IKHLAS
Ikhlas arti bahasanya adalah “memurnikan” sehingga tidak ada
campuran sedikitpun. Maksudnya, di dalam menja-lankan amal ibadah apa saja
disertai dengan niat yang ikhlas tanpa pamrih apapun. Baik pamrih ukhrowi
lebih-lebih pamrih duniawi, baik pamrih yang bersifat moral / batin,
lebih-lebih pamrih dalam bentuk material.Ibadah apa saja, baik ibadah
yang berhubungan langsung kepada Alloh Wa Rosuulihi e, maupun yang
berhubungan di dalam kehidupan bermasyarakat, terhadap sesama makhluk pada
umumya. Hal ini sudah kita
bahas di bab LILLAH di muka.
Ikhlas itu dikategorikan ke dalam tiga tingkatan:
1.
إِخْـلاَ صُ الْــعَابِـدِيْن 1. “IKHLAASHUL-‘AABIDIIN”
2.
إِخْـلاَ صُ الـزَّاهِدِيـْن 2. “IKHLAASHUZ-ZAAHIDIIN”
3.
إِخْـلاَ صُ الْْعـَارِفِـيْن 3. “IKHLAASHUL-‘AARIFIN”
“IKHLAASHUL-‘AABIDIIN”
Yaitu ikhlasnya golongan ahli ibadah. Menjalankan
ibadah dengan mengharap imbalan pahala, ingin sorga, takut neraka dan
sebagainya. Ibadahnya memang bersemangat, tekun dan rajin, akan tetapi didorong
oleh keinginan-keinginan atau pamrih itu tadi. Ya sudah ikhlas tapi minta upah.
Seandainya Alloh tidak menjadikan surga dan neraka, lalu apa lagi yang
diharapkan dan yang menjadi pendorong semangat beribadah. Apakah lalu tidak
melaksanakan ibadah, atau menjadi malas?.
Di sinilah negatifnya. Bahkan disamping
negatif itu ada lagi negatif lain yang lebih berat. Yaitu perasaan dan
pengakuan diri mempunyai kemampuan dapat melakukan ibadah. Dengan demikian pasti timbul ‘ujub, riyak,
takabur dan sebagainya. Dan ‘ujub, riyak, takabur dan sebagainya itu
adalah penyakit hati yang merusak nilai-nilai ibadah, sehingga ibadah tersebut
di-tolak, tidak diterima oleh Alloh I. Jangankan mendapat pahalanya, diterima saja
tidak, rugi besar. Bahkan disamping ditolak, ibadah yang ditolak itu kelak di
akhirat akan dirupakan siksa untuk menyiksa yang bersangkutan.
Mari kita
koreksi keikhlasan diri kita selama ini, dan mari kita tingkatkan kepada ikhlas
yang lebih mulus, lebih murni karena AllohI
“IKHLAASHUZ-ZAAHIDIIN”.
Yaitu ikhlasnya ahli zuhud (orang yang bertapa).
Ada yang menyebutnya “IKHLAASHUL-MUHIBBIN” yakni ikhlasnya orang-orang
ahli mahabbah. Yaitu menjalankan amal ibadah dengan ikhlas tanpa pamrih,
tidak karena ingin surga dan tidak karena takut neraka. Sudah benar-benar LILLAH,
semata-mata “ibtighoo-an wajhalloh” (mengharap keridloan Alloh).
Ihklas seperti itu ya sudah baik, akan tetapi
masih ada bahayanya. Yaitu masih mengaku atau merasa mempunyai kemampuan dapat
melakukan ibadah sendiri kalau tidak merasa BILLAH. Pengakuan seperti
itu sangat berbahaya sebab otomatis di dalam hatinya lalu tumbuh
cendawan-cendawan ‘ujub, riyak, takabur dan lain-lain yang merusak ibadahnya
sehingga ditolak /tidak diterima oleh Alloh I, sedangkan
ia tidak merasa. Bahkan mungkin malah mengaku ibadahnya sudah baik, paling
baik, paling ikhlas, paling mulus semata-mata karena Alloh !
Maka ikhlas seperti ini harus ditingkatkan menjadi
ikhlas yang ketiga yaitu:
“IKLAASHUL-‘AARIFIIN”.
Mengerjakan ibadah semata-mata menjalankan
perintah Alloh, tidak karena menengok pahala atau ingin surga dan takut neraka.
Betul-betul ikhlas LILLAHI TA’ALA tanpa pamprih suatu apapun. Dan di
dalam menjalankan ibadah itu dia tidak mengaku dan tidak merasa dapat melakukan
sendiri, melainkan merasa BILLAH. Laa Haula Walaa Quwwata Illa Billah.
Inilah yang dimaksud kata-kata:
اْلإِ
خْـلاَ صُ تـَرْكُ اْلإِ خْـــلاَ صِ فِي اْلإِ خْـــلاَ صِ
(Yang dinamakan
ikhlas yang benar yaitu tidak merasa ikhlas ( meninggalkan ikhlas ) di dalam
keadaan ikhlas).
“Meninggalkan
ikhlas”
artinya tidak merasa dirinya bisa berbuat ikhlas, melainkan merasa BILLAH.
“Dalam
keadaan ikhlas” artinya sungguh-sungguh LILLAH. Tidak karena
ingin surga atau takut neraka.
Dalil Al qur’an yang
menyebutkan keharusan ikhlas antara lain:
إِنَّآ
أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتاَبَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ
الدِّيْن.(29 الزمر :3)
Artinya
kurang lebih:
“ٍSesungguhnya KAMI menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran.
Maka sembah-lah (beribadahlah) kepada Alloh dengan memurnikan ketaatan ( ihklas
) kepadaNYA “.( 29-Az- Zumar: 3).
وَمَآ أُمِرُواْ
إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ اللَّهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ )
98 – البينة 5(
Artinya kurang lebih:
“Pada hal mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka
menyembah (beribadah kepada) Alloh dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-NYA”
(98- Al-Bayyinah:5).
Bersabda Rasululah e:
طُـوْبَى
لِلْمُخْلِصِـيْنَ أُولئـِكَ مَصَا
بِيْحُ الْهُـدَى تَنْجَلِى عَنْهُمْ
كُلُّ فِـتـْنَةٍ ظَلـْمَاءَ رواه ابو نعيم عن ثو بان
“Berbahagialah orang-orang yang (beramal dengan) ikhlas.
Mereka adalah lampu-lampu petunjuk yang segala fitnah yang diserupakan dengan
kegelapan menjadi kelihatan jelas dari (karena) mereka “(Riwayat abu Nu’em dari
Tsauban).
Ikklas itu besar sekali pengaruhnya terhadap manfaat
tidaknya amal-amal ibadah atau perbuatan-perbuatan apa saja. Disebutkan di
dalam kitab Al Hikam :
اْلأَ
عْـمَالُ صُـوَرٌ قـاَ ئـِمَةٌ وَأَرْوَا
حُـهَا وُجُـوْدُ سِـرِّ اْلإِ خْـلاَ صِ
فِـيْـهَـا (
الحكم الأول : 11)
“Amal-amal ibadah itu (hanya)
sebagai gambar hidup yang berdiri, dan jiwanya adalah wujudnya rahasia ikhlas
di dalam amal-amal ibadah itu”(AL-Hikam 1:11).
Kesimpulannya, amal-amal ibadah
apa saja jika tidak dijiwai dengan ikhlas berarti tidak hidup, mati bagaikan
bangkai. Tidak membawa manfaat sama sekali. Malah, maaf menjijikkan seperti
bangkai dan harus segera dikubur.
Syekh Sahal At Tustari
berkata:
الـنَّاسُ كُلُّـهُـمْ هَـلْكَى
إِلاَّ الْـعَـالـِمُـوْنَ وَالْـعَـالِــمُـــوْ نَ كُلُّــهُـمْ هَـلْــكَـى
إِلاَّ الْـعَـالِــمُـــوْ نَ وَ
الْــعَامِلُــوْنَ كُلُّــهُـمْ
هَـلْــكَـى إِلاَّ
الْـمُخْــلِـصُـــوْنَ وَ
الْـمُخْــلِـصُــوْنَ عَــلَى خَـــطَـرٍ
عَــظِــيْمٍ ( الإحياء الا ول)
(Semua manusia akan hancur,
kecuali yang berilmu; dan yang berilmu juga hancur kecuali yang mengamalkan
ilmunya; yang berilmu dan sudah mengamalkan ilmunya juga akan hancur, kecuali
yang ikhlas di dalam
beramal itu; dan yang sudah ikhlaspun masih dalam teka-teki besar).
Masih teka-teki maksudnya masih tanda tanya, termasuk ikhlas yang
mana diantara tiga tingkatan ikhlas tersebut di muka.
Jadi mudahnya, jika belum LILLAH BILLAH istilah Wahidayah, belum sempurnalah
ikhlas itu. Berarti masih akan mengalami kehancuran seperti dikatakan Syekh
Sahal At Tustari tersebut. Yang sudah LILAH BILLAH
juga masih bertingkat-tingkat. Sudah betul-betul 100% kah LILLAH BILLAH-nya,
atau masih kecampuran LINNAFSI BINNAFSI. Maka oleh sebab itu perlu
senantiasa adanya koreksi dan usaha ke arah peningkatan.
Insya Alloh dan Alhamdu Lillah menurut pengalaman, dengan
lebih tekun Mujahadah Wahidiyah dan terus menerus melatih LILLAH BILLAH
dan seterusnya serta aktif melaksanakan tugas-tugas Perjuangan Fafirruu
Ilallohi wa Rosuulihi e menurut bidangnya
sendiri-sendiri, akan dikaruniai peningkatan-peningkatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar