بِسْمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ
الرَّحِيْمِ
{الْحَقُّ لَيْسَ بِمَحْجُوْبُ
وَإِنَّمَا الْمَحْجُوْبِ أَنْتَ عَنِ النَّظْرِ إِلَيْهِ}
Alloh SWT tidak ada yang menutupi atau
ngaling-ngalingi. Tidak tertutup oleh barang lain ... “WA INNAMAL MAHJUBU ANTA ‘ANIN-NADHORI ILAIHI”. Yang terhijab itu
adalah orangnya sendiri. Kaling-kalingan atau terhijab tidak tahu, tidak sadar
kepada Alloh SWT. Orang yang tidak sadar kepada Alloh SWT boleh dikatakan orang
yang kaling-kalingan atau terhijab, yang menghalangi menjadi hijabnya adalah
nafsu
فَإِنْ أَرَدْتَ
الوُصُوْلَ إِلَيْهِ وَالدُّخُوْلَ فىِ حَضْرَتِةِ فَابْحَثْ عَنْ عُيُوْبِ
نَفْسِكَ وَعَالِجْهَا تَصِلُ إِلَيْهِ وَتُشَاهِدُهُ بِـبَصِيْرَتِكَ
Kalau orang ingin ma'rifat ingin sadar ingin syuhud
kepada Alloh SWT supaya membuang nafsunya. Sifat-sifat nafsu yang buruk harus
dihilangkan kalau sudah tabu. Kalau belum tabu harus senantiasa usaha
menyelidiki. Dicari, dipetani terus. Nanti kalau sampun bersih otomatis dapat
sowan kehadirat Alloh SWT dengan sowan yang semestinya. Kalau sudah, bersih dengan
sendirinya selalu mendengar firman Alloh SWT :
يَااَيَتُهَا النَّفْسُ
الْمُطْمَئِنَةُ .ارْجِعىِ إِِلَى رَبِّكَ رَاضِيَةَ مَرْضِيَةِ .
(Wahai nafsu yang sudah
bersih, sudah lunak, silahkan kemhali kepada Tuhanmu dengan puas, relah dan
mendapat ridlo ...)
.فَادْخُلِى فِى عِبَادِى وَادْخُلِى جَنَّتِى
( ... dan silahkan memasuki
kelompok dari hamba-hamba-KU dan silahkan masuk ke dalam surga-KU).
Kalau orang sudah bersih dari nafsunya, sudah bebas
dari imperialis nafsunya, otomatis dia mendapat panggilan dari Allah SWT
seperti di atas. Wahai nafsu yang tumakninah, yang tenang, yang bebas dari
imperialis nafsu, mari silahkan menghadap di hadapan Tuhan-Mu dengan
sepuas-puasnya dan diridloi oleh Allah SWT.
Maka silahkan bergabung bersama dengan hamba-hamba-KU dan
silahkan masuk ke dalam surga-KU (sesuka hatimu).
Jadi
kalau orang sudah bersih dari imperialis nafsu, dengan sendirinya senantiasa
sowan menghadap di hadapan Allah SWT Tuhannya dengan sepuas-puasnya dan
diridloi oleh Alloh SWT. Dan itulah surga yang ... yang tidak dapat digambarkan
kenikmatan dan keindahannya, kecuali oleh orang yang bersangkutan sendiri. Lain
orang yang belum sowan di hadapan Allah SWT atau belum bebas dari imperialis
nafsu lebih-lebih, sama sekali tidak merasakannya. Mudah-mudahan para hadirin
hadirot, kita dikaruniai taufiq atau fadlol dari Allah SWT wa Rosuulihi SAW,
kita dapat bebas sebebas-bebasnya dari imperialis nafsu atau bersih
sebersih-bersihnya dari imperialis nafsu, sehingga dapat senantiasa sowan
menghadap di hadapan Tuhan kita Allah SWT, dapat sadar kepada Allah SWT, dapat
syuhud kepada Allah SWT. Manusia !, Jiwa manusia memang seharusaya untuk syuhud
kepada Allah SWT
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ
Ibarat mata, mata untuk melihat, telinga untuk
mendengarkan, kaki untuk berjalan dan sebagainya. Benda atau barang atau soal
yang tidak semestinya, itu otomatis tidak normal. Kalau tidak semestinya, tidak
enak. Dam tidak ada soal yang lebib tepat dari pada
yang semestinya. Kaki misalnya, gunanya untuk berjalan. Tidak ada yang lebih
tepat dari pada untuk berjalan.begitu juga mata. Mata untuk melihat, tidak ada
yang lebih tepat, bahkan tidak bisa, dari pada untuk melihat. Tidak bisa
digunakan untuk yang lainnya. Tidak tepat ya tidak boleh mestinya.
Lha
hati yang asli yaitu untuk pelaksanaan "WA
MAA KHOLAQTUL JINNA WAL INSA ILLA LIYAKBUDUUNNI ! Adapun anggota
lahiriyah, atau badan lahiriyah, boleh dikatakan pembantu pelaksanaan dari
kerja hati itu tadi.
Jadi
hati atau jiwa, menurut aslinya diciptakan adalah demi untuk itu. Untuk
hubungan kepada Allah SWT, jadi kalau begitu tidak yang tepat bagi hati selain
hanya untuk hubungan kepada Allah SWT saja !. Kalau kita pakai istilah “lebih
tepat” tentunya lain-lainnya sekalipun di bawahnya sedikit ada tempatnya. Tapi
kita sebutkan bahwa “diciptakan demi hanya untuk itu”. Yang tepat yang hanya
ini. Kalau tidak untuk itu. Tidak tepat lagi namanya, Ya mungkin ada yang jauh,
agak jauh dan seterusnya, Makin dekat, makin mendekati kepada yang semestinya.
Dus,
“hijab” atau aling-aling “tabir”, yang dihijabi yang dialing-alingi adalah
hambanya sehingga tidak tahu, tidak sadar kepada Allah SWT. Sedangkan Allah SWT
sama sekali tidak kaling-kalingan ! Allah SWT:
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ
أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْ نَ بِشَىءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ
بِمَا شَاءَ
Allah Maha Meliputi, Allah SWT Maha Mengetahui... dan
seterusnya. Jadi jelas tidak ada istilah “hijab” atau aling-aling yang dapat
mengaling-alingi. Hamba “’terhijab”, yang dimaksudkan yaitu tadi, terhalang
oleh nafsunya sendiri. Dia masih selalu dihujah oleh imperialis nafsunya. Masih
senantiasa menuruti nafsunya. Segala gerak dan lakunya baik itu yang
berhubungan kepada Allah SWT wa Rosuulihi SAW maupun yang berhubungan dengan
sesama manusia sesama makhluk. Senantiasa menuruti nafsu. Atau paling-paling
dipengaruhi oleh nafsunya masing-masing. Inilah makanya terhalang atau kaling-kalingan.
Yang kelihatan hanya “komandonya nafsu”. Komandonya kehendak, ingin begini
diturut, ingin begitu, ... dikerjakan. Jangan kesitu, atau kemarilah, ... semua
serba nuruti nafsu atau kehendak nafsu. Takut, ya nafsunya takut. Ingin atau
berkehendak atau karep, ya nafsunya ingin, berkehendak atau karep.
Kalau
orang sudah tidak nuruti nafsunya, baru tahu kepada Allah SWT. Baru tahu pada
keadaan yang sesungguhnya Baru tahu
keadaan yang sesungguhnya !. Baru tahu bahwa pengalaman-pengalaman yang dialami
sebelumnya, hanyalah seperti impian belaka ! Mimpi ! ketika orang bermimpi,
seolab-olah seperti sungguh-sungguh begini begitu, mimpi apa saja, lebih-lebih
yang jelas, makin berkeyakinan bahwa mimpinya itu sunggu-sungguh terjadi, naik
mobil misalnya. Ketika mimpi rasanya ya sungguh-sungguh naik mobil. Tapi kalau
dia sudah bangun, baru tahu, baru tahu bahwa sesungguhnya ini tadi hanya
impian.
Begitu
juga soal kesadaran. Bahkan soal ini jauh lebih jelas ! kalau orang yang sudah
bebas dari imperialis nafsu, ... baru tahu kepada keadaan yang sesungguhnya.
Keadaan yang sesungguhnya...hanyalah Alloh SWT yang wujud, yang ada. Selain
selainnya semuanya itu. hanyalah bayangan. Imitasi, atau majas! Baru tahu.
Seperti orang mimpi tadi. Lebih-lebih nanti kalau anda mati, makin jelas, makin
jelas, sekalipun di dunia ini sudah tahu
orang yang sudah hebas dari imperialis nafsunya, lebih-lebih nanti ketika di
akhirat, makin lebih jelas lagi.
Hubungan
ini, segala sesuatu sudah ada gatuknya sendiri-sendiri. Yang tepat yaitu apabila ditempatkan pada
yang semestinya, menurut stelannya.
Orang yang diberi tahu
“rasa asin” dari garam, ya hanya percaya begitu saja. Tapi dia tidak mencicipi, tidak merasakan rasa asin
dari garam itu. Dia tidak merasakan apa yang dia yakini baru kalau dia ngemut
garam, ... baru tahu bagaimana asin itu. Baru tahu apa yang dia yakini.
Lha ini hagi yang belum merasakan “asinnya garam”,
harus kita paksa diri kita, kita paksa untuk percaya adanya rasa asin.
Sekalipun kita belum merasakannya ini dalam istilah dalam Quilan disebut
“iman”. Percaya itu kalau makin tebal, boleh dikatakan sama dengan keyakinan
dan tahu. Umpamanya
ada orang diberi tahu tentang bahayanya aliran strum listrik. Sekalipun dia
belum pernah merasakan tapi dia sungguh-sungguh yakin bahaya strum listrik itu.
Kalau seandainya dia dipaksa
memegang kabel yang beraliran listrik itu, dia tetap tidak mau. Sebab dia
sungguh-sungguh yakin tentang berita itu. Sekalipun dia sendiri belum pernah
merasakannya. Begitu juga seharusnya kita dalam soal kesadaran kepada Allah wa
Rosuulihi SAW. dan kita mampu untuk itu. Kita harus senantiasa arungi usaha ke
arah itu ! Lha itu seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur'an
الله ُيَجْتَبِىْ
إِلَيْهِ مَنْ يَشَآءُ وَيَهْدِىْ إِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُ {الثورى. ١٣}
Allah SWT menarik atau memilih orang-orang yang DIA
kehendaki, tanpa ada inisiatif atau usaha atau perjuangan dari orang yang
bersangkutan. Dan disamping itu, ... “WA YAHDI ILAIHI MAN YUNIBU. Dan Allah SWT
memberi petunjuk kepada orang-orang yang sungguh-sungguh ada kemauan kembali
kepada-NYA. “WALLADZINA JAAHADU FIINA
LANAHDIYANNAHUM SUBULANAA”.
Ya
mudah-mudahan kita termasuk kesemuanya, Ya dipilih dan ditarik oleh Allah SWT
yang ada kemauan. dobel. Diberi kamauan dan dikehendaki oleh Allah SWT.
Sesungguhnya kesemuanya itu dikehendaki Allah SWT. Artinya “dikehendaki” tanpa
perjuangan atau dengan perjuangan yang ringan tapi hasilnya memuaskan ! begitu
juga tidak akan dikehendaki kalau tidak mau berjuang mati-matian !
mudah-mudahan apa yang kita mohon dalam sholawat yang kedua,… “ WA TAMAAMA RIDWANIKA” diberikan kepada
kita dengan sesempurna-sempurnanya.
Dalan Ajaran Wahidiyah ada Istilah “LILLAH BILLAH” kalau orang sudah
sungguh-sungguh mengecakkan merasakan BILLAH
otomatis berarti sudah bebas dari imperialis nafsunya. Dia sungguh-sungguh
tidak mempunyai kehendak. Ya sekalipun punya kehendak tapi tidak punya
kehendak. Kalau orang sudah BILLAH,
otomatis kalau sudah menyerah, otomatis. Ya terasa lapar, yang asalnya
digerakkan oleh situasi badan jasmaninya yang lapar, lalu berkehendak makan,
tapi dalam pada itu dia didasari LILLAH
dan BILLAH. Jadi berkehendak
makan itu BILLAH. Jadi boleh dikatakan
dia tidak punya kehendak makan. Dus BILLAH, sekalipun seseorang berbuat begini
begitu, melakukan ini itu, tapi dia merasa ya itu tadi, BILLAH, berarti dia sudah bebas dari pengaruh nafsu. Sebab ya itu,
BILLAH.
Yang
mudah-mudahan kita dikaruniai dapat melaksanakan LILLAH BILLAH
LIRROSUL'BIRROSUL yang
sesempurna-sempurnanya. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar