MAHABBAH
Mahabbah atau cinta, yang dimaksud di sini adalah
cinta kepada Alloh wa Rosuulihi e cinta kepada Anbiyaa wal Mursaliin
wal Malaikatul Muqorrobiin ‘alaihimus-sholaatu wassalam, cinta kepada para
keluarga dan para Shahabat Beliau dan kepada para Auliya kekasih Alloh Rodiyallohu
Ta’ala ‘anhum, cinta kepada para Ulama, kepada pemimpin, kepada
orang tua dan keluarga dan seterusnya, umumnya kepada segenap kaum
mukminin, mukminat, mislimin, muslimat
dan kepada segala makhluq ciptaan Alloh
pada umumnya.
Cinta kepada Kholiq, harus cinta juga kepada makhluq
ciptaan-Nya. Akan tetapi cinta kepada Kholiq sudah barang tentu harus
tidak sama dengan cinta kepada makhluq-NYA. Dalam prinsipnya segala makhluq
berupa dan berbentuk apa saja dan bagaimanapun juga wujudnya, kita harus
cinta. Kita cintai karena ia adalah ciptaan Alloh. Sekalipun berupa sesuatu
yang menjijikkan, atau menakutkan. Sekalipun berupa maksiat atau munkarot
sekalipun, atas pengertian bahwa itu semua ciptaan Alloh, kita harus cinta.
Akan tetapi, disamping cinta, kita diperintah supaya menjauhkan diri dan
tidak menyukai maksiat dan munkarot. Jadi
pandangan harus dobel. Disamping cinta atau senang, harus pula tidak senang, harus
menjauhkan diri daripadanya. Kita senang terhadap dzatiyahnya maksiat dan
mungkarot mengingat itu adalah ciptaan Alloh yang kita cintai. Tetapi kita
harus tidak senang dan harus menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan
munkarot karena memang diperintah begitu oleh Alloh.
Jadi kita senang atau cinta
kepada dzatiyah-nya maksiat dan munkarot
karena sama-sama ciptaan Alloh, dan kita harus tidak senang
(menjauhi) perbuatan maksiat dan munkarot karena dilarang melakukannya. Hanya
senang dan cinta saja kepada maksiat dan munkarot, tidak membenci dan
menjauhi, berarti melanggar perintah. Dan hanya membenci saja, tidak ada rasa
senang sebagai itu makhluq, berarti melukai kepada makhluq. Melukai atau
lebih-lebih menghina makhluq, berarti juga melukai kepada Kholiq / penciptanya.
Ada suatu hikayah, pernah terjadi, ada
salah seorang Nabi ‘ala Nabiyinaa
wa’alaihis-sholaatu wassalaam pada suatu ketika melihat seekor anjing yang
(maaf) bermata empat dan menjijikkan. Nabi tersebut (maaf) berkata dalam hatinya: “anjing kok bermata empat menjijikkan
sekali”.Tak terduga-duga anjing tersebut menjawab : ”Tuan mencaci saya, jijik
terhadap diri saya, itu sama saja mencaci yang menciptakan saya”. Nabi tersebut menjadi
terkejut dan spontan lalu bertaubat dengan memohon ampun kepada Alloh.
Cinta atau senang maupun benci atau tidak senang itu
harus didasari LILLAH BILLAH. Jika tidak dijiwai LILLAH BILLAH,
otomatis dasarnya adalah nafsu LINNAFSI BINNAFSI. Dan jika Linnafsi
Binnafsi pasti ada pamrih untuk kesenangan nafsu. Cintanya cinta gadungan,
cinta palsu, tidak mulus, tidak murni, bukan cinta sejati. Cinta sebab ada
udang di balik batu. Ini membahayakan. Jika apa yang menjadi daya tarik cinta
itu hilang atau tidak kelihatan, menjadi tidak cinta lagi. Begitu juga benci atau
tidak senang harus dijiwai LILLAH BILLAH Jika tidak, berarti hanya
menuruti kemauan nafsu, bukan dasar menjalankan perintah.
Seperti keterangan di atas, cinta kepada makhluq harus
tidak sama cinta kepada Kholiq. Cinta kepada makhluq haruslah hanya sebagai
realisasi atau pelakanaan cinta kepada Kholiq. Atau sebagai manivestasi atau cetusan rasa cinta kepada Kholiq. Jangan sampai memadu antara cinta kepada Kholiq dan cinta
kepada makhluq. Berbahaya sekali. Lebih-lebih jangan sampai cinta makhluq
sampai mengalahkan cintanya kepada Kholiq.
Alloh
telah berfirman:
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ
وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوْهَا
وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُمْ
مِّنَ اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيْلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى
يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ ( 9- التو بة 24 )
Artinya kurang lebih:
“Katakanlah
(wahai Muhammad ), jika bapak-bapak kamu sekalian, anak-anak kamu sekalian,
saudara-saudara kamu sekalian, suami / istri kamu sekalian,
keluarga kamu sekalian, harta benda yang kamu sekalian kumpulkan, per-niagaan
yang kamu sekalian takut menderita rugi dan rumah tempat tinggal yang kamu
sekalian senangi, jika semua itu lebih kamu cintai daripada ِAlloh wa Rosuulihi e dan dari pada berjuang di jalan-Nya, maka bersiap-siaplah
sampai Alloh menurunkan perintah penyiksaan-NYA dan Alloh tidak akan memberi
petunjuk kepada orang-orang fasik.”
(9-At_Taubah-24).
Mari kita renungkan dan koreksi diri kita masing-masing. Dan mari
senantiasa berusaha meningkatkan mahabbah kepada Alloh wa Rosuulihi e
Rasululloh, e bersabda :
لاَ
يـُؤْ مِنُ أَحَـــدُكُـمْ حَـتَّى أَكُــوْنَ أَحَــبَّ إِلَـيْـهِ مِــنْ
نـَفْـسِهِ وَمَـالِـــهِ
وَالـنَّاسِ أَجْـمَـعِـــيْنَ . (رواه البخاري ومسلم وأحمد والتر مذي وابن ماجه
عن انس y)
Artinya kurang lebih :
“Tidaklah sempurna iman
salah satu dari kamu sekalian sehingga Aku lebih dicintai dari pada dirinya
sendiri, hartanya dan manusia semuanya”. (Riwayatbukhari, Muslim,
Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari
Anas).
Jadi cinta kita kepada
badan kita sendiri, kepada orang tua, kepada suami, istri, kepada keluarga dan
lain-lain itu seharusnya hanya sebagai pelaksanaan atau cetusan rasa cinta kita
kepada Alloh wa Rosuulihi e. Ini dapat timbul dari
hati yang senantiasa menerapkan LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL dan LILGHOUTS
BILGHOUTS dan rajin melakukan Mujahadah Wahidiyah serta memperbanyak tafakkur.
Tafakkur di dalam ke-Agungan Alloh, takkafur kepada kebesaran,
kemuliaan / keluhuran budi Rasulullah e, dan takkafur tentang
keindahan-keindahan yang terdapat pada segenap makhluq Alloh.
Mahabbatullah dapat bertambah
mendalam dan bertambah murni dengan mahabbatur-Rosul e dan mahabbatur-Rosul
e dapat men-jadi subur antar lain dengan memperbanyak
berangan-angan atau mengingat Rosullullah e di mana saja kita
berada, dan memperbanyak membaca sholawat khususnya Sholawat Wahidiyah serta
memperbaiki dan meningkatkan hubungan batin dengan Ghoutsu Haadzaz-Zaman
Rodliyallohu Ta’ala
‘anhum. Antara lain, mempraktekkan “Haqiqotul Mutaaba’ati
Rukyatul Matbu’ ‘inda Kulli Syaiin” seperti sudah kita bahas pada
bab “At-Ta’alluq Biijanaabihi e di muka.
Bersabda Rosullullah e:
مـَـنْ أَحَـبَّ شَـيْئاً أَكْــثَرَ مِــنْ ذِكْـــــرِهِ (رواه الد يلمي عن عا ئشة)
“Barang siapa mencintai
sesuatu, dia banyak menyebut / mengingat sesuatu itu”. (Riwayat
Dailami dari Aisyah R.A)
أَلاَ
لاَ إِيـْمَـانَ لِـمَـنْ لاَ
مَحَـبَّـةَ لَـهُ , لاَ إِيـْمَـانَ لِـمَـنْ لاَ مَـحَـبَّـةَ لَـــهُ ( الصا وي الثـا لث : 41 )
“Perhatikanlah, tidak disebut beriman orang yang tidak
mempunyai rasa cinta…( Showi juz 3 halaman 41
)
Jadi mahabbatulloh dan mahabbatur-Rosul
e itu merupakan pakunya
iman. Iman tanpa mahabbah adalah iman yang goyah, tidak mantap. Hanya
bagaikan plakat tempelan yang mudah luntur, mudah lapuk dan mudah mreteli.(lepas).
Pengakuan iman dan mahabbah tidak cukup hanya
dengan pernyataan lisan saja. Harus menjadi keyataan yang meresap ke dalam,
tembus di dalam hati dan buahnya dapat dilihat pada ahwal lahir. Ahwal
atau tindakan lahir baik yang hubungan di dalam masyarakat maupun yang hubungan
kepada Alloh dan kepada Rasululloh e. Mengaku cinta Alloh
wa Rosulihi e tetapi tidak ada
kenyataan yang dapat dilihat pada haliyah lahir, jelas suatu pengakuan palsu
dan pura-pura. Berat sekali akibatnya di akhirat kelak.
لَيـْسَ فِي الْـجَنَّـةِ نـَعِـيْمٌ
أَعْـلَى مِنْ نـَـعِــيْمِ أَهْـلِ الْـمَحَـبَّـةِ وَ
الْـمَــعْـرِفَــةِ وَلاَ فِي جَهَـنَّـمَ
عَـذَابٌ أَشَـدُّ مِــنْ
عَـــــذَابِ مَـــنِ ادَّعَــى
الْــمَــحَـــبَّةَ وَ الْـمَـعْرِفَـةَ
وَ لَـمْ يَـتَحَــقَّـقْ
بـِشَيْئٍ مِـــنْ ذَلِـك
( سـراج الــطـالـبـين)
(Di surga tidak
ada kenikmatan yang lebih tinggi dari pada kenikmatan orang-orang ahli mahabbah
dan ma’rifat, dan di neraka tidak ada siksa yang lebih dahsyat lebih mengerikan
dari pada siksanya orang yang mengaku mahabbah dan ma’rifat tetapi tidak ada
kenyataannya). (disebut di dalam kitap Sirojut Tholibin).
Seseorang jika sungguh-sungguh mahabbatulloh dan mahabbatur-Rosul
e mestinya lebih senang
menjalankan apa saja yang diperintahkan oleh Alloh wa Rosuulihi e, dan menjauhi apa saja yang dilarangnya. Amal ibadahnya sungguh-sungguh
ikhlas tanpa pamrih, demi untuk mahbub
(yang dicintai). Senantiasa LILLAH dan LIRROSUL ! Ia selalu ingat kepada
mahbub (yang dicintai) dalam keadaan bagaimanapun juga. Ketika mengalami musibah hidup yang bagaiman saja, ia tetap
sabar, ridho dan gembira oleh karena yang menguji adalah Mahbub (Alloh
yang dicintainya).
Adapun yang hubungan di dalam
masyarakat, dengan sesama makluq pada umumnya dia senantiasa takholluq
biahklaaqi mahbuubihi (berbudi pekerti meniru budi pekerti Alloh Wa
Rosuulihi e. Seperti kasih sayang dan senang
terhadap apa saja yang dikasihi mahbubnya. Bersikap rouf rohim, senang
memberi pertolongan kepada siapa saja. Tindak lakunya selalu menyenangkan dan
membuahkan manfaat bagi masyarakat. Tidak menonjolkan diri, selalu tawadhu’ dan ramah tamah. Akan tetapi
dimana perlu bertindak tegas patriotic dan
heroik bersikap pahlawan di dalam membela kebenaran dan keadilan yang
dikehendaki oleh mahbub-nya yakni Alloh I wa Rosulihi e. ” Yajtahidu fil
sabiilillah”
bersungguh-sungguh di jalan Alloh. Tidak sayang mencurahkan tenaga, harta dan
apa saja yang dimilikinya demi buat yang dicintai.
Diantara tanda-tandanya cinta
secara umum adalah sifat “cemburu”. Cemburu terhadap
orang lain yang ikut mencintai mahbubnya. Ini tanda-tanda cinta antar sesama
manusia. Akan tetapi cinta kepada Alloh wa Rosuulihi e justru sebaliknya dari itu. Ya cemburu, kuatir
dan resah hatinya melihat orang lain yang tidak cinta kepada Alloh wa
Rosuulihi e. Maka ia berusaha agar
orang lain ikut mencinta kepada Alloh wa Rosuulihi e. Kalau perlu dengan
segala pengorbanan. Apa yang ada pada dirinya dicurahkan demi agar orang lain ikut mencinta kepada Alloh
wa Rosuulihi e.
Mahabbah atau cinta itu ada tingkat-tingkat ukuran dan
kualitasnya.
1). Mahabbah Sifatiyah,
2). Mahabbah Fi’liyyah,
3). Mahabbah Dzatiyyah.
MAHABBAH SIFATIYAH.
Cinta karena tertarik kepada sifat-sifat dari yang
dicintai-nya. Gagah, cantik, simpatik, lincah, pandai dan sebagainya. Cinta
semacam ini mudah berubah dan mudah kena pengaruh. Jika sifat-sifat yang
menjadi daya tarik itu hilang atau berubah atau tidak kelihatan, maka
cintanyapun berubah bahkan bisa hilang sama sekali. Bahkan mungkin bisa menjadi
kebencian.
MAHABBAH FI’LIYAH
Cinta karena tertarik pekerjaan, jabatan atau kekayaan
orang yang dicintai. Cinta semacam ini juga tidak wantek, mudah berubah seperti
halnya mahabbah sifatiyah. Yang wantek adalah :
MAHABBAH DZATIYAH
Cinta terhadap dzat atau wujudnya yang dicintai,
bagai-mana pun keadaan dan rupa serta bentuknya. Inilah cinta sejati.
Mahabbatulloh wa mahabbatur-Rosul e, seharusnya
terkumpulnya ketiga macam cinta tersebut. Yakni mahabbah sifatiyah,
mahabbah fi’liyah, dan mahabbah dzatiyah. Dan ini dapat ditumbuhkan
di dalam hati dengan melatih hati, memperbanyak tafakkur dan
melaksanakan Mujahadah Wahidiyah dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan
bimbingan Muallifnya.. Tafakkur-berfikir terhadap sifat
JAMAL, sifat JALAL dan sifat KAMAL Alloh
I. Berfikir tentang keluhuran budi dan
kemuliaan Rasulullah e, dan terhadap jasa-jasa
Beliau e yang tidak bisa kita
gambarkan besar dan agungnya itu.
Di antara melatih mahabbah yaitu
seperti kata orang Jawa mengatakan “Witing trisno jalaran soko kulino”
(asal mula datangnya cinta itu dari kebiasaan) Ini diterapkan sebagai latihan
hati. Melihat bekasnya (Jawa-labet) mahbub, kelihatan orangnya.
Melihat pakaiannya, kelihatan orangnya. Mendengar suaranya, kelihatan orangnya
dan seterusnya.
Begitu itu kita terapkan untuk melatih hati kita cinta
kepada Alloh wa Rosuulihi e. Segala makhluq ini
adalah milik Alloh dan dari Jiwa Rosululloh, e Maka ketika melihat,
mendengar, merasa sesuatu seharusnya langsung ingat kepada Alloh wa Rosuulihi e. Dengan melatih hati
seperti itu dalam menghadapi segasla sesuatu, Insya Alloh lama-kelamaan
akan tumbuh dalam hati tunas-tunas mahabbatullah wamahabbatur Rosul e. Sehingga betul-betul
lebur / tenggelam di dalam mahbub. Dikatakan :
الْـمَحَـبَّةُ أَنْ تـَهَـبَ
كُــلَّـكَ فِي
الْـمَـحْـبُــــوْب ِ (قاله صاحب الصلوات الواحدية)
“Cinta yang sejati yaitu apabila engkau menjadi lebur ke dalam
yang engkau cintai” (Muallif Shalawat Wahidiyah).
Di dalam kitab syarah Al Hakim Ibnu ‘Ibal juz II , hal 63 dikatakan :
حَـقِـيْـقَـــةُ الْـمَحَـبَّةِ أَنْ تـَـهَـبَ كُلَّـكَ لِـمَــنْ
أَحْـبَـبْـتـَهُ
حَـتَّى لاَ يـَبْـقَى لَـكَ مِـنْـكَ
شَيْئٌ ( ابـن عباد الثاني: 63)
“Hakikat
cinta adalah sekiranya engkau meleburkan seluruh dirimu demi untuk orang yang engkau cintai sehingga tidak
ada sesuatupun dari engkau yang tertinggal untuk dirimu sendiri”.
جَـعَـلَـنَا اللهُ وَإِيــَّاكُـمْ مِنَ الَّــذِيـْنَ يـُحِــبُّـوْنَ الله
وَرَسُـوْلُـه e
وَيـُحِـبُّـهُـمُ الله
وَرَسُـــوْلُـه e آمِـــيـْن . يَا رَبَّ الْـعَـالَـمِـــيْن.
Semoga
kita termasuk golongan orang-orang yang mencintai dan dicintai oleh Alloh wa Rosuulihi e. Amin!.
إِلـــهِـي لَـسْتُ أَهْـلاً
لِلـشُّــهُـوْدِ
|
*
|
وَلاَ
أَقْــوَى عَـلَى نـَارِ الْـبـِعـَــادِ
|
فـَهَـبْ لِي رَحْـمَـةَ رَبِّي
إِلـهِــي
|
*
|
فَـعِـنْـدَكَ
كُــنْ لِـتـَأْهِـيْـلِ الْعِبَادِ
|
بـِجَـاهِ الْـمُـصْـطَـفى خَـيْرِ اْلأَ نـَامِ
|
*
|
عـَلَـيْهِ صَـلِّ
سَـلِّـمِ بِازْدِ يـَـادِ
|
Terjemah:
Yaa Ilaahii, aku bukanlah orang yang ahli syuhud kepada
MU, tetapi aku tiada tahan berada di neraka-jauh dari-MU.
Maka limpahkanlah rahmat-kasih-MU kepadaku, duhai
Tuhan-ku yaa Ilaahii, dan jadikanlah aku orang yang ahli ibadah di sisi-MU.
Dengan keagungan Nabi yang terpilih sebagai manusia
terbaik (e) limpahkanlah shalawat
salam kepada Beliau yang berlipat-lipat.