menyiksa !. Yang Maha......Maha, Maha !. Kita harus lebih takut yang luar biasa !.
Didalam Wahidiyah sering
dibicarakan atau disebut-sebutkan suatu
Hadits.
اِنَّ اللهَ لَيُمْلِى
لِلظَّالِمِ فَاِذَااَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ
“INNALLOHA LAYUMLII LIZHZHDOLIM FAIDZAA AKHODZAHU
LAM YUFLITHU” Alloh SWT menangguhkan
kepada orang yang zholim yang berlarut-larut yang menyalahgunakan. Tapi awas, apabila Alloh
mengambil ketegaan, tidak akan di, .........dilepaskan !. Pasti!.
Para hadirin
hadirot, disamping hal-hal seperti tersebut kita harus meninjau
sejarah secara umum !. Baik yang jauh maupun yang dekat !. Lebih-lebih
akhir-akhir ini banyak kejadian-kejadian lebih-lebih bidang ekonomi. Kemarin masih mampu,
tapi sekarang berubah menjadi miskin, mlarat!. Kemarin masih Honda-nan, sekarang mbecak !.
Kemarin begitu, sekarang sudah didalam penjara
!. Kemarin masih sehat, sekarang jadi layatan !. Dan sebagainya, dan sebagainya !. Hal-hal seperti itu harus kita
manfaatkan !. Mungkin sekali, kalau tidak dapat dikatakan pasti, dalam waktu yang
tidak diketahui, kita juga akan mengalami. Terutama soal pati!. Ini harus kita
manfaatkan !.
Sekali lagi
kita ulangi:
“KHIFMIN WUJUUDI IHSAANIHI ILAIKA
WADAWAAMI ISAAATIKAMA’AHU AN YAKUUNA
DZAALIKA ISTIDROOJAN. SANAS TADRIJUHUM MIL HAITSU LAA YA’LAMUUNA”.
Takutlah atau berkeyakinanlah bahwa Alloh SWT senantiasa berbuat baik
kepadamu. Senantiasa memberi sehat, memberi rizki, memberi apa saja, tetapi
aku kok tidak mau menyadari, tidak mau syukur, aku harus berkeyakinan
bahwa itu semuanya adalah istidroj.
وَقِيْلَ نُمِدُّهُمْ
باِلنِّعَمِ وَنُنْسِيْهِمْ الشُّكْرَ عَلَيْهَا فَاِذَا رَكَنُوْااِلَى النِّعَمِ
وَحُجِبُوْا عَنِ الْمُنْعِمِ اُخِذُوْا
“WAQIILA NUMIDDUHUM BINNI’AM
WANUNSIIHIM-SYUKRO ‘ALAIHAA; FAIDZAA ROKANUU ILAN-NI ‘AMI WAHUJIBUU ‘ANIL MUN
‘IMIUKHIDZUU”
“SANASTADRIJUHUM” ada yang menafsiri
disini, yaitu: “mereka Aku beri nikmat tapi mereka melupakannya tidak mau
syukur. Maka jika mereka sudah begitu tertarik kepada nikmat-nikmat itu,
dan lupa kepada yang memberi nikmat, “UKHIDZUU”. Mereka diambil dengan
paksa. Diambil tindakan tegas !. Baik didunia maupun diakhirot. Didunia,
akan dipisahkan dengan nikmat yang diberikan. Kalau tidak dunianya
yang hilang, bangkrut, hancur, orangnya yang meninggalkan dunia dicabut rohnya
oleh Izroil. Ini sudah otomatis !.
Akhir-akhir
ini seperti maklumi dan pernah saya utarakan. Soal ekonomi terutama.
Keadaan ekonomi dimasa-masa sebelumnya lebih baik dari keadaan sesudahnya.
Lha ini ya maaf untuk pribadi kita pada umumnya harus merasa bahwa
keadaan ekonomi saja pada waktu dulu-dulu itu saja lebih baik dari sekarang, itu
adalah sebenarnya adalah istidroj. Istidroj sebab tidak saya manfaatkan
untuk memperbaiki hubunganku dengan Alloh SWT. Tidak saya manfaatkan
untuk LILLAH BILLAH tetapi hanya untuk berlarut-larut memuaskan nafsu belaka.
Istidroj!. harus begitu perasaan kita!. Sebenarnya ini masih untung, untung kok
dunianya yang meninggalkan aku, kok bukan aku yang meninggalkan dunia lebih
dahulu. Ditinggalkan oleh dunia lebih dahulu itu lebih baik daripada sudah
digradak oleh Izroil sedang dunianya yang senantiasa disalah gunakan itu masih
menyelimuti tubuh dirinya. Ini lebih berat ketika dicabut rohnya oleh Izroil,
rohnya diperebutkan antara dunianya dan Izroil, yang akhirnya pasti menang Izroil !.
segala hak miliknya nggandoli !. Merintangi Izroli, mudahnya. Tapi Izroil pantang
mundur sedetikpun. Izroil mencabut nyawa, rumahnya nggandoli. Sawahnya
nggandoli !. Orang tua nggandoli, anak, nggandoli !. Suami, istri, nggandoli.
Pacar, nggandoli!. Usahanya, tokonya, pokoknya semua dunia yang melekat pada
hatinya selama hidupnya, semuanya nggandoli !. Berebut, saling berebut
dengan Izroil. Ini makanya lebih berat!.
Jadi lebih
ringan dunianya yang kabur lebih dahulu, daripada orangnya yang kabur. Dan
lebih-lebih jika orang yang bersangkutan tadi mau bertobat, itu lebih baik
lagi.
Jadi
pokoknya nikmat, nikmat apa saja yang istilah Wahidiyah tidak dimanfaatkan
sebagai pelaksanaan pengabdian diri kepada Alloh SWT, LILLAH BILLAH dan
LIRROSUL BIRROSUL, jelas bahwa itu istidroj !. Pasti disalah gunakan, dan
merupakan suatu penglulu !. Penglulu, artinya dibiarkan untuk berlarut-larut,
bahkan jika perlu diberi kesempatan !. Tapi nanti jika sudah waktunya diambil
ketegasan !.
وَمِنْ أَنْوَاعِ
اْلاِسْتِدْرَاجِ مَاذَكَرَهُ بِقَوْلِهِ (مِنْ جَهِلَ الْمُرِيْدِأَنْ يُسِيْئَ
اْلأَدَبَ)
Wa min anwaa’il istidroj, maa dzaka
rohu biqoulihi : “MIN JAHLIL MURIDI AN YUSIIALADAB”.
Setengah
dari pada istidroj, penglulu, Muurid, orang yang ingin sadar usaha sadar kepada
Alloh SWT, istilah ”Muurid”-orang yang karep, menghendaki, tapi yang dimaksud istilah disini, menghendaki agar supaya
bebas dari nafsu, atau menghendaki untuk sadar kepada Alloh
SWT, istidroj atau penglulu yang sering dialami oleh muurid, yaitu “suuul
adab”. Tidak atau kurang adab. Tidak atau kurang sopan, itu istidroj!.
إِمَّامَعَ اللهِ
تَعَالىَ كَاْلاِعْتِرَاضِ عَلَيْهِ وَتَعَالَى التَّدْبِيْرِمَعَهُ
وَالتَّضَرُّرِبِأَحْكَامِهِ الْمُؤلِمَةِ فِىْنَفْسِهِ اَوْغَيْرِهِ وَتَصْرِيْحِ
لِسَا نِهِ بِالشَّكْوَىإِلىَ الْخَلْقِ
“Imma ma’allohi Ta’ala
kal-l’tirodl ‘alaihi wa ta’ala at-tadbiri ma’ahu wat-tadlorruri biahkaamihi almuklimati fii nafsihi au ghoirihi
watashriihi lisaanihi bisysyakwa ilal-kholqi”
....
Tidak sopan, atau tidak adab, baik
terhadap Alloh SWT ataupun terhadap Guru yang membimbing dia kepada
kesadaran kepada Alloh SWT. Terhadap Alloh SWT yaitu umpamanya, tidak ridlo,
tidak puas kepada Alloh Ta’ala. Umpamanya diuji mlarat, dia ngresulo, menyesal
kepada Alloh SWT. Ini berarti tidak puas kepada kehendak Alloh SWT Yang Maha
Mencipta, Pak tani misalnya, karena hujan yang terlalu banyak atau
kekurangan air karena kemarau yang panjang, dia ngresulo-menggerutu !. Ini
berarti nggerutu-ngomel-ngomel atas kehendak Alloh SWT. Suul adab !. Tidak
sopan kepada Alloh SWT !. Atau soal ekonomi atau lain-lain, orang yang
menggunakan hitungan yang keterlaluan, menggunakan teori-teori yang
muluk-muluk tanpa didasari LILLAH BILLAH yang mantap, sehingga dia terlalu
mengandalkan teori dan perhitungannya , lupa kepada kodrat irodat Alloh
SWT. Atau kasarnya berarti dia menentang kehendak Alloh SWT !.
Inilah diantara suul adab atau tidak sopan kepada Alloh SWT !. Disini
dikatakan tidak sabar, tidak puas, tidak puas dan ngongso-ongso !. Tidak mau terima
kepada kekuasaan Alloh SWT !.
Soal usaha
atau ikhtiar atau berencana, yah, memang seharusnya kita laksanakan.
Akan tetapi harus senantiasa dijiwai LILLAH BILLAH, atau tidak boleh mengandalkan
usaha, atau rencananya atau teorinya !. Jika ternyata jika usaha atau
rencananya itu hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan, harus, harus
disadari bahwa Alloh SWT yang menentukan. Jika tidak sadar begitu, otomatis menyesal atau
menggerutu atau ngresulo. Dan ini suuul adab, tidak sopan kepada Alloh SWT. Lebih-lebih selalu
sambat-sambat atau mengadukan kesulitan-kesulitan
kepada sesama makhluk atau kepada orang lain !. Ini jika tidak diatur hatinya dengan tepat, otomatis suuul adab kepada
Alloh SWT !. Terkecuali sambat-sambat
atau pengaduan itu disampaikan kepada orang yang ahli untuk minta petunjuk
kepada keadaan yang lebih baik, bagi orang sakit kedokter atau pengobatan lain misalnya, ini terkecuali, tapi ya
itu tadi harapan haruuus senantiasa
diarahkan kepada Alloh SWT !. Jangan sampai mandek kepada makhluk atau orang lain itu !....
Jadi
membicarakan atau mengadukan kesulitan-kesulitan soal ekonomi atau rumah
tangga atau lainnya kepada sembarang orang, jika tidak tepat hatinya, adalah suuul
adab kepada Alloh SWT !. Bahkan juga suuul adab kepada orang yang
diwaduli, orang tempat mengadukan !. اَوْمَعَ الْمَشَايِخِ
كَاْلاِعْتِرَاضِ عَلَيْهِمْ وَعَدَمِ قَبُوْلِ إِشَارَتِهِمْ فِيْمَا
يُشِيْرُوْنَ بِهِ عَلَيْهِ فَقَدْقَلُوْا: عُقُوْقُ اْلأُسْتَاذِيْنَ لاَتَوْبَةَ
لَهُ, وَقَلُوْا أَيْضًا: مَنْ قَالَ ِلأُسْتَاذِهِ لِمَ؟ فَإِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ
“Au ma’al-masyaayikhi
kal-i’tirodl ‘alaihim wa ‘adami qobuuli isaarotihim fiimaa yusyiiruuna bihi
‘alaihi; faqod qooluu : ‘uquuqul-Ustaadziin laa taubata lahu. Wa qooluu aidlon : manqoola li-Ustaadzihi: “lima”,
fainnahu laa yuflihu”.
Mari kita
tinjau, para hadirin hadirot !. Terhadap Alloh SWT, kepada Rosuululloh
saw, kepada Guru, kepada kawan sesama kawan, kepada orang lain !.
Pokoknya dimana ada hubungan, itu bisa menimbulkan Suuul adab atau tidak sopan
jika tidak tepat!. Hubungan kepada Alloh SWT, kepada Rosuululloh saw sebagai
nabi kita, dan kepada Ghoutsi Hadzazaman r.a. Dan lain-lain harus kita
perhatikan !. Disini dikatakan : “au ma'al masyaayikhi............”
“Masyaayikh”-“As-syekh”. Asal
maknanya orang yang sudah tua. Orang tua. Tapi yang dimaksud disini yaitu
“syekh”. Maksudnya ialah orang yang sadar kepada Alloh SWT dan mampu
menyadarkan orang lain. Otomatis jika istilah “sadar” dan
“menyadarkan” dia mengetahui soal-soal yang negatip atau soal-soal yang kurang memenuhi syarat-syarat.
Tidak beda dengan seorang montir mesin misalnya.
Dia tahu bagian-bagian mesin yang kurang sempurna yang kurang memenuhi syarat
dan harus diperbaiki atau diganti. Begitu juga “syekh” yang dimaksud dalam bidang kesadaran, yakni orang yang
sadar dan mampu menyadarkan orang lain. Beliau tahu
kekurangan-kekurangan atau negatip-negatip
orang lain yang harus memenuhi syarat, dan mampu memperbaikinya, otomatis, istilah montir mesin tadi.
“kal I’tiroodl ‘alaihim..........” Setengah dari pada suuul adab
kepada Syekh atau Guru, yaitu si
murid menentang mereka. Tidak mau menerima petunjuk gurunya. Tidak mau menerima apa yang diisyaratkan oleh
Gurunya. Dikatakan :
عُقُوْقُ
اْلأُسْتَاذِيْنَ لاَتَوْبَةَ لَهُ
“U’QUUQUL USTAADZIINA LAA TAUBATA
LAHU”.
Berani kepada Guru itu tidak ada
tobatnya. Yang dimaksud Guru disini, adalah Guru kesadaran kepada Alloh wa
Rosuulihi saw. Sabda Hadist yang hubungan dengan ini yaitu :
رِضَا اللهِ فِيْ رِضَا
الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِيْ سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ
“RIDLOLLOHI FII RIDLOL-WAALIDAINI
WA SUKHTULLOHI FII SUKHTIL-WAALIDAINI” (al Hadist)
Keridloan Alloh digantungkan kepada
kedua orang tua. Jika kedua orang tua meridloi, Alloh pun meridloi.
Begitu juga bendu atau murka Alloh, digantungkan kepada kedua orang tua. Jika
kedua orangtua murka (kepada si anak) Alloh pun murka kepada mereka.
Lebih-lebih guru !. Jauuh lebih daripada itu. Sebab guru adalah orang
tua dari jiwanya. Orang tua ruhani. Adapun orang tua biasa, itu orang tua
fisik atau jasmani. Nilainya jiwa dan fisik jaauh berbeda !. Jadi
setengah dari pada Istidroj, suul adab, yaitu si murid menentang
kepada Gurunya dan dia tidak menyadarinya. Atau tidak mau ta’at tidak mau
tunduk. Malah disini dikatakan:
مَنْ قَالَ
ِلأُسْتَاذِهِ لِمَ؟ فَإِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ
“MAN QOOLA LIUSTAADZIHI “LIMA”,
FAINNAHU LAM YUFLIHU”. Orang yang miskil kepada Gurunya lalu bertanya “mengapa
atau bagaimana, atau sebabnya apa”, “laa yuflih”. Tidak sukses. Siapa
yang muskil atau ragu-ragu terhadap petunjuk Gurunya, Otomatis gagal !.
وَقَالَ الْقُشَيْرِيّ:
مَنْ صَحِبَ شَيْخًا مِنَ الشُّيُوْخِ ثُمَّ اعْتَرَضَ عَلَيْهِ بِقَلْبِهِ فَقَدْ
نَقَضَ عَهْدَ الصُّحْبَةِ وَوَجَبَتْ عَلَيْهِ التَّوْبَةُ وَإِنْ بَقِىَ مِنْ
أَهْلِ السُّلُوْكِ قَاصِدٌ لَمْ يَصِلْ إِلَى مَقْصُوْدِهِ, فَلْيَعْلَمْ أَنَّ
مُوْجِبَ حَجْبِهِ اِعْتِرَضٌ خَامَرَ قَلْبَهُ عَلَى بَعْضِ شُيُوْخِهِ فِيْ
بَعْضِ أَوْقَاتِهِ
“Wa qoolal-Qusyairi : man
shohaba Syaikhon minas-syuyuukh tsumma’tarodlo ‘alaihi biqolbihi faqod
naqodlo ‘ahdas-suhbah wawajabat ‘alaihit-taubah. Wa in baqiya min
ahlis-suluuki qooshidun, lam yashil ila maqsuudihi falya’lam anna mujiba hajbihi I’tiroodlun
khoomaro qolbahu ‘alaba’dli syusyuukhihi fii ba’dli auqootihi”.
Berkata Syekh Qusyairi, pengarang
kitab Risalah Qusyairiyah yang juara itu : Barang siapa berguru kepada salah
seorang Guru, Definisi Guru seperti yang saya sebutkan dimuka, kok hatinya
tidak setuju, hatinya mengunek-unek Gurunya, maka sesungguhnya dia
membatalkan atau merusak dia berguru itu. Dan wajib baginya
bertobat !. Jika dia (si murid) belum sadar, belum menyadari kesalahannya, ketahuilah bahwa dia
tidak sadar itu adalah disebabkan dia menentang
gurunya tadi !. Dia tidak sopan, dia suuul adab kepada Gurunya !.
فَإِنَّ الشُّيُوْخَ
بِمَنْزِلَةِ السُّفَرَأ لِلْمُرِيْدِيْنَ
“Fa innas-syuyuukh bimanzilatis
Sufarook lilmuriidiina”. Sebab Guru itu kedudukannya seperti “Sufarook” bagi si
murid “sufarok” asal bahasanya orang-orang yang bepergian. Tapi yang dimaksud
“sufarook” disini ialah para malaikat yang diutus oleh Alloh SWT. Seperti
malaikat Jibril diutus membawa wahyu kepada Rosuululloh saw, itu sufarook. Jadi
kedudukan guru bagi si murid seperti halnya para malaikat yang diutus
Alloh SWT itu.
Atau Rusul
boleh juga disebut “Sufarook”. Tapi yang terkenal yang umum pengertiannya,
Sufarook adalah para Malaikat yang diutus oleh Alloh SWT. Contohnya
malaikah Jibril. Qur’an itu dari Loh Mahfuzh kemudian dibawa oleh malaikah
Isrofil. Malaikah Isrofil itu sendiri yang paling dekat kepada Alloh SWT. Didalam kitab
Insan Kamil dikatakan, sebab malaikah Isrofil itu dibuat dari Galihnya Nuuru
Mohammadin Rosuululloh saw. Karena itu menjadi yang paling dekat sendiri
kepada Alloh SWT, Adapun para Auliya Alloh, yang dibuat dari galihnya Nur
Isrofil adalah Ghouts. Qur’an tadi selanjutnya dari
Isrofil dibawa oleh malaikat Mikail. Seterusnya kepada malaikat
Jibril. Para Malaikat-malaikat itulah yang disebut ":Sufarook”.
Adapun suul
adab yang hubungan dengan sesama manusia antara lain disini dikatakan:
وَإِمَّامَعَ بَعْضِ
النَّاسِ بِاْلإِعْتِرَاضِ عَلَيْهِمْ كَمَا وَقَعَ فِىْ الْجُنَيْدِ أَنَّهُ
رَأَى فَقِيْرًايَسْأَلُ الناَّسَ فَقَالَ فِىْ نَفْسِهِ لَوْعَمِلَ
هَذَاعَمَلاًيَصُوْنُ نَفْسَهُ لَكَانَ أَجْمَلَ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ أَوْرَادُهُ
فِىْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ
“Wa immaa m’'a ba’dlin
naasi bil I’tiroodl ‘alaihim kamaa waqo’a lil junaidi annahu roa faqiiron yasalun-naasa faqoola fii nafsihi :
lau ‘amila haadzaa ‘amalan yashuunnu
nafsahu lakaanaajmala. Fatsaqulat ‘alaihi aurooduhu fii tlikal lailati waroaajamaa’ atan...............”jadi suul adab atau tidak sopan itu, seperti yang
saya utarakan tadi, segala hubungan itu bisa jadi sopan bisa jadi tidak sopan.
Seperti yang terjadi pada sejarahnya
syekh Junaid, Sayyidut-Thooifah. Ahli tasawuf memberi julukan Syekh Junaid “Sayyidut-Thooifah”. Kepala golongan
tasawuf. Pimpinannya ahli kesadaran
kepada Alloh SWT. Antara lain ucapan-ucapan Beliau : “Selama 50 tahun aku senantiasa diajak bicara oleh
Alloh SWT tapi kebanyakan orang
tidak tahu”.
Ini bagaimana maksudnya para
hadirin hadirot ?. Tidak lain yaitu senantiasa LILLAH BILLAH istilah
Wahidiyah !. Mendengar temannya bicara, ...sadar bahwa yang
mengucapkan itu Alloh. BILLAH istilah Wahidiyah. Melihat tembok mengetahui
Alloh!. Begitu yang dimaksud Syekh Juned!. Dan kita masing-masing apakah
seperti Syekh Juned, ataukah sebaliknya ?. Mari para hadirin hadirot!. Ya
mudah-mudahan kita mendapat barokahnya syekh Juned seperti yang saya utarakan
tadi !.
Suatu ketika
beliau Syekh Juned melihat seorang pengemis, sedikit soal istilah orang
yang mengemis, barang kali ada diantara saudara-saudara yang belum tahu
sejarahnya orang yang mengemis. Mengapa orang meminta kok disebut
orang mengemis. Jika tidak keliru saya yang
memberi cerita bapaknya K. Muhaimin.
K . Muhaimin yang membaca kitab ini. Pada zaman dulu tiap hari Kemis banyak
orang yang minta-minta. Maka orang yang minta-minta itu dinamakan
pengemis. Serupa dengan bulan Romadhon. Karena banyak orang yang puasa
maka disebut “Wulan poso”.
Suatu waktu
Syekh Juned melihat seperti pengemis. Lalu tergerak dalam hati Syekh Juned :
itu orang yang masih kuat begitu kok mengemis, masih sehat, masih gagah kok mengemis, kok
lumuh-pemalas sekali tidak mau bekerja. Seandainya
dia mau bekerja tentu dirinya lebih cantik dan terhormat. Maka kemudian malam harinya, terasa berat Syekh Juned
menjalankan mujahadah-mujahadah malam
seperti hari-hari biasanya. Akhimya tertidur, Kemudian bermimpi didatangi orang banyak memberi hidangan
diatas piring besar sambil berkata :
Ini, silahkan makan dagingnya orang-orang yang tadi siang tuan unek-َاْ unek !. Maka terkejutlah Syekh Juned dan begitu bangun dari
tidurnya langsung mencari orang pengemis. Setelah bertemu, si “pengemis”
langsung bicara kepada Syekh Juned : Saudara sudah kapok belum menguneg-uneg
orang lagi. Ya, saya sudah kapok, dan saya ingin minta maaf dan mudah-mudahan
diampuni oleh Alloh SWT !. Jadi ternyata si “pengemis” tersebut bukan
sembarangan orang. Ini memang diuji, dan ditolong oleh Alloh SWT. Diberi
pertolongan. Ini memang mungkin saja terjadi.
مَعْصِيَةٌ اَوْرَثَتْ
ذًلاًّ وَانْكِسَارًا خَيْرٌ مِنْ طَاعَةٍ اَوْرَثَتْ عِزًّاوَاسْتِكْبَارًا
“MAKSHIYATUN AUROTSAT DZULLAN WANKISAARO KHOIRUN MIN
‘IBAADATIN AUROTSAT ‘IZZAN
WASTIKBAARO”.
Maksiat yang menyebabkan merasa
buruk, merasa nlongso, merasa menyesal, ini lebih baik dari pada ibadah yang
mengakibatkan rasa takabbur!. Saya lebih baik dari orang banyak . Saya
mujahadah sedang kamu tidak mujahadah !. Tapi ini tidak berarti: Kalau
begitu saya akan maksiat saja dan sesudah maksiat merasa begitu.
Bukan berarti begitu !. Ini ada lagi dan kebetulan saya tulis ini:
كُلُّ سُوْءِأَدَبٍ
يُثْمِرُ لَكَ أَدَبًا مَعَ اللهِ فَهُوَ أَدَبٌ
“KULLU SUUI-ADABIN YUTSMIRU LAKA
ADABAN MA’ALLOHI FAHUWA ADABUN”
Tidak beradab tapi membuahkan adab
kepada Tuhan, itulah adab. Sebaliknya beradab, tetapi membuahkan tidak
beradab kepada Alloh, itu bukan adab. Contohnya yaitu tadi, ‘ujub atau
takkabur. Saya sopan, saya merasa sopan. Lebih- lebih
disamping merasa, diperkatakan kepada orang lain, saya orang yang sopan,
dan itu tidak sopan !.
Para hadirin
hadirot, kita harus mengisi segala bidang, dan harus meningkatkan
segala bidang !. Maka kita terhadap sesama kawan, harus berhati-hati dalam
segala bidang !. Antara lain, yang sering kita alami didalam Mujahadah atau
pengajian misalnya. Dalam Mujahadah bersama-sama dalam bacaan-bacaan !.
Jangan sampai mendahului, dan jangan sampai terlalu terbelakang !. Ya maaf, ini
secara kasar membicarakan ini yang kurang sopan. Dan, didalam mujahadah-mujahadah
berjamaah itu jangan sampai membikin gaya yang menyendiri !. Gaya dan
lagunya harus mengikuti kawannya !. Ini otomatis asal yang tidak
dikecam oleh Alloh SWT !. Harus dapat menyesuaikan diri !. Jadi ketika
mujahadah khususnya, dan umumnya dimana ada hubungan, dengan orang banyak,
sedapat mungkin supaya jangan terlalu ketinggalan membacanya !.
Atau terlalu cepat!. Atau jangan terlalu ada perbedaan dengan kawan-kawannya
!. Ini mungkin dianggap tidak apa-apa, tapi bisa jadi membawa akibat-akibat
yang negatif!. Umpamanya, mudah timbul rasa takabbur!. Lebih-lebih jika
memakai gaya yang menyendiri!. Lha ini kita harus dapat mengisi segala bidang !.
Seperti sudah
kita bahas minggu yang lalu, antara lain yaitu : Alloh Ta’ala
menyimpan ridloNYA pada tho’at. Oleh sebab itu jangan sampai meremehkan
lebih-lebih menghina tho’at!. Sekalipun tho’at yang emyeh, tho’at kecil yang
ringan !. Sekalipun hanya sunnah dan bukan sunnah muakkad, namun begitu jangan
dianggap sepele !. Kemungkinan besar sekali ridloNYA Tuhan disitu !.
Alloh Ta’ala
menyimpan bendu murkanya pada maksiatnya. Oleh karena itu jangan sampai
meremehkan maksiat, sekalipun maksiat kecil, namun menjadi sebab
bendunya Alloh SWT !. Ini banyak cerita-cerita dalam sejarah. Antara lain mengenai
tho’at misalnya yaitu sejarah seekor lalat minum tinta yang dipakai mengarang,
itu soal emyeh sekali. Tapi ternyata kemudian bahwa hal itu menjadi sebabnya
beliau diterima oleh Tuhan. Padahal hanya soal yang sepele sekali. Lebih sepele
dari yang sepele, tapi nyatanya begitu !.
Alloh SWT
merahasiakan kewaliannya, ridlonya pada seseorang. Oleh sebab itu
jangan sekali-kali menghina kepada orang lain !. Sebab mungkin si dia itu seorang
Wali Kekasih Alloh Ta’ala, mungkin !. Jika seseorang itu Wali, atau diridloi
Alloh Ta’ala,
مَنْ عَادَلِىْ وَلِيًا
فَقَدْآذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ(الحديث القدسى)
“MAN ‘AADA LII WALIYYAN FAQOD ADZAN TUHU
BILHARBI” (Hadits Qudsi).
Barang siapa memusuhi Wali-KU,
kekasih-KU, orang yang AKU ridloi, berarti, AKU anggap musuh dia itu.
Itu tadi
hubungan soal adab-adap kepada sesama. Mari para hadirin hadirot, kaum
bapak, kaum ibu, para remaja dan seterusnya, mari kita pelihara hubungan-hubungan terhadap
terhadap tadi !. Dan sudah seharusnya kita mengoreksi
kepada keadaan kita yang sudah-sudah !. Didalam hubungan kita kepada Alloh SWT wa Rosuulihi saw sudah tepat
memenuhi kesopanan ataukah belum,
mari kita perbaiki kita tingkatkan !. Hubungan dengan Guru misalnya, yah sekalipun didalam Wahidiyah ini tidak ada istilah
guru dan murid, tapi kita terhadap orang
lain, terutama yang memberi kita Sholawat Wahidiyah, sebagai guru !. Bahkan kita harus menganggap guru kepada ayam,
kepada maaf kepada anjing, kepada
kucing dan sebagainya !. Bahkan terhadap orang yang buruk, orang yang jahad, orang yang bejad, dalam satu bidang
harus kita menganggap guru !. Bahkan
kepada seluruh makhluq harus kita anggap guru !.
اَلطُّرُقُ اِلَى اللهِ
بِعَدَدِذَرَّةِ الْخَلاَئِقِ
“AT-THURUQU ILALLOHI BI’ADADI
DZARROTIL KHOLAAIQI”;
Jalan menuju
kepada Alloh SWT itu sebanyak bilangan seluruh makhluq. Makhluq seluruhnya
ini diciptakan justru supaya digunakan jalan untuk menuju kepada Alloh SWT!.
Jalan yang mengantarkan dia kepada Alloh SWT!. Ini guru namanya. Harus kita
anggap sebagai guru !. Dalam satu bidang harus kita anggap guru. Dan kita
harus mengisi segala bidang. Jika kita tidak mengisi segala bidang, artinya masih
ada bidang yang tidak kita isi atau belum, ini berarti kerugian satu bidang yang
tidak kita isi itu !. Besok diakhirot kita akan mengalami kekecewaan yang beraat sekali !. Sekalipun hanya satu atau beberapa
bidang yang tidak kita isi.
Jadi segenap
makhluq itu menunjukkan kepada Alloh SWT !. Mengantarkan kepada Alloh SWT !.
Mengantarkan kepada Alloh SWT !. Sekalipuna ada orang yang sudah
sadar tapi tidak menempuh jalan ini, berarti dia masih rugi terhadap jalan
yang dia tidak tempuh itu. Saya gambarkan bepergian ke Surabaya lewat
Kertosono, dan betul memang sampai juga di surabaya. Tapi jalan ke Surabaya
yang lewat Pare atau lainnya tidak kita lalui, ini berarti
rugi. Masih rugi !. Berarti kita belum mengisi segala bidang !.
اَلْمُحَمَّدِيُّ
اْلكَامِلُ مَنْ يَنْتَقِلُ مِنْ حَالٍ اِلَىحَالٍ اُخْرَى
“AL
MUHAMMADIYUL KAAMILU MAN YANTA QILU MIN HAALIN ILA HAALIN UKHRO”
Seorang ummat Mohammad (saw) yang
“kaamil” yang sempurna, yaitu yang dapat berpindah-pindah dari satu
keadaan kepada keadaan yang lain. Artinya, dalam situasi bagaimanapun
senantiasa FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW. Senantiasa LILLAH BILLAH dan
LIRROSUL BIRROSUL. Senantiasa sadar kepada Alloh wa Rosuulihi saw.
Selalu menjadikan segala keadaan dan situasi sebagai guru yang
mengantarkan kepada Alloh SWT.
Jika orang
belum dapat “YANTA QILU MIN HAALIN ILA HAALIN UKHRO” otomatis
belum sempurna didalam mengikuti jejak laku dan runtutan Rosuulullohi saw.
وَمآأَرْسَلْنَا مِنْ
رَسُوْلٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ
”WAMAA ARSALNAA MIN ROSUULIN ILLA
LIYTHOO’A BIIDZNILLAHI” (An-Nisaak 64)
(Dan tiada
AKU mengutus seorang Rossul melainkan agar supaya diikuti dengan idzin ALLOH)
Jadi siapa yang lebih banyak mengisi bidang, itulah yang
paling dekat kepada Rosuulullohi saw besok pada yaumul Qiyaamah.
Sebaliknya, siapa yang paling banyak tidak mengisi bidang, dia yang paling jaauh
dari Rosuulullohi saw besok!. Otomatis begitu !. Lalu diantara kita, ingin jauh
ataukah ingin dekat kepada Rosuulullohi saw, terserah kita masing-masing !.
Kita diberi mampu untuk memilih !. Jika kita dekat kepada Rosuulullohi saw
otomatis kita dekat kepada Alloh SWT !. Dan jika kita jauh dari Rosuulullohi
saw otomatis kita jaauh dari Alloh SWT !. Otomatis begitu !.
Jadi kembali lagi, hubungan diantara kita sesama
harus kita jaga cara-cara dan
kesopanannya !. Antara lain ada kata-kata !.
كُلْ مَايَأْكُلُوْنَ
وَالْبَسْ مَايَلْبِسُوْنَ وَانْفَرِدْبِسِرِّكَ
“KUL MAA
YAKKULUUNA WALBAS MAA YALBASUUNA WANFARID BISIRRIKA” Makanlah
seperti umumnya kawan-kawanmu, dan berpakaianlah seperti umumnya
kawan-kawanmu, jangan nyleneh jangan terlalu menonjol; Tapi bersendirilah
hatimu;.Hatimu harus senangtiasa FAFIRRUU ILALLOHI WA RASUULIHI
SAW!. Adapun lahiriah jangan terlalu menyolok!.........Terlalu menyolok itu otomatis
ada........ada gangguan bagi pandangan orang lain!.Jangankan
soal makan atau berpakaian .Sedang
soal beribadah saja tidak terlalu menonjol, lebih mempeng daripada kawannya
yang lain , itu kurang baik .Kurang sesuai dengan kesopanan dalam hubungan sesama .Kawan-kawannya
sedang asik bercakap-cakap ,tapi percakapan yang tidak keterlaluan mestinya,
percakapan yang tidak terkecam - kok
dia mempeng mujahadah atau - sembahyang saja, ini juga kurang baik Kurang,....kurang sopan, kurang serasi;. Lha
kecuali jika dimaksudkan untuk mengisi
bidang ini, umpama untuk rnenarik kawanya untuk melakukan mujahadah atau sembahyang dsb, terkecuali itu. Lihat itu,
ketika junjungan kita Rosuulullohi SAW sedang bercakap-cakap dengan para
sahabat, tidak ada seorangpun dari sohabat
yg sembahyang saja atau tekun ibadah tidak ikut jagongan. Tidak ada yang begitu !. Semua mendengarkan percakapan.
Lebih-lebih terhadap Kanjeng Nabi,
sedangkan terhadap sesama Shohabat sudah begitu !.
Soal sekalipun soal ibadah, ibadah lahiriyah maksudnya,
jika kurang serasi dengan situasi dan kondisi dalam pergaulan hubungan dengan
kawan-kawannya, mudah sekali timbul ujub riyak takabbur dll. Kawan-kawan hanya ngobrol
saja, tapi aku yang mempeng mujahadah. Ini takabbur atau sekurang-kurangnya
meremehkan kawan-kawan. Terkecuali dalam bidang amar makruf nahi munkar.
Terkecuali!. Tapi sekalipun amar makruf nahi munkarya secukupnya begitu......saja
!. Jangan keterlaluan menonjol!.
مِنْ جَهْلِ
الْمُرِيْدِ أَنْ يُسِيْئَ اْلأَدَبَ فَتُؤَخَّرُالْعُقُوْبَةُ عَنْهُ فَيَقُوْلُ:
لَوْكَانَ هَذَاسُوْءَأَدَبٍ لَقَطَعَ اْلاِمْدَادَ وَأَوْجَبَ اْلاِ بْعَادَ
Kembali
kepada matan Hikam, bahwa setengah dari pada istidroj yaitu suul adabnya si
murid kepada Guru, disamping kepada Alloh SWT wa Rosuulihi saw, dan suul adab
terhadap sesama kawan. Tapi dia si murid, tidak apa-apa. Jika ada apa-apa
tentunya mempengaruhi kedalam hatiku. Ini, perasaan begini ini namanya
juga istidroj !. Aaah, tentu kawanku itu memaafkan, hanya soal begini saja,
seandainya tidak maaf, tentunya terasa didalam hatiku. Tapi hatiku tidak
merasa apa-apa !. Ini begini ini sudah istidroj!. Jadi kita
harus berhati-hati dalam segala hubungan !. Jangan sampai terjatuh kedalam suul
adab dan kita tidak merasa !.
فَإِنَّ
ذَلِكَ مَبْدَأُالْحِجَابِ وَمَانِعٌ لِلْقَلْبِ عَنِ الدُّخُوْلِ فِىْحَضْرَةِ
الرَّبِّ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
“FAINNA DZAALIKA
MABDAUL-HIJAABI WA MAANI’UN LILQOLBI ‘AMID-DUKHUULI FII HADROTIR-ROBBI SWT” Sesungguhnya
mungkin sekali suuul adab suuul adab itu menjadi hijab. Mungkin
sskali orang yang asalnya sudah sadar, tapi dari sedikit kesedikit akhirnya menjadi tidak
sadar, mungkin sekali.
Jadi sekali lagi soal adab penting sekali. Setengah dari pada pentingnya sampai
disabdakan : didalam Qur’an misalnya, sekalipun disana ditujukan yang hubungan
dengan Rosuulullohi saw, tapi sesungguhnya juga dapat berlaku dalam hubungan yang
lain. Lebih-lebih hubungan terhadap Guru. Sekalipun tidak sama, tapi mungkin
sekali membawa akibat yang tidak sedikit!.... Dan jika dilaksanakan dengan tepat,
ya dengan sendirinya membawa keuntungan yang tidak sedikit pula. Disana
didalam Al Qur’an ada ancaman :
أَنْ تَحْبَطَ
أَعْمَالَكُمْ وَأَنْتُمْ لاَتَشْعُرُوْنَ (الحجرات:٢)
“....AN
TAHBATHO A’MAALUKUM WAANTUM LAA TASY’URUUNA” (Al-Hujaroot-2)
.... Akan
menjadi hapus segala amal-amalmu dan kamu semua tidak merasa).
Setengah dari pentingnya soal adab, banyak yang menyabdakan para ahli
kesadaran, ahli tasawuf.
مُرَاعَةُ اْلأَدَبِ
مُقَدَّمٌ عَلَى إِمْتِثَالِ اْلأَوَامِرِ
“MUROO’ATUL
ADABI MUQODDAMUN ‘ALAMTITSAALIL AWAAMIRI”
Memperhatikan,
melaksanakan adab harus didahulukan, artinya perhatiannya harus lebih banyak
dari pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Saya ambil
suatu gambaran. Seorang bapak menyuruh anaknya. Nak, coba beli rokok untuk
bapak !. Si anak menjawab: saya capek, saya payah, lainnya sajalah !. Dengan
begini sekalipun si anak tidak menjalankan perintahnya tapi dengan adab dan
sopan. Orang tua tidak akan kesal hatinya. Lain halnya dengan jika si anak mau
membelikan rokok tapi menerima uangnya dengan tangan kiri dan rokoknya
diberikan Bapak dengan dilemparkan misalnya. Ini tentu si bapak sakit hatinya. Lha
lebih-lebih terhadap Alloh SWT para hadirin hadirot hadirot, soal adab harus
kita pelihara kita perhatikan sungguh-sungguh.
“At-taqwa”. Itu yang sering kita
dengar dalam khutbah-khutbah Jum’at. Sebagai syarat rukunnya khutbah. Tapi
kalau kalau kata-katanya hanya begitu saja, mari takut kepada Alloh, mari.......hanya begitu saja, ini membosankan !. Bumbunya kurang sedap !. Itu sayangnya !. Maka kalau membikin khutbah-khutbah Jum’ah supaya diusahakan dengan kata-kata
atau istilah-istilah yang menggerakkan himmah menimbulkan semangat yang
bergairah kepada Alloh SWT. Sebab kalau bahasanya panggah itu-itu saja, gampang
membosankan. Sudah menjadi sifat
manusia gampang bosanan. Karena kalau menyusun khutbah atau dakwah-dakwah lainnya supaya diusahakan dengan kata-kata
yang sifatnya menarik perhatian yang
sesuai dengan kondisi si pendengar. Kalau hanya dengan kata-kata : mari bertaqwa mari menjalankan perintah menjauhi
larangan Alloh, hanya begitu saja, ini pengertian umum
lalu dangkal sekali. Pokoknya sudah sembahyang, sudah puasa dan
sebagainya, dirasa sudah cukup. Jadi tidak ada peningkatan. Ini perlu kita
perhatikan. Ini perlu kita perhatikan. Terutama bagi saudara-saudara
yang sering berkhotbah Jum’at dan lain-lain. Soal adab terutama harus
dimasukkan kedalam uraian-uraian khutbah !.
Dan mari kita semua senantiasa berusaha mengisi bidang adab yang banyak-banyak,
dan semoga kita dapat menjalankan adab-adab, adab terhadap Alloh SWT wa
Rosuulihi saw, adab-adab kepada lain-lain dalam segala bidang, mudah-mudahan
kita senantiasa ridlo dari Alloh wa Rosuulihi saw !. Sehingga kita dapat
melaksanakannya yang sesempurna-sesempurnanya !.
Para hadirin hadirot, kiranya pengajian pagi ini kita cukupkan sekian. Mudah-mudahan
pengajian pagi ini diridloi Alloh wa Rosuulihi saw, menghasilkan kemajuan,
barokah dan manfaat yang sebanyak-banyaknya !. Fid-diini wad-dunya wal akhiroh!.
Selanjutnya waktu dan tempat dipersilahkan kepada Penyiar Pusat!. Dan nanti
soal mujahadahnya supaya diimami sekali!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar